Multi Prima Sejahtera

perusahaan asal Indonesia

PT Multi Prima Sejahtera Tbk merupakan sebuah perusahaan publik yang berbasis di Lippo Village, Tangerang, Banten, Indonesia. Perusahaan yang merupakan lengan Lippo Group di bidang industri ini memiliki usaha utama manufaktur busi Champion di bawah lisensi Federal Mogul Ignition LLC, Amerika Serikat sejak 1982, ditambah memiliki sejumlah anak usaha lainnya. Busi tersebut diproduksi di pabrik yang berlokasi di Jl. Tlajung Udik No. 454, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, yang diproduksi dalam beberapa varian seperti RG6YC dan RA7YC.[1]

PT Multi Prima Sejahtera Tbk
Publik
Kode emitenIDX: LPIN
IndustriOtomotif, Investasi
Didirikan7 Januari 1982
Kantor
pusat
Tangerang, Indonesia
ProdukBusi Champion
Situs webwww.multiprimasejahtera.net

Manajemen sunting

  • Presiden Komisaris: Eddy Harsono Handoko
  • Komisaris Independen: Dicky Setiadi Moechtar
  • Komisaris: Jerry Goei
  • Presiden Direktur: Herry Senjaya
  • Direktur: Chrisologus RN Sinulingga
  • Direktur: Hery Soegiarto
  • Corporate Secretary: Rivaldi Yason Santoso

Kepemilikan sunting

Anak usaha sunting

  • PT Multi Usaha Wisesa
  • PT Champion Multi Usaha
    • PT Walsin Lippo Kabel (30%)
  • PT Metropolitan Sinar Indah
  • PT Cipta Selaras Maju Jaya
    • PT Cipta Global Internasional
    • PT Bintang Sinar Fortuna
      • PT Maxx Coffee Prima (11,57%)
  • PT Karya Indah Selaras Jaya[1]

Sejarah sunting

Perusahaan ini didirikan pada tanggal 7 Januari 1982 dengan nama PT Lippo Champion Glory dan berganti nama menjadi PT Champion Spark Plug Industries pada 21 September 1989.[3] Bisnis awalnya saat itu hanyalah produksi busi Champion, yang sudah dimulai sejak awal 1980-an.[4] Tidak lama kemudian, pada 21 Agustus 1990, namanya menjadi PT Lippo Industries, karena Lippo kemudian memperluas usahanya ke bidang lainnya, seperti elektronik. Perusahaan ini mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta pada 5 Februari 1990, dengan melepas 1,25 juta sahamnya dengan harga Rp 8.900/lembar.[5][6] Kode sahamnya adalah LPIN yang berasal dari singkatan Lippo Industries, yang masih dipertahankan sampai sekarang. Produksi businya sempat mencapai 5,4 juta unit/tahun dengan pangsa pasar 30%.[7] Pada tahun 1994, perusahaan ini memiliki keuntungan Rp 6,7 miliar,[8] sedangkan kepemilikannya sempat beberapa kali berubah, dari PT Dwi Parana Dinamika pada 1989[3] menjadi oleh PT Lippo Pacific Finance pada 1992.[9]

Pada era 1990-an, selain membuat busi, perusahaan ini berkembang dengan memiliki beberapa anak usaha, dengan kepemilikan beragam mulai dari 5%-100%. Ada PT Lippo TSK Indonesia (beroperasi 1980) yang memproduksi kabel-kabel suku cadang kendaraan dari logam, karet maupun plastik. Sedangkan PT Tjiparaj Permai Electricindo (beroperasi 1983) adalah perusahaan kerjasama dengan Mitsubishi Electronic Corporation (Mitsubishi Electric) dan bergerak di bidang produksi alternator dan starter kendaraan. Pada bidang elektronik konsumer, ada PT Lippo Melco Manufacturing dan PT Lippo Melco Electronic Indonesia, yang juga merupakan perusahaan kerjasama dengan Mitsubishi Electric. PT Lippo Melco Manufacturing sendiri bergerak dalam bidang manufaktur produk-produk elektronik, seperti pompa air, pesawat televisi, lemari es, dan pendingin udara dengan kapasitas produksi masing-masing 110.000, 25.000, 110.000 dan 40.000 unit/tahun pada akhir 1990-an. Selain itu, ada juga PT Lippo Multiusaha yang bergerak di bidang produksi PCB sejak 1984. Tidak hanya itu, juga ada PT Lippo Kyosha Indonesia (patungan bersama Kyosha, Mitsubishi dan perusahaan Jepang lainnya) yang dibentuk pada 1994 untuk memproduksi PCB, dan PT Walsin Lippo Industries (d/h PT Intai Industries) yang memproduksi kabel komputer.[10][11][12] Dalam perkembangannya, juga muncul PT Dai Hwa Industrial Indonesia yang memproduksi kotak untuk pengeras suara dan PT Hi-Lex Parts Company yang membuat komponen otomotif.[7] Kemudian, di Mei 1996, Lippo Industries berhasil menjalin kesepakatan dengan Kwang Yang Motor, Taiwan untuk memproduksi sepeda motor bermerek Kymco berkapasitas 50.000 unit/tahun.[13][6] Alasan dari Lippo terjun ke bisnis otomotif secara langsung adalah karena tren pasar dan pengalaman Kwang Yang, sehingga diharapkan bisa menciptakan "sepeda motor nasional".[14] Dengan cukup banyaknya anak usaha itu, Lippo Industries saat itu mengklaim hendak menjadi perusahaan investasi manufaktur utama di Indonesia.[11]

Pada tanggal 10 Juni 1997 nama perusahaan ini diganti menjadi PT Lippo Enterprises Tbk, dan kemudian pada 27 Juni 2001 menjadi namanya saat ini, yaitu PT Multi Prima Sejahtera Tbk.[15] Dalam perkembangannya, memasuki tahun 2000-an, perusahaan ini mulai mengalami penurunan, seperti disclaimer dari akuntan publik pada 2000 dan 2001,[16] dan sempat terancam delisting akibat terlambat menyampaikan laporan keuangan.[17] PT Multi Prima Sejahtera kemudian melepas cukup banyak anak usahanya diatas, sehingga pada tahun 2008 hanya memiliki 4 anak usaha.[18] Salah satu yang dilepas adalah PT Lippo Melco Autoparts (d/h PT Tjiparaj) yang dilepas 50% sahamnya pada 2007 akibat kalah saing.[19] Tidak hanya itu, bisnis sepeda motor bersama Kymco di PT Kymco Lippo Motor Indonesia juga harus dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Mei 2010.[20] Memasuki tahun tersebut, usaha manufaktur PT Multi Prima Sejahtera hanyalah di bidang busi dan anak usahanya, PT Walsin Lippo Industries.[21] Baru pada tahun 2014, Lippo Group mulai mendiversifikasi perusahaan ini di bidang lifestyle, dengan mendirikan PT Cinemaxx Global Pasifik yang bergerak di bidang bioskop dan PT Maxx Coffee Prima yang mempunyai kedai kopi.[22] Kepemilikan tersebut ada yang tidak lama, seperti Cinemaxx dilepas ke PT Citra Investama Andalan Terpadu pada 24 Desember 2014.[23] Saat ini, perusahaan ini masih memegang 11% saham Maxx Coffee Prima lewat anak usahanya, di samping tetap bergerak di bidang produksi busi.[1] Belakangan ini juga, sempat muncul kabar bahwa Multi Prima akan berinvestasi di perusahaan startup, dan dikabarkan akan dijadikan alat bagi backdoor listing sebuah startup yang belum diketahui namanya.[24]

Rujukan sunting

Pranala luar sunting