Permainan Nosor Baku adalah suatu permainan tradisional yang cukup terkenal di kawasan Nusa Tenggara Timur. Nosor artinya meluncur, dan Baku ialah alat atau sarana yang dipakai dalam permainan, yaitu pelepah kelapa kelapa bagian pangkal. Di kawasan Nusa Tenggara Timur yang sangat kering terdiri dari pulau-pulau yang berbukit-bukit dengan kemiringan tanah yang cukup curam, sehingga cocok untuk melakukan permainan ini.[1] Untuk mengetahui permainan itu lebih lengkap penyajian dalam artikel ini terdiri atas medan atau tempat bermain, alat permainan, jumlah peserta, dan cara bermain,[2]

Medan permainan sunting

Permainan nosor baku menggunakan pelepah kelapa dan juga harus dimainkan di medan atau tempat berupa kawasan tanah dengan kemiringan 15 derajat atau lebih, bahkan tidak jarang ada kelompok anak-anak memilih medan permainan yang sangat menantang dengan kemiringan lereng bukit lebih dari 60 derajat.[2] Untuk para pemula yang baru mencoba memainkan permainan nosor baku biasa berlatih di medan yang tidak terjal dibandingkan dengan mereka yang sudah terbiasa dan lincah.[3]

Pada medan untuk meluncur terdapat banyak tumbuhan rerumputan serta tanaman perdu yang sangat membantu, karena menjadi tempat berpegang oleh para pemain. Sebab bila tidak berpegangan pada rerumputan serta pohon, peserta akan mudah terlempar atau terjungkal ke lereng bukit yang dapat mencederai pemain.[3]

Alat permainan sunting

Alat atau sarana yang dipakai dalam permainan nosor baku, yaitu baku atau pelepa kelapa bagian pangkal, biasanya yang sudah tua sehingga terlepas dan jatuh sendiri dari batang kelapa.[4] Pangkal kelapa itu dipotong sepanjang sepertiga bagian serta dibersihkkan dari daun-daunnya. Pangkal pelepah kelapa itulah yang menjadi alat peluncur membawa pengendali yang duduk menunggang di atasnya. Dengan medan yang cukup terjal dan dikendalikan oleh joki yang lincah, baku akan meluncur atau nosor sepanjang lereng bukit.[1]

Peserta permainan sunting

Permainan Nosor Baku atau meluncur menggunakan pelepah kelapa di lereng terjal cocok dimainkan oleh anak laki-laki dengan kisaran usia 10 hingga 14 tahun yang masih belajar di sekolah dasar (SD). Anak-anak wanita juga dapat bermain menggunakan pelepah kelapa, tetapi untuk mereka sebagian anak duduk di atas daun kelapa dan ada peserta yang bertugas menarik pelepah kelapa.[5]

Jumlah peserta tidak dibatasi karena merupakan permainan tunggal yang mengandalkan ketangkasan pribadi meluncur dengan pangkal pelepah kelapa. Setiap anak laki-laki boleh ikut dalam permainan nosor baku dengan membawa pelepah kelapa sendiri-sendiri. Mereka yang bermukim dekat di kawasan perkebunan kelapa tidak menjadi hambatan karena benda benda itu selalu banyak persedia.[1]

Cara bermain sunting

Setiap peserta membawa alat berupa pangkal pelepah kelapa ke titik awal peluncuran dan biasanya dari puncak bukit. Di sana mereka terlebih dahulu mengadakan pengundian untuk menentukan nomor urut dalam melakukan peluncuran. Peluncuran tidak dilakukan secara bersamaan untuk menghindari terjadinya benturan di antara para pemain. Setelah peserta pertama mencapai garis akhir yang biasa ada di dataran, peserta berikutnya melakukan peluncuran. Dalam permainan ini tidak ada sang juara dan juga tidak ada hadiah, melainkan hanya untuk mencapai kepuasaan dan kegembiraan bersama.[6]

Referensi sunting

  1. ^ a b c Rahmadi, Dedi (7 November 2018). "kemendikbud-gelar-festival-permainan-tradisional-bangun-karakter-moral-kinetik-anak". merdeka.com. Diakses tanggal 19/4/2019. 
  2. ^ a b Saddoen, Arifin (2019). "Permainan Tradisional". moondoggiesmusic.com. Diakses tanggal 19/4/2019. 
  3. ^ a b "Permainan Tradisional 3". tandapagar.com. 13 Januari 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-05. Diakses tanggal 19/4/2019. 
  4. ^ widiana, willa (22 November 2017). "Kelapa Pohon Kaya Manfaat". bobo.grid.id. Diakses tanggal 19/4/2019. 
  5. ^ Lesmana, Bella (23 September 2018). "manfaat-penting-ketika-si-kecil-bermain-di-luar-ruangan". popmama.com. Diakses tanggal 19/4/2019. 
  6. ^ Ing (27 Oktober 2018). "Disbud Kulon Progo gelar kompetisi nglarak blarak". jogja.tribunnews.com. Diakses tanggal 19/4/2019.