Museum Gereja Batak Karo Protestan
Museum Gereja Batak Karo Protestan (disingkat Museum GBKP) adalah museum yang terletak di kompleks Taman Jubelium 100 Tahun GBKP di Bandar Baru, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Museum GBKP didirikan sebagai bagian dari perayaan yubileum 100 tahun Gereja Batak Karo Protestan (GKBP) untuk melestarikan warisan dan dokumen sejarah masuk dan berkembangnya Kekristenan di tengah masyarakat Batak Karo.
Didirikan | 11 Agustus 2007 |
---|---|
Lokasi | Bandar Baru, Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara |
Peletakan batu pertama museum ini dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 1990, kemudian diresmikan pada tanggal 11 Agustus 2007 oleh Gubernur Sumatera Utara Rudolf Pardede.[1] Museum di tanah Karo ini mulai dibangun sejak tanggal 18 April 1890 dan selesai pada 18 April 1990. Tahun 2003, gedung museum diserahkan oleh pengurus pusat retret GBKP kepada kepala Biro Museum, Perpustakaan dan Kebudayaan Karo dan digunakan sebagai sarana penunjang berbagai kegiatan.[2]
Konsep pembangunan Museum GBKP muncul selama perencanaan perayaan 100 tahun GBKP, yang juga merayakan masuknya Injil ke tanah Karo pada 18 April 1890 hingga 18 April 1990. Museum ini dibangun untuk merawat bahan-bahan dan dokumen sejarah yang berkaitan dengan penyebaran agama Kristen di tengah masyarakat Karo.[3]
Museum GBKP berlokasi di Taman Jubelium 100 Tahun GBKP, di Bandar Baru, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, tempat di mana batu pertama diletakkan pada tanggal 30 Juli 1990, bersamaan dengan pembukaan Taman Jubelium tersebut. Museum ini menampilkan 143 koleksi yang meliputi berbagai bidang seperti etnografi, arkeologi, sejarah, filologi, dan keramik.
Peran museum dalam menyebarkan agama
suntingProses pendirian Gereja Batak Karo Protestan mengawali dengan pekabaran Injil pertama ke wilayah Karo, dianggap sebagai tindakan ilahi untuk menyampaikan pesan Keselamatan kepada penduduknya. Penyampaian Injil dibagi menjadi dua periode oleh Lembaga Penelitian dan Studi DGI.
Pertama, periode awal dari tahun 1890 hingga 1906, ditandai dengan penolakan keras oleh masyarakat Karo terhadap Belanda yang mereka anggap telah mengambil tanah untuk kepentingan perkebunan tembakau. Masyarakat Karo menunjukkan perlawanan dengan sabotase terhadap kegiatan perkebunan Belanda, termasuk membakar gudang penyimpanan tembakau. Untuk meredam ketegangan, Mr. J.T. Cremer dari Deli Mij mengumpulkan dana untuk menyebarkan agama Kristen di antara orang Karo, yang percaya bahwa upaya tersebut akan memperbaiki hubungan dan mengamankan perkebunan Cremer mengadakan kesepakatan dengan Nederlandsche Zending Genoothchac (NZG) di Belanda untuk mengirimkan para pengkhotbah Injil ke Deli.[4]
Pada tanggal 18 April 1890, Pdt. H.C. Kruyt dan Nicolas Pontoh, yang berasal dari Minahasa, tiba di Belawan untuk melakukan penginjilan terhadap masyarakat Karo. Kruyt dan Pontoh memilih desa Buluh Awar sebagai tempat pos pelayanan. Di Buluh Awar, mereka mulai mempelajari bahasa Karo dan adat istiadatnya. Dengan melakukan tindakan-tindakan baik, mereka berusaha menciptakan hubungan yang baik dengan masyarakat setempat.[4]
Pekabar Injil Pertama, berkomitmen untuk menyebarkan Injil di kalangan orang Karo. Para penginjil menghadapi berbagai kendala, termasuk ketidaksetujuan masyarakat Karo terhadap orang Belanda, kesulitan dalam berkomunikasi dalam bahasa Karo yang belum mereka kuasai, dan ancaman terhadap keselamatan.
Pada awal masa penginjilan, para penginjil memberikan layanan pendidikan umum di lima desa, dengan mendirikan satu pos pelayanan di setiap desa. Setiap sekolah dipimpin oleh seorang Guru Injil dari Minahasa dan bekerja sama dengan kepala desa setempat. Penyebaran pos pelayanan adalah sebagai berikut:
- Pdt H.C.Kruyt dan Nicolas Pontoh di desa Buluh Awar.
- Gr. Injil Benyamin Wenas di desa Salabulan.
- Gr. Injil Johan Pinontoan di desa Sibolangit.
- Gr. Injil Ricardo Tampenawas di desa Pernengenen.
- Gr. Injil Hendrik Pesik di desa Tanjung Baringin.[4]
Pengelolaan
suntingMuseum GBKP juga sebagai pelengkap sarana dan prasarana serta penataan benda-benda budaya Karo dan bahan-bahan dokumen sejarah GBKP dilaksanakan 31 Maret 2007. Pembukaan dan peresmiannya dilaksanakan pada 11 Agustus oleh Gubernur Sumatera Utara, Rudolf Pardede.
Koleksi
suntingMuseum GBKP memiliki 143 koleksi di antaranya etnografi, arkeologi, historis, filologi dan keramik.[5] Koleksi etnografi mencerminkan kehidupan masyarakat lokal, sementara artefak arkeologi memberikan wawasan tentang masa lalu. Museum ini memperlihatkan sejarah agama Kristen di tengah masyarakat Karo melalui koleksi sejarahnya, sementara koleksi filologi menyediakan sumber tentang bahasa dan tulisan kuno. Koleksi keramik juga menjadi bagian dari kekayaan museum ini sebagai pusat pengetahuan dan apresiasi terhadap warisan budaya.
Informasi detail
suntingAdapun waktu berkunjung setiap Senin, Selasa dan Rabu pukul 10.00-16.00. Tiket masuk museum sukarela. Museum GBKP dilengkapi ruang pameran tetap, ruang perpustakaan, ruang administrasi dan toilet. Jika berkunjung kemari, jarak tempuh dari Bandara Udara Polonia ke Museum 45 km, dari Pelabuhan Belawan 60 km, dari terminal Bus Amplas 45 km, dari Stasiun Kereta Api Medan 45 km. Museum Gereja Batak Karo beralamat di komplek Taman Jubelium GBKP, Jl. Jamin Ginting Km 45, Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Referensi
sunting- ^ "Museum GBKP". Dinas Kebudayaan & Pariwisata Provinsi Sumatera Utara. 22 Desember 2019. Diakses tanggal 5 Januari 2024.
- ^ Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan (2012). Album Budaya: Direktori Museum Indonesia (PDF). Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 647–648.
- ^ "Museum GBKP » Budaya Indonesia". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 2024-05-20.
- ^ a b c "oneclickgbkp". gbkp.or.id. Diakses tanggal 2024-05-20.
- ^ "Museum GBKP – Dinas Kebudayaan & Pariwisata Provinsi Sumatera Utara" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-05-20.