Nama Jawa adalah cara penamaan yang digunakan baik oleh orang Jawa maupun suku lain yang dipengaruhi oleh budaya dan bahasa Jawa, misalnya Tionghoa-Jawa. Banyak di antara mereka yang hanya memiliki satu nama (nama depan), tetapi ada pula yang memakai nama ayah mereka di belakang nama mereka (nama patronimik) ataupun yang menggunakan nama keluarga.

Nama Jawa umumnya berasal dari bahasa Jawa; banyak di antaranya yang diturunkan dari bahasa Sanskerta. Nama dengan awalan "Su-" dan "Wa-" banyak ditemui di antara pemilik nama Jawa. Selain diambil dari bahasa Jawa, nama Jawa juga dipengaruhi oleh nama Arab, terutama di antara penduduk yang memiliki tradisi Islam yang kuat, seperti di pesisir utara Jawa. Perpaduan budaya Islam dan Jawa juga menghasilkan nama-nama yang merupakan bentuk Jawa dari nama Arab, misalnya Slamet (dari salam), Sarip (dari sharif), Saliki (dari salihin), dll.

Jenis-jenis tradisi penamaan sunting

Nama tunggal sunting

Banyak orang Jawa yang hanya memiliki nama tunggal, misalnya presiden Indonesia pertama dan kedua, Soekarno dan Soeharto. Rakyat biasa banyak yang hanya memiliki nama tunggal, sedangkan orang-orang yang memiliki pangkat atau kedudukan di masyarakat biasanya menggunakan lebih dari satu nama. Walaupun demikian, jarang di antara pemilik nama Jawa yang menggunakan nama keluarga.

Karena pengaruh kebudayaan luar, banyak orang yang menambahkan nama kepada nama tunggal mereka. Contoh: Albertus Soegijopranoto, uskup Indonesia pertama, menggunakan nama baptis Albertus di depan nama tunggalnya, Soegijopranoto.

Nama muda dan nama tua sunting

Nama tua atau jeneng tuwa adalah nama yang diberikan ketika seseorang sudah menikah untuk menggantikan nama muda atau nama kecil pemberian orang tua. Seseorang akan mengganti namanya menjadi nama tua untuk menyambut jenjang kehidupan yang baru.[1][2] Beberapa contoh tokoh yang mempraktikkan penggantian nama ini adalah KRT Kusumabrata adalah nama tua yang diberikan oleh Sultan Hamengkubuwana X menggantikan nama muda pemberian orang tuanya, yakni Wahyuntono.[3]

Nama patronimik orang Jawa sunting

Nama patronimik adalah nama depan ayah yang digunakan oleh anaknya. Contohnya adalah nama presiden Indonesia ke-4, Abdurrahman Wahid, yang diturunkan dari Wahid Hasyim, ayahnya, yang diturunkan dari Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama. Demikian pula dengan nama presiden Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri, yang diturunkan dari nama ayahnya, Soekarno, presiden Indonesia yang pertama.

Walaupun orang Jawa menganut sistem patrilineal, tetapi bukan menjadi kebiasaan orang Jawa untuk menggunakan nama keluarga, kecuali keturunan orang Jawa di Suriname.

Lihat pula sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ "Ganti Jeneng Tuwo: Tradisi "Ganti Nama" sebelum Melepas Masa Lajang". Etnis - Warta Identitas Bangsa (dalam bahasa Inggris). 2021-02-28. Diakses tanggal 2022-09-10. 
  2. ^ Prasodjo, Darmawan (2021-03-03). Jokowi Mewujudkan Mimpi Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-602-06-3796-9. 
  3. ^ Artha, Arwan Tuti (2009). Pak Boed, ekonom yang sederhana. Galangpress Group. ISBN 978-602-95394-1-7. 

Referensi dan pranala luar sunting