Uccaihsrawa

(Dialihkan dari Oncersrawa)

Dalam mitologi Hindu, Uccaihsrawa (Dewanagari: उच्चैःश्रवा; ,IASTUccaiḥśravā, उच्चैःश्रवा) atau Ucaisrawas (Dewanagari: उछैश्रवास्; ,IASTUchaiśravās, उछैश्रवास्) adalah seekor kuda putih berkepala tujuh milik Dewa Indra, yang muncul saat pengadukan "lautan susu". Cerita tersebut muncul dalam kitab Adiparwa. Warna Uccaihsrawa menjadi bahan taruhan antara Winatā (ibu Garuda) dan Kadru (ibu para ular). Akhirnya, ekor kuda Uccaihsrawa menjadi hitam karena disemprot oleh bisa para naga.[1]

Ilustrasi kuda Uccaihsrawa.

George Harrison menggunakan kuda Ucaisrawas sebagai label musik Dark Horse Records. Konon Ucaisrawa berwarna seputih salju, dengan ekor hitam pekat.

Arti nama

sunting

Dalam bahasa Sanskerta, nama Uccaihsrawa secara harfiah berarti "ringkikan nyaring", atau dapat pula berarti "bertelinga panjang".[1]

Kuda utama

sunting

Dalam mitologi Hindu, kuda Uccaihsrawa dianggap sebagai kuda yang paling utama (istimewa) di antara segala jenis kuda.[2] Hal itu antara lain tersirat dalam sebuah sloka dari kitab Bhagawadgita (bab 10 sloka 27):

Sloka Arti
उच्चैःश्रवसमश्वानाम्
(Uccaiḥśravasam aśvānāṁ)
Di antara bangsa kuda,
Uccaihsrawa yang utama.

Mitologi

sunting
 
Lukisan India, menggambarkan Uccaihsrawa sebagai kuda berkepala tujuh, yang diperoleh dari peristiwa Samudramanthana.

Asal usul

sunting

Pada zaman Satyayuga, para dewa dan asura berunding untuk mendapatkan tirta amerta, yaitu minuman kekekalan.[3] Oleh saran Dewa Wisnu, para dewa dan raksasa pergi ke Ksirasagara ("lautan susu") untuk mencari tirta amerta. Cara mendapatkannya adalah dengan mengaduk Ksirasagara tersebut. Gunung Mandara dari Sangkadwipa dipakai sebagai tongkat pengaduk, sedangkan naga Wasuki melilit gunung tersebut agar gunung itu bisa diputar bersama-sama oleh para dewa dan raksasa. Setelah mengaduk setelah sekian lama, timbulah racun Halahala. Karena Dewa Siwa tanggap, maka semua racun tersebut diminum sehingga lehernya menjadi biru (Nilakhanta).[3]

Akhirnya, munculah makhluk beserta harta karun dari hasil pengadukan tersebut, yaitu permata Kastuba, Dewi Laksmi, gajah putih bernama Airawata, kuda putih yang bernama Uccaihsrawa, dan lain-lain.[4][5]

Ekor yang hitam

sunting

Berita mengenai kemunculan kuda Uccaihsrawa tersiar sampai ke telinga Dewi Winata dan Kadru, istri Resi Kasyapa. Dewi Kadru berkata bahwa kuda Uccaihsrawa berbulu putih namun berekor hitam, sedangkan Dewi Winata berkata bahwa kuda Uccaihsrawa berwarna putih belaka. Hal itu kemudian menjadi perdebatan, sehingga mereka bertaruh bahwa siapa yang salah harus menjadi budak yang menang. Lalu Dewi Kadru bercerita kepada anaknya yaitu para naga, bahwa ia bertaruh dengan Dewi Winata tentang warna kuda Uccaihsrawa. Saat ibunya berkata bahwa kuda itu berwarna putih dan berekor hitam, para naga kaget karena ibunya akan kalah sebab mereka melihat bahwa kuda itu berwarna putih saja, tidak berekor hitam.[3]

Dewi Kadru yang cemas lalu menyuruh anak-anaknya untuk menyembur ekor kuda Uccaihsrawa dengan bisa supaya berwarna hitam. Namun putera-puteranya menolak sebab perbuatan tersebut dinilai curang. Akhirnya Dewi Kadru mengutuk putera-puteranya agar mereka dan keturunannya mati pada saat upacara Sarpahoma (Sarpa Yajña) yang akan diselenggarakan oleh Maharaja Janamejaya. Tetapi para naga bersedia juga menciprati ekor kuda Uccaihsrawa dengan bisa supaya menjadi hitam. Keesokan harinya, Dewi Kadru dan Winata datang untuk menyaksikan warna kuda Uccaihsrawa. Berkat usaha para naga, Dewi Kadru memenangkan taruhan sehingga Dewi Winata diperbudak.[4]

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Doniger, Wendy (2004). Hindu Myths: A Sourcebook Translated from the Sanskrit (dalam bahasa Inggris). Penguin UK. ISBN 9780141903750. 
  2. ^ Radhakrishnan, S. (January 1977). "10.27". The Bhagavadgita. Blackie & Son (India) Ltd. hlm. 264. 
  3. ^ a b c Mani, Vettam (1975). Puranic Encyclopaedia: A Comprehensive Dictionary With Special Reference to the Epic and Puranic Literature. Delhi: Motilal Banarsidass. hlm. 800. ISBN 0-8426-0822-2. 
  4. ^ a b Beér, Robert (2004). The encyclopedia of Tibetan symbols and motifs. Serindia Publications, Inc. hlm. 65, 109. 
  5. ^ Horace Hayman Wilson (1840). "The Vishnu Purana: Book I: Chapter IX". Sacred Texts Archive. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 September 2006. Diakses tanggal 14 July 2010.