Kerajaan Negara Daha
' Kerajaan Negara Daha adalah salah satu kerajaan Hindu yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan. Ibukota Kerajaan Negara Daha berada di Nagara, Kecamatan Daha Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kekuasaan di Wilayah Kerajaan Negara Daha kemudian diambil alih oleh Kerajaan Banjar pada tanggal 24 September 1526.[1] Pada masa pemerintahan Kerajaan Negara Daha, semua keturunan rajanya bergelar Pangeran. setelah wilayah kerajaan ini menjadi kekuasaan dari Kerajaan Banjar, keturunan dari para penguasa Kerajaan Negara Daha memakai gelar Andin.[2]
Kerajaan Negara Daha | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1437–1526 | |||||||||
Ibu kota | Nagara, Hulu Sungai Selatan Bandar Muara Bahan, Barito Kuala (Bandar Perdagangan) | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Banjar Kuno | ||||||||
Agama | Siwa-Buddha Kaharingan Islam (minoritas) | ||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||
Maharaja | |||||||||
• ± 1437 | Sari Kaburangan | ||||||||
• ?-1520 | Pangeran Tumenggung | ||||||||
Sejarah | |||||||||
• Didirikan | 1437 | ||||||||
• Dibubarkan | 1526 | ||||||||
| |||||||||
Awal Pendirian
suntingSebelum terbentuknya kerajaan-kerajaan di Kalimantan Selatan, masyarakat masih berkelompok berdasarkan wilayah aliran sungai. Setelah itu, terbentuk sebuah kesatuan politik yang menggabungkan kelompok-kelompok tersebut menjadi sebuah kerajaan, yaitu Kerajaan Negara Dipa. Kerajaan ini kemudian berganti nama menjadi Negara Daha.[3]
Pemerintahan
suntingPada masa pemerintahan Kerajaan Negara Daha, pusat pemerintahan di daerah Kalimantan Selatan terletak di muhara hulak, Nagara.[4]
Kerajaaan Negara Daha juga memiliki bandar perdagangan di Muara Bahan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.[5]
Penduduk asli Kerajaan Negara Daha berasal dari Suku Banjar Masih.[6] Mereka menghuni wilayah hilir Sungai Barito dan Batang Banyu dan berbahasa Banjar. Selain itu, terdapat pendudukan dari Suku Banjar Kuala, Suku Banjar Pahuluan, dan Suku Dayak.[7]
Raja-raja
suntingPendiri sekaligus raja pertama dari Kerajaan Negara Daha adalah Sekarsungsang.[8] Ia diberi gelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Pusat pemerintahannya di Muara Hulak dan pelabuhannya di Muara Bahan. Wilayah kekuasaan Negara Daha adalah Sewa Agung, Bunyut, Karasikan, Balitung, Lawai, dan Kotawaringin. Raja terakhir Kerajaan Negara Daha adalah Raden Sukarama. Setelahnya Kerajaan Negara Daha oleh Raden Samudera. Anak Raden Sukarama yang bernama Pangeran Tumenggung menentang keputusan ayahnya dan mengangkat dirinya sendiri sebagai raja Kerajaan Negara Daha. Raden Samudera sebagai pewaris tahta akhirnya melarikan diri dan mendirikan kerajaan di wilayah Banjarmasin. Setelah itu ia meminta bantuan Kerajaan Demak untuk mengambil kembali kekuasaannya. Raden Samudera dapat mengambil kembali kekuasaannya sebagai raja di Kerajaan Daha dan mendirikan Kerajaan Banjar yang bercorak Islam.[9]
Keruntuhan
suntingRuntuhnya Kerajaan Negara Daha disebabkan terjadinya perselisihan di antara pewaris kerajaan dan berkembangnya agama Islam mulai di wilayahnya. Kerajaan Negara Daha akhirnya runtuh pada tahun 1526 dan menjadi bagian dari Kerajaan Banjar.[10] Bekas wilayah Kerajaan Negara Daha diberikan kepada Pangeran Tumenggung yang berpusat di wilayah di Batang Alai.[11] Setelah kerajaan Negara Daha runtuh, gelar kebangsawan dari keturunan raja diubah dari Pangeran menjadi Andin.[12]
Kehidupan Masyarakat
suntingKegiatan utama masyarakat Kerajaan Negara Daha adalah membuat kerajinan tangan dari bahan gerabah dan logam. Pusat kegiatan masyarakat berada di wilayah Tumbukan Banyu. Produk utama yang dibuat adalah genteng dan batu bata.[13]
Referensi
sunting- ^ Kurniawati, D., dan Mulyani, S. (2012). Daftar Nama Marga/Fam, Gelar Adat dan Gelar Kebangsawanan di Indonesia (PDF). Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. hlm. 57. ISBN 978-979-008-495-7. [pranala nonaktif permanen]
- ^ Kurniawati, D., dan Mulyani, S. (2012). Daftar Nama Marga/Fam, Gelar Adat dan Gelar Kebangsawanan di Indonesia (PDF). Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. hlm. 58. ISBN 978-979-008-495-7. [pranala nonaktif permanen]
- ^ Saifullah dan Dewi, S. F. (2018). Keberadaan Etnik atau Urang Banjar di Malaysia. Padang: Hayfa Press. hlm. 3. ISBN 978-602-8372-88-6.
- ^ Rozani; et al. (2016). Kelola Rakyat atas Ekosistem Rawa Gambut: Pelajaran Ragam Potret dan Argumen Tanding (PDF). Jakarta: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. hlm. 200.
- ^ Wajidi (2016). "Inskripsi Pernyataan Kematian pada Kompleks Makam Qadhi Jafri, Sosok Ulama dan Ahli Waris Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari". Amerta. 34 (1): 53.
- ^ Saifullah dan Dewi, S. F. (2018). Keberadaan Etnik atau Urang Banjar di Malaysia (PDF). Padang: Hayfa Press. hlm. 3–4. ISBN 978-602-8372-88-6.
- ^ Saifullah dan Dewi S. F. (2018). Keberadaan Etnik atau Urang Banjar di Malaysia (PDF). Padang: Hayfa Press. hlm. 4–5. ISBN 978-602-8372-88-6.
- ^ Takari; et al. (2008). Masyarakat Kesenian di Indonesia (PDF). Medan: Studia Kultura. hlm. 143. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-10-30. Diakses tanggal 2020-08-28.
- ^ Sunarningsih (2013). "Kerajaan Negara Daha di Tepian Sungai Negara, Kalimantan Selatan". Naditirawidya. 7 (2): 88. doi:10.24832/nw.v7i2.94.
- ^ Alimaturraiyah, Hariansyah, dan Wahab (2019). "Pemikiran Pendidikan Islam K. H. Muhammad Zaini Abidin Ghani (Studi Pendidikan Akhlak di Martapura, Kalimantan Selatan)". Insania. 24 (1): 86.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Sahriansyah (2015). Sejarah Kesultanan dan Budaya banjar (PDF). Banjarmasin: IAIN Antasari Press. hlm. 3.
- ^ Sahriansyah (2015). Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar (PDF). Banjarmasin: IAIN Antasari Press. hlm. 20.
- ^ Sunarningsih (2013). "Kerajaan Negara Daha di Tepian Sungai Negara, Kalimantan Selatan". Naditirawidya. 7 (2): 93. doi:10.24832/nw.v7i2.94.