Oikumenisme

oikumenisme

Oikumenisme (kadang-kadang dieja oikoumenisme atau ekumenisme) berasal dari bahasa Yunani οἰκουμένη (bentuk partisip feminin dari kata kerja οἰκέω) yang berarti "daerah yang ditinggali" atau "dunia yang didiami". Dalam pengertiannya yang paling luas, oikumenisme berarti inisiatif keagamaan menuju keesaan di seluruh dunia. Tujuan yang lebih terbatas dari oikumenisme adalah peningkatan kerja sama dan saling pemahaman yang lebih baik dan harmonis antara kelompok-kelompok agama atau denominasi di dalam agama yang sama.

Kata ini digunakan terutama sekali dalam kaitan dengan (dan oleh) agama Kristen untuk merujuk pada gerakan menuju persatuan atau kesatuan denominasi Kristen yang terpecah-pecah karena doktrin, sejarah, dan praktik.

Keesaan Gereja

sunting

Pada awal abad ke-20, sejumlah pemimpin Gereja Kristen mulai menyadari bahwa perpecahan yang terjadi di dalam Gereja adalah sebuah masalah yang sangat besar. Sebelum meninggalkan murid-muridnya, Yesus sendiri pernah memperingatkan akan kemungkinan ini melalui doanya dalam Yohanes 17:20-21:

"Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."

Karena itulah muncul gerakan oikumenis yang tujuannya adalah menciptakan keesaan Gereja. Gerakan ini resminya dimulai oleh sekelompok pemimpin Gereja-gereja Protestan, khususnya di dunia Barat, yang kemudian terwujud dalam bentuk Dewan Gereja-gereja se-Dunia.

Dengan gerakan ini, diharapkan seluruh umat Kristen di dunia dapat bekerja sama dan saling mendukung.

Tiga pendekatan

sunting

Oikumenisme Kristen dapat digambarkan dalam tiga kelompok Gereja terbesar, yaitu Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Protestan. Gambaran ini memang merupakan simplifikasi dari kenyataan yang jauh lebih kompleks, namun setidak-tidaknya dapat membantu menjelaskan permasalahan yang dihadapi oleh gerakan ini.

Ortodoks Timur

sunting

Kekristenan bagi Ortodoks Kristen adalah "Gereja"; dan Gereja adalah Ortodoksi, tidak lebih dan tidak kurang. Karenanya, meskipun oikumenisme Ortodoks "terbuka bagi dialog, sekalipun dengan iblis", tujuannya adalah untuk mengembalikan semua non-Ortodoks menjadi Ortodoksi kembali. Salah satu cara untuk mengamati sikap Gereja Ortodoks terhadap non-Ortodoks adalah bagaimana mereka menerima anggota baru dari kepercayaan yang berbeda. Orang-orang bukan-Kristen, misalnya penganut Buddhis atau ateis, hanya mungkin diterima melalui baptisan dan krismasi (chrismation). Sementara, penganut Protestan dan Katolik Roma terkadang dapat diterima melalui krismasi saja, asalkan mereka sebelumnya telah menerima baptisan Trinitas. Kaum Protestan dan Katolik Roma juga kerap disebut sebagai "heterodoks", yang artinya "percaya akan hal yang lain", bukannya "heretik" ("memilih hal lain"), menyiratkan bahwa mereka menolak Gereja dengan tidak disengaja.

Katolik Roma

sunting

Sampai dengan diadakannya Konsili Vatikan II, hubungan antara gereja Katolik Roma dan tradisi-tradisi Kristen yang lain dapat dikatakan terputus. Pandangan tradisional gereja Katolik Roma adalah "tidak ada keselamatan di luar Gereja (Katolik)". Sesungguhnya, keyakinan inipun terjadi pada dua belah pihak. Akibatnya, sebelum Konsili ini, oikumenisme hanya dibedakan dari tingkat penginjilan (evangelization). Konsil Vatikan II memulai zaman baru untuk mengupayakan persatuan antara Roma dan tradisi-tradisi dogmatik yang lain. Inisiatif baru oikumenisme ini merangkul inklusivisme agamawi sebagai sejalan dengan tujuan utama oikumenisme Katolik, dan secara simultan menjauhkan diri dari pluralisme sebagai keadaan ideal persatuan Kristen. Dua dokukmen utama merangkum perspektif Katolik Roma terhadap oikumenisme:

Tujuan akhir tugas oikumenis Katolik yang diatur dalam dokumen-dokukmen ini tidak lain adlah komuni yang lengkap dan penuh kesadaran dari semua orang Kristen, atau sesungguhnya, seluruh umat manusia, dalam satu iman dan satu Gereja Kristen, dimulai dari konversi umat Katolik. Oikumenisme pada dasarnya adalah pembaharuan Katolik. Dalam pencapaian tujuan akhir ini, perlu diputarbalik pola kebencian pada masa lalu, dan menempatkan Gereja dalam pelayanan mereka yang dijauhkan darinya. Pelayanan ini tidak bisa ditujukan secara paradoks dengan penghancuran musuh-musuh melalui siasat penguasaan dengan penjunjungan palsu, melainkan harus dengan keinginan tulus untuk memberi manfaat kepada mereka yang dapat dipahami sedemikian tanpa harus membutuhkan musuh untuk berdamai dulu. Jadi, ada kompatibilitas paling tidak dalam prinsipnya, antara inklusivisme agamawi, dan tujuan akhir untuk persetujuan penuh dalam iman, selama prinsip inklusivisme yang dianut Gereja tidak bertentangan dengan kesetiaan panggilan mereka sendiri, melainkan perwujudan panggilan itu. Dengan demikian, oikumenisme Katolik menggambarkan dirinya sendiri sebagai upaya untuk memperbaiki konflik di dalam Gereja Katolik itu sendiri.[1]

Protestan

sunting
 
Beberapa Gereja Protestan di benua Amerika menggunakan bendera ini sebagai lambang keesaan Kristen.

Gerakan oikumenis kontemporer Protestan dimulai pada tahun 1910, dengan dibukanya Konferensi Misionaris Edinburgh pada 1910. Konferensi di Edinburgh ini dipimpin oleh tokoh awam Methodis, John R. Mott, dan menandai perhimpunan Protestan terbesar hingga saat itu. Tujuan konferensi ini dijelaskan sebagai upaya mengembangkan kerja sama lintas denominasi untuk mengadakan misi sedunia. Akhirnya, terbentuklah organisasi-organisasi formal, termasuk Dewan Gereja-gereja se-Dunia, Dewan Gereja-gereja Nasional, dan Gereja-gereja Menyatu di dalam Kristus. Kaum Protestan telah sering menjadi pemimpin dalam kelompok-kelompok ini dan yang sejenisnya.

Sejak saat itu, kaum Protestan telah terlibat dalam berbagai kelompok oikumenis, dan dalam kasus-kasus tertentu mengusahakan keesaan denominasional yang organis, dan dalam kasus-kasus lain hanya untuk pengembangan kerja sama saja. Karena luasnya spektrum denominasi dan perspektif Protestan, kadang-kadang kerja sama sulit tercapai.

Gereja-gereja bersatu dan menyatu

sunting

Karena dipengaruhi oleh gerakan oikumenis, "skandal perpecahan" dan perkembangan-perkembangan setempat, terbentuklah sejumlah gereja bersatu dan menyatu. Gereja-gereja yang menyatu menamai dirinya demikian, karena mereka merasa bahwa mereka masih berada dalam perjalanan menuju kesatuan, misalnya, Uniting Church of Australia.

Apabila kesatuan formal belum dimungkinkan, gereja-gereja yang mempunyai visi kesatuan ini dapat menempuh strategi saling mengakui dalam rentangan yang berbeda-beda. Di kalangan Dewan Gereja-gereja se-Dunia, misalnya dikenal dokumen Baptisan, Ekaristi dan Pelayanan (Baptism, Eucharist, and Ministry), yang berisi dokumen tentang saling pengakuan di antara gereja-gereja anggotanya. Di kalangan anggota-anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dikenal dokumen Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui (PSMSM) yang merupakan bagian dari Lima Dokumen Keesaan Gereja.

Kerja sama yang makin meningkat juga tampak di kalangan sejumlah denominasi yang bersama-sama menggunakan satu gedung gereja dalam kebaktian atau ibadah yang terpisah atau menyelenggarakan satu kebaktian dengan unsur-unsur dari berbagai tradisi.

Oikumenisme dan pluralisme antar-iman

sunting

Karena agama Kristen itu terdiri dari bermacam-macam aliran, maka kita menemukan pemahaman yang juga berbeda-beda tentang oikumenisme Kristen.

Gerakan lintas iman berusaha untuk menciptakan saling menghormati, toleransi, dan kerja sama di antara agama-agama besar di dunia. Dalam pengertian ini, oikumenisme dapat disebut sebagai pluralisme agama-agama, yang berbeda dengan oikumenisme di dalam satu agama itu sendiri.

Oikumenisme sebagai dialog lintas iman antarwakil berbagai agama, tidak dimaksudkan untuk mempersatukan para penganutnya ke dalam suatu kesatuan organis yang penuh satu sama lainnya, melainkan sekadar untuk meningkatkan hubungan yang lebih baik. Gerakan ini mempromosikan toleransi, saling menghargai, dan kerja sama, baik di antara denominasi-denomiasi Kristen, atau antara agama Kristen dengan agama-agama lainnya.

Alternatifnya, oikumenisme dapat bertujuan untuk mempertemukan semua orang yang mengaku beriman Kristen ke dalam suatu organisasi yang kelihatan, misalnya, melalui kesatuan dengan Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur. Oikumenisme dalam pengertian ini memusatkan perhatian pada masalah khusus yaitu hubungan antara denominasi-denominasi Kristen, yang mana Kekristenan secara dogmatis didefinisikan. Dewan Gereja-gereja se-Dunia memainkan peranan dalam gerakan oikumenis yang mempersatukan dan gerakan antar-iman.

Organisasi oikumenis

sunting

Kekeliruan mencampuradukkan oikumenisme dengan dialog lintas iman

sunting

Jika oikumenisme mengacu kepada kerjasama atau usaha-usaha menuju kesatuan antardenominasi Kristen, maka dialog lintas iman (dialog lintas agama) mengacu kepada peningkatan kesepahaman antara Kekristenan dengan agama-agama non-Kristen, misalnya agama Hindu dan agama Syinto.[2]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Union of Christendom - artikel pada Catholic Encyclopedia
  2. ^ "Ecumenism and Interfaith Dialogue" (dalam bahasa English). Roman Catholic Diocese of Wagga Wagga. Diakses tanggal 10 Mei 2023. 

Bibliografi

sunting
  • Hein, David. "The Episcopal Church and the Ecumenical Movement, 1937-1997: Presbyterians, Lutherans, and the Future." Anglican and Episcopal History 66 (1997): 4-29.

Pranala luar

sunting