Necator americanus
Necator americanus | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | Uncinariidae
|
Kelas: | Secernentea
|
Ordo: | Strongylida
|
Famili: | Uncinariidae
|
Genus: | Necator
|
Spesies: | N. americanus
|
Nama binomial | |
Necator americanus |
Necator americanus adalah salah satu dari dua spesies cacing tambang yang sering menginfeksi manusia yaitu, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale yang dapat menyebabkan penyakit Necatoriasis dan Ancylostomiasis yang menyerang usus.[1] Cacing ini termasuk golongan Soil-Transmitted Helminth (STH) yang menginfeksi manusia diantaranya adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis serta cacing tambang yaitu Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.[2]
Morfologi
suntingNecator americanus dewasa berbentuk silinder dengan ujung anterior melengkung tajam mendekati bagian dorsal. Cacing jantan memiliki panjang 7–9 mm dengan diameter 0,3 mm, sedangkan cacing betina memiliki panjang 9–11 mm dan diameter 0,4 mm. Pada rongga mulut Necator americanus, terdapat bentukan semilunar cutting plates. Pada ujung posterior cacing jantan terdapat bursa copulatrix dilengkapi sepasang spiculae. Pada ujung posterior cacing betina terdapat vulva dan bentuknya runcing.[3]
Siklus hidup
suntingTelur → larva rabditiform → larva filariform → menembus kulit → kapiler darah → jantung kanan → paru→ bronkus → trakea → laring → esofagus → usus halus
Telur dikeluarkan bersama tinja, lalu dalam waktu 1 sampai 2 hari telur akan berubah menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang basah dengan temperatur yang optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23-30 derajat celcius. Makanan Larva rabditiform adalah zat organik yang ada dalam tanah. Larva rabditiform membutuhkan waktu 5 sampai 8 hari untuk dapat membesar hingga dua kali lipat dan menjadi larva filariform. Larva filariform ini dapat bertahan diluar hingga 14 hari, jika larva ini dalam waktu 14 hari ini tidak menemukan host, maka larva itu akan mati. Bagi larva yang menemukan host, maka akan masuk kedalam tubuh host melalui pembuluh darah balik atau pembuluh darah limfa, hingga sampai ke jantung kanan. Dari jantung kanan menuju ke paru-paru, kemudian berlanjut dari alveoli ke bronkus, lalu ke trakea. Apabila host (manusia) tersedak maka larva akan masuk ke esofagus lalu ke usus halus.[4]
Gejala klinis
suntingGejala permulaan yang timbul setelah larva menembus kulit adalah timbulnya rasa gatal. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, menimbulkan rasa gatal hebat rasa dan dapat menyebabkan infeksi sekunder. Gejala ruam papuloentematosa berkembang menjadi vesikel. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya larva filariform yang menembus kulit (ground itch). Apabila larva bermigrasi ke paru-paru, akan menyebabkan pneumonia yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva tersebut.[5]
Epidemiologi
suntingCacing tambang terdapat di daerah tropika dan subtropika diantara 45° Lintang Utara dan 30° Lintang Selatan. Necator americanus tersebar diseparuh belahan bumi sebelah barat, Afrika Tengah dan Selatan, Asia selatan, Indonesia, Australia dan di Kepulauan Pasifik.[3]
Beberapa faktor yang menyebabkan infeksi Necator americanus ini adalah pembuangan tinja yang terkontaminasi di tempat umum seperti sungai dan tanah. Hal ini terjadi karena tanah merupakan medium yang baik. Kemudian, penyebaran cacing ini diakibatkan tidak menggunakan alas kaki saat keluar rumah. Selain itu bisa pula disebabkan oleh pemakaian pupuk dari kotoran manusia, di mana jika sayur saat diolah tidak dicuci bersih, akan menyebabkan masuknya telur cacing ini ke dalam tubuh.[6]
Pencegahan
suntingBeberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terinfeksi cacing ini, antara lain:[7]
- Selalu memakai alas kaki saat keluar rumah
- Mencuci tangan sebelum makan
- Menjaga kebersihan jamban
- Mencuci sayur dan buah hingga bersih sebelum dikonsumsi
- Memasak makanan hingga matang
- Sebaiknya tidak memupuk sayuran dengan tinja
Referensi
sunting- ^ Chow, Sek C.; Brown, Alan; Pritchard, David (2000-01). "The human hookworm pathogen Necator americanus induces apoptosis in T lymphocytes". Parasite Immunology. 22 (1): 29–37. doi:10.1046/j.1365-3024.2000.00271.x. ISSN 0141-9838.
- ^ Rahman, Abdul (2016). "Hubungan Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminth (STH) dengan Anemia". Diploma thesis: 1–2.
- ^ a b Zahriati, Fahrina (2017-12). "FLOTASI MENGGUNAKAN LARUTAN NaCl JENUH DAN ZnSO4 JENUH DENGAN VARIASI VOLUME TABUNG" (dalam bahasa Inggris). Universitas Muhammadiyah Semarang.
- ^ safitry, Nanda (2015). "Cacing tambang". FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG: 3–4.
- ^ A., Juni, Prianto L. (1994). Atlas parasitologi kedokteran. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. ISBN 979-605-064-1. OCLC 950517662.
- ^ Wijaya, Norra Hendarni (2021-05-07). "Edukasi Personal Hygiene dan Pengendalian Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang". Jurnal Peduli Masyarakat. 3 (1): 59–64. doi:10.37287/jpm.v3i1.420. ISSN 2721-9747.
- ^ Saputra, Fahril Rizal; Rai, Ida Bagus; Fikri, Zainal (2019-09-06). "Gambaran Tingkat Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminth (STH) Pada Pengrajin Gerabah Di Desa Banyumulek Lombok Barat". Jurnal Analis Medika Biosains (JAMBS). 6 (2): 116. doi:10.32807/jambs.v6i2.143. ISSN 2656-2456.