Muhammad Murtadho Dimyathi

Ulama

Abuya, K.H. Muhammad Murtadho bin Dimyathi al-Bantani (bahasa Arab: محمد مرتضى بن دمياطي البنتني, translit. Muḥammad Murtaḍā bin Dimyāṭī al-Bantanī, pelafalan dalam bahasa Arab: [muħammad mur'tadˤaː bin dimjaːtˤiː al-bantaniː]; lahir 19 Januari 1958) atau yang lebih dikenal sebagai Abuya Murtadho adalah ulama Indonesia asal Banten. Ia merupakan ulama Banten berpengaruh yang ketokohannya kerap dijadikan acuan para politisi untuk berkunjung ke kediamannya, termasuk para tokoh partai politik, pihak kepolisian,[2] pihak petinggi lembaga, bahkan calon presiden dan wakil presiden.[3]

Abuya KH.

Muhammad Murtadho bin Abuya Dimyathi al-Bantani
Abuya Murtadho pada tahun 2021
GelarAbuya
Nama lainAbuya Murtadho
Informasi pribadi
Lahir
Muhammad Murtadho

19 Januari 1958 (umur 66)
AgamaIslam
KebangsaanIndonesia
Kota asalCadasari, Pandeglang, Banten, Indonesia
PasanganRatu Siti Fa'iqoh binti KH. TB. Hishni (Sukamandi-Kasemen-Serang-Banten)
Anak
Orang tua
ZamanZaman modern
DenominasiSunni
MazhabSyafi'i
KredoAsy'ariyah
Minat utama
TarekatSyadziliyah[1]
Dikenal sebagaiPengasuh Pondok Pesantren Roudotul Ulum Cidahu
Kerabat
InstitutPondok Pesantren Cidahu

Bersama kakak laki-lakinya Abuya Ahmad Muhtadi Dimyathi, Abuya Murtadho juga merupakan salah satu pengasuh di pesantren yang didirikan ayahnya, Pondok Pesantren Roudhotul Ulum Cidahu, Kabupaten Pandeglang.[4] Ayahnya, Abuya Muhammad Dimyathi, mendirikan pesantren di Cidahu pada tahun 1963 setelah melakukan rihlah keilmuan dan keagamaan dengan beberapa ulama di Pulau Jawa dan sekitarnya. Abuya Dimyathi kemudian meninggal dunia pada 3 Oktober 2003, sedangkan pengelolaan pesantren tersebut kemudian diserahkan kepada anak-anaknya, termasuk Murtadho.[5]

Biografi

sunting

Kehidupan awal

sunting
 
Abuya Dimyathi ca 1990an, ayah Murtadho

Murtadho lahir di Kampung Cidahu, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang dengan nama lahir Muhammad Murtadho. Murtadho lahir ketika ayahnya, Abuya Muhammad Dimyathi, sedang menempuh pendidikan keagamaan di Pondok Pesantren Bendo, Pare, Kabupaten Kediri pimpinan K.H. Khozin Al-Muhajir. Abuya Dimyathi berangkat ke Bendo pada tahun 1957, setahun sebelum Murtadho lahir. Sebelum berangkat, Abuya Dimyathi kemudian menitipkan nama Muhammad Murtadho kepada istrinya, Nyai Hj. Ashmah Jasir. Saat itu, istrinya sedang mengandung Murtadho selama 3–4 bulan.[6]

Nenek moyang keluarga Murtadho adalah etnis darah campuran antara orang Banten dan orang Arab Hadhrami dari keluarga bangsawan Kesultanan Banten. Ayahnya adalah seorang ulama berpengaruh di Banten yang mendirikan Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Cidahu, Kabupaten Pandeglang.[7]

Murtadho merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Ia juga mempunyai dua saudara tiri dari ibu yang lain, hasil pernikahan ayahnya dengan seorang wanita bernama Nyai Hj. Dalalah Nawawi dari Yogyakarta. Saudara-saudaranya adalah Ahmad Muhtadi Dimyathi, Abdul Aziz Fakhruddin, Ahmad Muntaqo, Musfiroh, dan Ahmad Muqatil. Sedangkan saudara tirinya bernama Qayyimah dan Ahmad Mujtaba.[8]

Pendidikan awal

sunting

Sama seperti saudara-saudaranya yang lain, Abuya Murtadho mendapat pendidikan dasar agama dari ibunya, Nyai Hj. Ashmah Jasir,[9] yang merupakan putri dari seorang ulama bernama Abuya K.H. Jasir Abdul Halim al-Bantani al-makki.[10]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Ummah 2017, hlm. 90.
  2. ^ "Kapolda Banten Sowan Sesepuh ke K.H. Abuya Murtado dalam rangka Rukun Ulama dan Umaro". Tribrata News. 2021-01-24. Diakses tanggal 2023-12-09. 
  3. ^ Anggrainy, Firda Cynthia (2023-12-03). "Usai Ziarah ke Makam Abuya Dimyathi, Prabowo Silaturahmi ke Abuya Murtadho". detiknews. Diakses tanggal 2023-12-09. 
  4. ^ Machmudi 2014, hlm. 341.
  5. ^ Rozi 2011, hlm. 178–79.
  6. ^ Rozi 2011, hlm. 173.
  7. ^ Dimyathi 2009, hlm. 1–6.
  8. ^ Rozi 2011, hlm. 157–58.
  9. ^ Dimyathi 2009, hlm. 174.
  10. ^ Rozi 2011, hlm. 190.

Bibliografi

sunting