Moeljatno
Prof. Dr. Mr. Moeljatno (10 Mei 1909 – 25 November 1971) adalah seorang jaksa dan dosen Indonesia. Dia berjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tanggal 24 Maret 1956 sampai 9 Januari 1957.
Moeljatno | |
---|---|
Menteri Kehakiman Indonesia ke-10 | |
Masa jabatan 24 Maret 1956 – 9 Januari 1957 | |
Presiden | Soekarno |
Perdana Menteri | Ali Sastroamidjojo |
Informasi pribadi | |
Lahir | 10 Mei 1909 Surakarta, Hindia Belanda |
Meninggal | 25 November 1971 | (umur 62)
Makam | Pemakaman Gadjah Mada, Yogyakarta |
Kewarganegaraan | Indonesia |
Partai politik | Partai Masyumi |
Suami/istri | Lamya Moeljatno |
Hubungan | Soekiman Wirjosandjojo (paman) |
Almamater | Rechtshoogeschool te Batavia |
Profesi | Jaksa, dosen hukum |
Sunting kotak info • L • B |
Riwayat hidup
suntingMoeljatno dilahirkan di Surakarta, Hindia Belanda pada tanggal 10 Mei 1909.[2] Putra sulung dari Wiryo Kartojo dan istrinya. Sebagai anak dia sangat rajin dan taat pada keluarga.[2] Dia menyelesaikan pelajaran dasarnya di EPS (Europeesche Lagere School) Boyolali, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1918.[1] Kemudian kembali ke Surakarta, di mana dia belajar di MULO (Middelbaar Uitgebreid Lager Ondewijs) (sederajat SMP) dan lulus pada tahun 1924.[1] Kemudian, Ia lulus juga dari AMS (Algemene Middlebaar School) Surakarta pada tahun 1927.[1] Selain pendidikan resminya, dia juga belajar agama Islam di bawah pengawasan pamannya, Soekiman Wirjosandjojo (yang kemudian menjadi Perdana Menteri dan politikus Partai Masyumi).[1]
Pendidikan Tinggi
suntingSehabis lulus dari AMS, Moeljatno berangkat ke Batavia untuk mengikuti kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (sekolah tinggi hukum yang kini menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia).[1] Setelah lulus pada tahun 1936, dia pindah lagi ke Yogyakarta dan bekerja untuk Kesultanan Yogyakarta.[1] Pada tahun 1939, Ia mendapatkan pekerjaan dengan Pengadilan Tinggi Agama hingga tahun 1942.[1] Setelah Jepang menduduki Indonesia, dia pindah kembali ke Jakarta untuk bekerja di kantor jaksa (Kensatukan Kooto Kensatu Kyoku).[3]
Pasca Kemerdekaan Indonesia
suntingSetelah Proklamasi pada tahun 1945, Moeljatno mulai bekerja sebagai jaksa tinggi.[3] Pada tahun 1946 dia bergabung dengan Menteri Kehakiman Soepomo dan beberapa staf Kementerian Kehakiman dalam merumuskan Undang-Undang No. 1 tahun 1946 yang menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdana di seluruh Republik Indonesia Serikat.[3] Tahun berikutnya, dia diangkat menjadi Jaksa Agung Muda di bawah Tirtawinata.[3] Dia kemudian dikirimkan kembali ke Yogyakarta, di mana dia diajak untuk bergabung dan mengajar di Universitas Gadjah Mada.[3] Ketika dia mengundurkan diri pada tahun 1952, dia mulai mengutamakan member kuliah.[3]
Menjadi Menteri
suntingPada tanggal 24 Maret 1956, Moeljatno ditetapkan sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II; penetapannya terpengaruhi oleh Partai Masyumi.[3] Namun, dia sering tidak sepandangan dengan Jaksa Agung pada saat itu, Soeprapto, mengenai kedudukan kejaksaan agung.[4]
Pada waktu itu, Kejaksaan Agung berada di bawah wewenang Kementerian Kehakiman, suatu keadaan yang sudah ada sejak zaman kolonial. Akan tetapi, Soeprapto percaya bahwa fungsi jaksa agung itu separuh eksekutif dan separuh yudikatif sehingga menuntut agar dia hanya bertanggung jawab pada kabinet.[4] Karena Moeljatno sering disalahkan untuk aksi jaksa, ia mendorong untuk menjaga status quo yang ada dengan menetapkan perundangan yang secara eksplicit menempatkan Jaksa Agung di bawah wewenang Menteri Kehakiman.[4] Setelah undang-undang tersebut dituangkan pada bulan Oktober 1956, Moeljatno ditantang berat oleh kepolisian dan kantor jaksa.[4] Moeljatno kemudian mengundurkan diri pada 9 Januari 1957[3] dan undang-undang tersebut ditarik setelah kabinet diganti pada tengah bulan Maret.[4]
Setelah Tidak Menjadi Menteri
suntingMoeljatno lalu kembali menjadi dosen dengan menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dari tahun 1957 sampai 1958. Ia berjabat sebagai dekan dua kali lagi di kemudian hari.[5]
Moeljatno meninggal pada tanggal 25 November 1971 dan dikebumikan di Taman Pemakaman Gadjah Mada di Yogyakarta di Sawitsari, Depok, Sleman.[1] Professor Haryono dari Universitas Gadjah Mada dan Prabuningrat, Rektor Universitas Islam Indonesia pada saat itu, memberi sambutan di pemakaman.[1]
Sampai sekarang penjelasan Moeljatno atas KUHP digunakan oleh mahasiswa hukum dan para praktisi.[5]
Kehidupan pribadi
suntingIa merupakan keponakan dari Soekiman Wirjosandjojo, salah satu Perdana Menteri di Indonesia. Moeljatno menikah dengan Prof. Lamya Moeljatno, sesama dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang pernah menjadi hakim dalam kasus Sum Kuning pada tahun 1970.[6][7]
Referensi
sunting- Footnotes
- ^ a b c d e f g h i j Bahari 2011, hlm. 41.
- ^ a b Bahari 2011, hlm. 40.
- ^ a b c d e f g h Bahari 2011, hlm. 42.
- ^ a b c d e Lev 2000, hlm. 92–93.
- ^ a b Bahari 2011, hlm. 43.
- ^ Faculty of Law 2011, FH UGM Kembali Berduka.
- ^ "Jenderal Pol Hoegeng Imam Santoso (II) (14 Oktober 1921-14 Juli 2004)". Republika Online. 2015-03-24. Diakses tanggal 2019-08-02.
- Bibliography
- Bahari, Adib (2011). Pendekar Hukum Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisis. ISBN 978-979-341-104-0.
- "FH UGM kembali berduka, Selamat Jalan Ibu Lamya Moeljatno". Faculty of Law, Gadjah Mada University. 4 December 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-16. Diakses tanggal 16 December 2011.
- Lev, Daniel (2000). Legal Evolution and Political Authority in Indonesia : Selected Essays. The London-Leiden series on law, administration and development (dalam bahasa Inggris). 4. Hague: Kluwer Law International. ISBN 978-90-411-1421-1.