Mojoluhur, Jaken, Pati
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Mojoluhur adalah desa di kecamatan Jaken, Pati, Jawa Tengah, Indonesia.
Mojoluhur | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Pati | ||||
Kecamatan | Jaken | ||||
Kode pos | 59184 | ||||
Kode Kemendagri | 33.18.06.2013 | ||||
|
Asal-usul
suntingDesa Mojoluhur merupakan desa yang baru mulai muncul sekitar tahun 60an. Sebelumnya, desa ini terbangun dari tiga perkampungan yang secara administratif menjadi dukuh. Ketiga kampung tersebut antara lain Blingi, Mojorowo, dan Gempoldhuwur. Ketiga kampung ini sebenarnya memiliki akar nenek moyang sama, yakni sama-sama berasal dari keturunan Leman Kojo (baca: Leman Koyo). Leman Kojo merupakan prajurit pilih tanding (pasukan khusus) dari keraton Yogyakarta yang pernah turut berjuang melawan Belanda pada masa perlawanan Diponegoro. Ketika Diponegoro tertangkap, sebagian besar pengikutnya bubar, tak terkecuali Leman Kojo. Dia kemudian memilih untuk menjadi lelaki biasa dengan memperistri anak selir Hamengku Buwono, yang dikenal dengan nama Khasanah. Leman Kojo-Khasanah kemudian memilih tinggal di kampung Blingi. Dia menjadi petani biasa dan hidup sebagaimana orang-orang pada umumnya. Keturunan Leman Kojo dengan persilangan dengan masyarakat kampung sekitar menghasilkan dua kampung pengembangan, yakni Mojorowo dan Gempoldhuwur. Makam Leman Kojo masih terjaga di makam keluarga di sebelah barat kampung Blingi.
Kondisi alam
suntingMojoluhur termasuk wilayah yang memiliki kondisi alam sangat beragam. Kampung Blingi dikenal sebagai kampung sulit air dengan jenis tanah putih bercampur lempung. Ketika tanah dikeruk sekitar sepuluh meter, tanah Blingi akan banyak ditemukan fosil-fosil biota laut. Sumur penduduk rata-rata tak mengeluarkan air, dan kalau mengeluarkan, airnya terasa asin. Kampung Mojorowo dikenal sebagai kampung yang banyak memanfaatkan lahan mereka sebagai tanah tegalan. Mojorowo termasuk wilayah yang tidak tidak begitu kesulitan air. Jenis tanah Kampung Mojorowo berwarna hitam bercampur tanah putih. Kondisi suhu udara juga cenderung lebih rendah dibandingkan suhu udara Kampung Blingi.Kampung Gempoldhuwur dikenal sebagai kampung yang gampang penuh sumber air. Ketika kemarau pajang melanda, penduduk dua dukuh lainnya, banyak memanfaatkan sumber-sumber yang berada di Gempoldhuwur. Tanah di Kampung Gempoldhuwur terdiri dari tanah hitam bercampur lempung merah.
SITUS ANIMISME-DINAMISME |||| Mojoluhur memiliki situs animisme-dinamisme yang berkaitan dengan berbagai macam mitos. Di sebelah barat Kampung Blingi terdapat dua sumur tua yang menjadi sumber air utama, yakni Sumur Bogo dan Sumur Brumbung. Dalam mitologi kampung, dua sumur tersebut merupakan perwujudan dari seekor ular raksasa. Sumur Brumbung merupakan simbol dari kepala ular, sedang Sumur Bogo sebagai simbol dari ekor ular. Situs animisme lain berada sekitar satu kilometer sebalah Selatan dari Kampung Blingi yang dikenal dengan nama Lemah Jabangbayi. Mitos yang berkembang, Lemah Jabangbayi merupakan semacam tanah gaib di areal pesawahan yang dipercaya dapat berubah seperti tanah gembur yang dapat menenggelamkan orang-orang yang “dikehendaki”. Mitos ini mirip dengan fenomena lumpur hidup. Situs animisme terdapat pula di sebelah Utara dari Kampung Mojorowo yakni adanya segitiga gaib antara Pohon Punden, Tanah Tegalan dan Kedung Sungai. Ketiga tempat tersebut dipercaya memiliki kekuatan gaib karena dihuni makhluk-makhluk halus yang dikendalikan langsung oleh danyang kampung. Danyang yang melindungi orang-orang disebut sebagai Baongan, yang berwujud anjing berkepala manusia. Setiap malam satu sura, Baongan dipercaya, akan berjalan dari Lemah Perengan di Selatan Kampung Gempoldhuwur menuju tempat tersebut.
Fenomena Petir
suntingAda fenomena alam yang menarik, di sekitar Desa Mojoluhur. Tanah di sebelah Utara kampung Mojorowo yang berhubungan langsung dengan Desa Kebonturi, merupakan tanah berbahaya ketika musim penghujan. Di areal tanah tersebut, dipercaya memiliki medan magnet cukup besar (belum pernah diteliti secara ilmiah) sehingga petir-petir selalu bebas menyambar. Fenomena petir telah terjadi sejak zaman lampau. Bila hujan lebat dengan petir besar menyambar, tidak sekali dua kali petir-petir itu dapat menyentuh langsung ke tanah atau pepohonan terdekat. Ketika petir menyambar, yang terdengar oleh telinga justru bukan gelegar yang sangat keras, melainkan suara seperti suara lecutan cemeti, terdengar cempreng dan kosong. Fenomena petir menjadi ancaman berbahaya yang selalu diwaspadai penduduk kampung. Fenomena alam ini juga telah banyak memakan korban. Sebagian besar korban merupakan orang-orang yang entah karena kurang tahu atau nekat, melintas di area tanah petir ketika lecutan-lecutan petir masih terdengar menggema di angkasa.
ADAKAH MINYAK? |||| Masyarakat Mojoluhur pada kisaran tahun 80an pernah dikejutkan oelh aktivitas eksplorasi Pertamina. Beberapa titik tanah di desa ini pernah disurvei tanpa diketahui bagaimana hasil surveinya. Masyarakat Mojoluhur hanya mendengar desas-desus bila di bawah permukaan tanah mereka, ada semacam cadangan minyak tetapi sangat minim sehingga bila dieksplorasi hanya mampu bertahan sekitar 10 tahun saja. Tidak ada yang tahu persis mengenai hasil survei yang dilakukan Pertamina. Akan tetapi, sisa dari survei itu masih dapat dilihat pada adanya pipa besi yang ditancapkan di area pesawahan yang di sebut cangkring. Kepercayaan adanya cadagan minyak makin menguat ketika Kampung Blingi mengalami fenomena sulit air dengan logika, minyak bertentangan dengan air. Dugaan adanya minya di Mojoluhur kembali mencuat pada satu dasawarsa terakhir ketika beberapa tim eksplorasi kembali melintas dengan membuat ledakan-ledakan kecil di beberapa titik perkampungan. Akan tetapi, lagi-lagi tim eksplorasi itu tidak pernah memberikan jawaban. Yang diketahui selanjutnya, dari proses eksplorasi itu, cadangan minyak lebih besar dari Blok Cepu kembali ditemukan.