Mullah (Bahasa Persia: ملا ) adalah salah satu gelar yang biasa diberikan kepada seorang ulama Islam. Gelar ini berasal dari kata bahasa Arab mawla atau maula, yang dapat berarti 'pemimpin' maupun 'pelindung'. Di sebagian besar wilayah di Iran, Turki, Asia Tengah dan anak benua India, adalah hal yang umum untuk memberikan gelar Mullah kepada pemuka agama atau pengurus masjid setempat.[1]

Lukisan para Mullah di hadapan seorang raja dinasti Safawi, Iran.

Dalam pemakaiannya di media massa, penyebutan gelar ini dapat mencerminkan penghormatan akan seseorang yang terpelajar di bidang agama. Namun, di sebagian media massa barat, penggunaan gelar ini cenderung mengesankan fanatisme kepada seseorang.[2]

Pelatihan dan kewajiban

sunting

Idealnya, seorang Mullah yang terdidik harus mempelajari tradisi Islam (hadis) dan hukum Islam (fiqih). Gambaran yang sering kali ditampilkan ialah sebagai penghafal Al-Qur’an. Penduduk desa yang kurang terdidik mungkin sering diklasifikasikan sebagai Muslim yang terpelajar, tetapi mereka tidak sepenuhnya dianggap sebagai "Mullah" atau pemimpin keagamaan. Mullah yang telah beberapa tingkat pelajaran memimpin peribadatan di masjid-masjid, menyampaikan khotbah, dan melaksanakan ritual keagamaan seperti kelahiran dan kematian. Mereka mengajar dalam sekolah berbasis Islam, yang dikenal sebagai madrasah..

Mullah secara rutin telah dilibatkan dalam politik, tetapi sekarang ini terlibat dalam kekuasaan yaitu semenjak kaum ulama Islam Syi’ah menguasai Iran sejak tahun 1979.

Penggunaan

sunting

Istilah Mullah sering dipakai pada pemimpin Syi’ah, sebagai tradisi Islam yang mendominasi di Iran. Namun istilah tersebut umum digunakan pula oleh masyarakat berbahasa Urdu, yang penggunaanya di seluruh Pakistan dan anak benua India adalah untuk setiap pemimpin Muslim, baik dari kalangan Sunni maupun Syi’ah. Pemimpin-pemimpin Muslim di Rusia juga dianggap sebagai Mullah, tanpa mempertimbangkan apakah mereka Sunni atau Syi’ah.

Istilah Mullah dahulu juga telah digunakan di antara orang Yahudi Persia, Yahudi Bukhara, Yahudi Afganistan, dan Yahudi Asia Tengah lainnya, untuk mengacu pada kepemimpinan kelompok keagamaan atau sekuler. Di Kaifeng, Tiongkok, sejarah Yahudi Tiongkok menyebutkan bahwa yang mengatur Sinagoge juga dipanggil "Mullah".

Selain di Arabia bagian timur yang telah lama memiliki tradisi Syi’ah dan minoritas Syi’ah yang berjumlah banyak, istilah tersebut jarang digunakan di daerah yang berbahasa Arab; di mana istilah padanannya yang dipakai adalah Syekh (yang berarti pemuka Islam yang terlatih), Imam (pemimpin peribadatan; agar tidak membingungkan dengan imam dari kalangan Syi’ah), atau 'Alim (ulama-ulama terdidik). Di kalangan Sunni, konsep pemimpin terbatas penggunaannya, yaitu sebagai pemimpin dalam sistem keagamaan yang relatif tidak terpusat.

Istilah Mullah secara rutin juga digunakan pada publikasi dalam bahasa Inggris, walaupun pemimpin Muslim Inggris jarang memanggil diri mereka sendiri dengan sebutan Mullah. Istilah ini diadopsi dari bahasa Urdu oleh pemerintah Inggris di India, sehingga penggunaannya menjadi umum. Terkadang istilah tersebut digunakan dalam bentuk sindiran atau lelucon, untuk menyebut orang-orang yang religius.

Sampai awal abad 20, istilah Mullah digunakan di sekolah-sekolah keagamaan Iran yang mengacu pada pemimpin tingkat rendah yang spesialis menceritakan kisah Asyura, dan bukan bagi para pengajar atau pengeluar fatwa.

Referensi

sunting
  1. ^ Roy, Oliver, 1996. Failure of Political Islam, Harvard University Press, hlm 28-29. ISBN 978-0674291416
  2. ^ Taheri, Amir, 1985. Spirit of Allah, Hutchinson, hlm 53. ISBN 978-0091603205