Metode sejarah

matpel sejarah

Metode sejarah adalah langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian sejarah.[1] Tujuan dari metode sejarah adalah mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan menyajikan suatu sintesis tertulis atas hasil yang dicapai. Metode sejarah merupakan suatu sistem prosedur yang benar untuk pencapaian kebenaran melalui tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahapan-tahapan dalam metode sejarah dilakukan setelah penentuan topik penelitian dan perumusan permasalahan dan pertanyaan penelitian sejarah. Pencapaian tujuan metode sejarah dilakukan dengan memberikan prinsip dan aturan yang disusun secara sistematis untuk membantu pengumpulan sumber-sumber sejarah.[2]

Thucydides (ca 460-ca 400 BC) disebut juga "bapak sejarah ilmiah"

Kritik sumber

sunting

Kritik sumber (atau evaluasi informasi) adalah proses mengevaluasi kualitas dari sumber informasi, seperti validitas, reliabilitas, dan relevansi terhadap subjek yang sedang diteliti.

Gilbert J Garraghan membagi kritik sumber menjadi enam bagian:[3]

  1. Kapan sumber, tertulis atau tidak, dibuat (tanggal)?
  2. Dimana sumber, dibuat (lokalisasi)?
  3. Oleh siapa sumber dibuat (kepenulisan)?
  4. Dalam bentuk asli apa itu dibuat (integritas)?
  5. Apa nilai bukti dari isinya (kredibilitas)?

Empat bagian pertama dikenal sebagai kritik lebih tinggi; yang kelima dikenal sebagai kritik lebih rendah; dan jika digabung dikenal sebagai kritik sumber.

R. J. Shafer mengenai kritik eksternal: "Kadang kritik sumber berfungsi negatif, hanya menyelamatkan kita dari penggunaan bukti palsu; sedangkan kritik internal memiliki fungsi positif dengan memberi tahu kita bagaimana menggunakan bukti yang terkonfirmasi."[4]

Melihat bahwa sedikit dokumen yang diterima sebagai tepercaya sepenuhnya, Louis Gottschalk membuat peraturan umum, "untuk setiap dokumen, proses untuk menentukan kredibilitasnya harus dilakukan secara terpisah tanpa memperhatikan kredibilitas umum dari penulisnya." Kepercayaan seorang penulis dalam secara umum membentuk probablitias latar belakang untuk pertimbangan setiap pernyataannya, tapi setiap potong bukti yang diambil harus dinilai secara individu.

Tahapan

sunting

Metode sejarah telah digunakan sejak penulisan sejarah dilakukan secara ilmiah. Para sejarawan melakukan penulisan sejarah melalui prosedur kerja yang didasarkan pada peninggalan-peninggalan peristiwa masa lalu atau sumber-sumber sejarah. Metode sejarah diawali dengan mencari jejak-jejak masa lampau dan meneliti jejak-jejak tersebut secara kritis. Berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari jejak-jejak tersebut, dilakukan penggambaran tentang kejadian masa lampau lalu hasil-hasil rekonstruksi imijinatif tentang masa lampau dibentuk menjadi suatu imajinasi yang bersifat ilmiah.[5]

Persiapan

sunting

Metode sejarah diawali dengan persiapan yaitu memilih dan menentukan topik. Penentuan topik diawali dengan melakukan identifikasi masalah dan pemilihan dan pengumpulan sumber-sumber informasi. Tahap persiapan dilanjutkan ke kegiatan verifikasi dan validasi serta penyusunan secara teratur dan penulisannya.[6]

Heuristik

sunting

Heuristik merupakan kegiatan menemukan dan mengumpulkan sumber atau data atau pembuktian sejarah. Sumber sejarah yang dikumpulkan dapat dalam bentuk tertulis, lisan atau benda. Sumber tertulis ditemukan di berbagai tempat yang mengoleksi bahan tertulis, seperti perpustakaan dan arsip. Sumber lisan dapat diperoleh melalui wawancara dengan para pelaku sejarah, saksi sejarah atau orang yang memiliki masa hidup yang sama dengan para saksi. Sumber lisan dimanfaatkan untuk melengkapi sumber tertulis dan sebagai sumber utama untuk peristiwa-peristiwa yang tidak ditemukan sumber tertulisnya. Sedangkan sumber benda dapat ditemukan pada tempat yang mengoleksi benda seperti di museum dan di lapangan. Sumber informasi berbentuk benda dapat berupa gambar, foto-foto, denah, bangunan, pakaian, dan hasil rekaman audio visual. [7]

Kritik

sunting

Dalam metode sejarah, kritik merupakan keraguan atau kesangsian terhadap semua sumber sejarah yang sudah ditemukan dan dikumpulkan. Sejarawan menggunakan sikap kritis terhadap semua sumber tanpa ada pembedaan. Kritik tetap dilakukan meski sumber informasi sulit diperoleh, memerlukan waktu yang sangat lama untuk diperoleh maupun memerlukan biaya yang besar untuk diperoleh.[8]

Kritik bertujuan untuk meningkatkan mutu kebenaran sejarah. Dalam melakukan kritik, dilakukan berbagai macam teknik penelitian dan penggunaan ilmu-ilmu pendukung. Kritik dilakukan dengan keterbukaan terhadap ilmu sosial dan humaniora serta keterampilan khusus dalam berbagai cabang keilmuan sejarah. Konsep-konsep yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan digunakan dalam ilmu sejarah untuk menghasilkan kritik yang tepat. Sedangkan keahlian khusus diperlukan karena ilmu sejarah telah terbagi menjadi cabang-cabang keilmuan yang makin berkembang.[9]

Interpretasi

sunting

Tahap interpretasi dilakukan terhadap fakta dari sumber yang telah teruji. Proses interpretasi dilakukan dengan memberikan uraian dan menyatukan pernyataan. Penjelasan mengenai fakta-fakta sejarah diuraikan dengan menggunakan teori atau konsep-konsep ilmu sosial.[10] Tahap analisis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemahaman. Interpretasi dilakukan dengan mempertimbangkan masalah seleksi dan keahlian dalam mengorganisir atau mengelompokkan data. Selain itu, dilakukan penyusunan perencanaan jangka pendek sebagai langkah persiapan di dalam penulisan sejarah.[11]

Historiografi

sunting

Historiografi adalah proses membangun ulang penjelasan masa lampau dengan membentuk kisah secara imajinasi. Keruntutan kejadian sejarah dilakukan dengan penulisan dan penyusunan laporan berdasarkan serialisasi dalam bentuk kronologis, kausalitas dan imajinasi. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologi digunakan untuk membentuk pemikiran yang sistematis.[12] Dalam ilmu sejarah, perubahan sosial tidak dibedakan berdasarkan bidang keilmuan. Ilmu sejarah menerapkan penjelasan mengenai perubahan sosial dengan mengurutkan kronologi terjadinya peristiwa.[13]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Irwanto dan Syair 2014, hlm. 10.
  2. ^ Wilaela 2016, hlm. 23.
  3. ^ Gilbert J. Garraghan and Jean Delanglez A Guide to Historical Method p. 168
  4. ^ A Guide to Historical Method, p. 118
  5. ^ Irwanto dan Syair 2014, hlm. 11-12.
  6. ^ Irwanto dan Syair 2014, hlm. 11.
  7. ^ Wilaela 2016, hlm. 24.
  8. ^ Miftahuddin 2020, hlm. 22.
  9. ^ Miftahuddin 2020, hlm. 24.
  10. ^ Thohir, dkk. (2018). Historiografi dan Sejarah Islam Indonesia. Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 1–2. ISBN 978-602-51281-6-5. 
  11. ^ Wilaela 2016, hlm. 33.
  12. ^ Sudrajat, dkk. 2017, hlm. 152.
  13. ^ Sudrajat, dkk. 2017, hlm. 152-153.

Daftar pustaka

sunting

Bacaan lanjutan

sunting
  • Gilbert J. Garraghan, A Guide to Historical Method, Fordham University Press: New York (1946). ISBN 0-8371-7132-6
  • Louis Gottschalk, Understanding History: A Primer of Historical Method, Alfred A. Knopf: New York (1950). ISBN 0-394-30215-X.
  • Martha Howell and Walter Prevenier, From Reliable Sources: An Introduction to Historical Methods, Cornell University Press: Ithaca (2001). ISBN 0-8014-8560-6.
  • C. Behan McCullagh, Justifying Historical Descriptions, Cambridge University Press: New York (1984). ISBN 0-521-31830-0.
  • R. J. Shafer, A Guide to Historical Method, The Dorsey Press: Illinois (1974). ISBN 0-534-10825-3.

Pranala luar

sunting