Mulusan, Paliyan, Gunungkidul
Mulusan adalah desa di Kapanewon Paliyan, Gunung kidul Daerah Istimewa Yogyakarta Desa ini terdiri dari 6 pedukuhan. Diantaranya
- Mulusan
- Karangmiri
- Kenteng
- Munthuk
- Watugilang A
- Watugilang B
Mulusan | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Daerah Istimewa Yogyakarta | ||||
Kabupaten | Gunungkidul | ||||
Kecamatan | Paliyan | ||||
Kode Kemendagri | 34.03.05.2006 | ||||
|
Desa Mulusan berbatasan dengan Desa Pampang di sebelah utara, Desa Sodo di sebelah timur, Kapanewon Saptosari di sebelah selatan dan Desa Karangasem di sebelah barat.
Penduduk Desa Mulusan 100 persen adalah muslim. Dulu ada penduduk yang non-muslim tapi akhirnya menjadi mualaf karena pengaruh dogma islam yang sangat kuat. Sehingga di setiap Dusun memiliki Masjid dan Mushola/Langgar. Di dusun Mulusan terdapat pondok pesantren, yaitu PP Al kholifah. Warga NU dan Muhammadiyah hidup berdampingan di desa ini, di mana warga NU banyak bermukim di dusun Muntuk,Kenteng,Karangmiri,dan sebagian di dusun Mulusan. Sementara Warga Muhammadiyah berada di Watugilang A dan B,serta sebagian di dusun Mulusan. Saat ini bonus demografi di desa Mulusan sangat banyak. Ada 1 pabrik di dusun Mulusan yang menyerap tenaga kerja cukup banyak. Pabrik ini berkonsentrasi membuat rambut palsu dari rambut jagung muda. Warga Mulusan mempunyai profesi yang beraneka ragam. Mulai dari petani (60%), ASN (12%), wirausahawan (15%), pedagang (10%), pengangguran terdidik (30%), dan profesi-profesi unpopuler yang jarang diketahui tetangga bahkan keluarganya sendiri. Data tersebut belum begitu valid mengingat banyak sekali warga yang profesi di KTP-nya berbeda dengan realita. Seperti contohnya ada yang di KTP sebagai pengusaha tapi ternyata di rumah hanya tidur-tiduran. Pembangunan di Desa Mulusan cukup baik saat di bawah kepemimpinan kades Supodo. Jalanan sangat baik dan bagus daripada tahun 90-an akhir atau 2000-an awal. Ini berkat kerja keras warga mulusan yang punya etos kerja “talk less do more” yang sangat mengedepankan gotong royong dan rasa handarbeni sehingga Mulusan menjadi desa yang baik dibanding konoha. Warga Mulusan sangat mengedepankan rasa solidaritas walaupun sebagian warganya suka salty-in tetangga. Bahkan di beberapa wilayah cukup bitter. Budaya ulem-ulem lisan untuk acara ewuh (hajatan) juga cukup membebani pemuda. Tapi budaya beban ini juga harus kita uri-uri agar nilai historisnya tidak luntur sehingga Mulusan bisa tetap down to earth. Dengar-dengar dalam waktu dekat juga akan dibangun tempat wisata di sekitar Goa Leng dengan sajian utama pertunjukkan air yang mengalir dari bawah tanah menuju ke dalam Goa yang di atasnya suka dipakai monyet liar nongkrong sambil mencuri singkong petani. Semoga blueprint dari proyek mega ini segera terealisasi agar bisa mengangkat perekonomian warga yang stagnan. Gomapsemnida