Merah Putih di Old Trafford
'Merah putih di Old Trafford: Kisah Anak Indonesia yang Terpilih Berlatih di Kandang Red Devils' adalah judul buku berbahasa Indonesia dengan genre non-fiksi yang ditulis oleh penulis Langlang Randhawa[1] Buku ini terbit pada tahun 2010 diterbitkan oleh Mizan Kaifa.
Pengarang | Langlang Randhawa |
---|---|
Negara | Indonesia |
Bahasa | Indonesia |
Genre | non-fiksi |
Penerbit | Mizan Kaifa |
Tanggal terbit | 2010 |
Halaman | 268 hal. |
Sinopsis
suntingMerah Putih di Old Trafford menceritakan tentang sepak terjang pemain sepak bola belia asal Bekasi bernama Hanif Abdurrauf Sjahbandi yang belajar sepak bola di Manchester United, Inggris.[2] Semasa kecilnya Hanif selalu berkeliaran kesana-kemari menyusuri setiap ruangan yang ada dirumahnya. Untuk mengatasi tingkahlaku Hanif, ayahnya yang beranama bapak Rony mengajaknya kesebuah arena bermain anak dikawasan pondok indah. Berbagai fasilitas permainan anak-anak ada disana, tetapi permainan yang paling menyedot perhatian Hanif hanyalah wahana mandi bola. Sejam berlalu pak Rony mulai jenuh karena ajakannya tidak ditanggapi sedikitpun, tiba-tiba pak Rony menemukan sebuah ide untuk mengajak Hanif membeli sebuah bola. Ternyata ide tersebut berjalalan sempurna, Hanif langsung menanggapi ajakan ayahnya untuk membeli sebuah bola. Kemudian, pak Rony segera membawa Hanif untuk membeli sebuah bola sepak. Siapa sangka bahwa inisiatif pak Rony untuk membelikan Hanif sebuah bola sepak menimbulkan perubahan bagi keluarganya, khususnya Hanif.
Ketika suatu hari Hanif mengikuti pertandingan sepak bola antar TK sekecamatan di komplek jati asih. Ibunya yang bernama bu Tia merasa gelisah, ia ingin menyaksikan Hanif yang sedang bertanding sepak bola. Seperti biasa, Hanif begitu antusias ketika bersinggungan dengan bola. Dalam pertandingan pertamanya ini, ia belum mengenal yang namanya peratuaran bermain sepak bola, ia hanya tahu bola itu wajib ditendang kesebuah gawang, tak peduli gawang siapapun. Ketika Hanif menendang bola kegawangnya sendiri, alias melakukan gol bunuh diri, ia tidak terpekur seperti para pemain bola dilapangan hijau, tetapi sebaliknya ia malah bersorak riang gembira. Tawa pun meledak dari para guru, penonton dan juga kedua orangtuanya yang baru datang.
Beberapa tahun berlalu, Hanif kini tumbuh menjadi murid SD yang semakin menggilai bola. Kecintaannya pada sepak bola membuatnya semakin tidak tertarik dengan kegiatan olahraga lainnya, termasuk les renang yang diikutinya. Bakat dan semangat yang dimiliki Hanif akhirnya membuahkan hasil. Di SD Al-Azhar 9 Kemang Pertama, Bekasi, seorang laki-laki terpana melihat Hanif bermain sepak bola bersama teman-temannya. Nama lelaki itu adalah pak Slamet, ia adalah guru yang membimbing kegiatan ekstrakulikuler sepak bola di SD tersebut. Dari sekian banyak muridnya, hanya Hanif yang mampu menyita perhatiannya.
Rony berniat untuk mendaftarkan Hanif pada training camp di Manchester United selama liburan sekolah, lalu dengan bersemangat Hanif menanggapinya. Tujuh bulan berselang, Hanif dan keluarganya bersiap berangkat kekota Manchester, Inggris. Setelah tiba dikota Manchester, Hanif dan keluarganya langsung pergi menuju ke Denston College, tempat Hanif mengikuti training camp. Hari latihan pun tiba, Hanif mulai berlatih bersama dengan anak-anak lain dari berbagai negara. Setiap hari Hanif selalu berlatih dengan semangat, walaupun latihannya digelar selama 3 kali dalam 1 hari, yang tentunya memerlukan energi banyak untuk mengikutinya.
Setelah hari terakhir latihan tiba, seluruh peserta bergegas menuju lapangan untuk mendengarkan pengumuman siswa yang menjadi best player. Hanif pun terpilih bersama dengan kim dari korea, dari dua orang tersebut akan diseleksi kembali untuk mengikuti world skill finals. Mereka berdua harus bersaing dalm seleksi skill long pass. Peraturannya setiap peserta diberi 3 kali kesempatan menendang bola untuk mengenai targer orang-orangan yang berada pada jarak 30 meter dari titik yang telah ditentukan. Kim mendapatkan giliran pertama, ternyata dari 3 kali kesempatan yang diberikan ia tidak mampu mengenai target orang-orangan tersebut. Tetapi Hanif yang mendapat giliran terakhir berhasil mengenai target orang-orangan pada kesempatan tendangan yang terakhir. Hanif langsung bersorak gembira dan disambut dengan tepuk tangan orang-orang, dengan demikian Hanif terpilih untuk mengikuti World Skill Finals. Di world skill finals Hanif sempat diberi Coaching Clinic oleh Solskjaer dan Rene Meulensteen, asisten pelatih Alex Ferguson. Skill Hanif terus diuji dengan melakukan long pass, short pass, shooting, dribling dan sebagainya.