Orang Indonesia Perantauan

orang Indonesia yang tinggal di luar Indonesia

Orang Indonesia perantauan (Inggris: Overseas Indonesians; disebut juga Diaspora Indonesia) adalah orang-orang dengan keturunan Indonesia yang menetap di luar Indonesia. Istilah ini berlaku bagi orang-orang yang lahir di Indonesia dan berdarah Indonesia yang menjadi warga negara tetap di negara asing atau menetap sementara di negara asing.[28]

Diaspora Indonesia
Anggun C. Sasmi
Arief Budiman
Daniel Sahuleka
Giovanni van Bronckhorst
Najib Razak
Nadya Hutagalung
Paul Slamet Somohardjo
Radja Nainggolan
Rais Yatim
Rosmah Mansor
Ranomi Kromowidjojo
Ricky Yacobi
Sehat Sutardja
Shamsi Ali
Tania Gunadi
Zubir Said
Daerah dengan populasi signifikan
 Malaysiac. 8.000.000–10.000.000 (berasimilasi dengan Melayu Malaysia lokal, lebih dari separuh orang Melayu di Malaysia memiliki keturunan dari berbagai suku di Indonesia; lihat artikel Warga negara Malaysia keturunan Indonesia)[1][2][3][4][5] c. 3.500.000–5.300.000 (Warga negara Indonesia)[6][7][8]
 Belanda
  • 1.700.000 (2021)[9]
    (keturunan Indonesia)
  • 352.298 (2021)[10][11]
    (tidak termasuk kelahiran Belanda, hanya WNI)
 Arab Saudi1.000.000 (2019)[10][12]
(keturunan Indonesia)
 Singapura
 Afrika Selatan300.000 (berasimilasi dengan Melayu Tanjung lokal)[15][16]
 Taiwan300.000 (2020)[17]
 Hong Kong168.214 (2019)[10][18]
 Amerika Serikat142.000 (2020)[19]
 Uni Emirat Arab111.987 (2019)[10]
 Brunei Darussalam80.000 (2018)[20]
(hanya WNI)
 Suriname
 Jepang66.084 (2020)[23]
 Australia62.663 (2019)[10]
 Yordania46.586 (2019)[10]
 Korea Selatan42.000 (2019)[24]
 China38.000 (2020)[25]
(hanya WNI)
 Qatar37.669 (2019)[10]
 Kuwait28.954 (2020)[10]
 Jerman24.000 (2021)[26]
 Filipina13.503 (2019)[10]
(termasuk keturunan Indonesia)
 Suriah12.904 (2019)[10]
 Kirgizstan58 (2023)[27]
Bahasa
Indonesia (umumnya), Inggris, dan bahasa-bahasa daerah serta asing lainnya
Agama
Islam, Kekristenan (terutama Protestan dan Katolik), Hindu, Buddha, Konghucu, dan kepercayaan asli Indonesia
Kelompok etnik terkait
Pribumi-Indonesia, Melayu-Indonesia, Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia, India-Indonesia, Eropa-Indonesia

Sejarah sunting

Sejak zaman dahulu banyak orang yang berasal dari berbagai etnis yang ada di Indonesia (dulu disebut Nusantara) pergi meninggalkan kampung halamannya ke berbagai wilayah mencari kehidupan yang diharapkan lebih baik. Seperti etnis Aceh, Banjar, Bawean, Bugis, Jawa, Kerinci, Madura, Mandailing, Minangkabau, Palembang dan lainnya yang keturunannya berkembang biak di tanah Semenanjung Malaya, yang kemudian menjadi negara Malaysia dan Singapura.[29][30][31][32] Juga ada yang sampai ke Filipina, Thailand (Pattani), Kamboja, dan lainnya. Pada masa modern juga banyak warga negara Indonesia dari berbagai etnis yang pergi ke luar negeri sebagai profesional, akademisi, mahasiswa, atau tenaga kerja (dikenal dengan TKI). Sebagian besar dari mereka menetap di Malaysia, Timur Tengah, Amerika Serikat, Australia, dan lainnya.[33]

Latar belakang sunting

Diaspora Indonesia yang telah berlangsung dari abad ke-20 hingga sekarang dilatar-belakangi oleh berbagai faktor, di antaranya:

Kewarganegaraan ganda sunting

Dari sekitar 7 hingga 8 juta orang diaspora Indonesia dapat dibagi jadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang Indonesia yang karena berbagai alasan dan kondisi telah melepas status kewarganegaraan Indonesianya dan secara penuh menjadi warga negara asing. Kelompok lainnya yang berjumlah sekitar 4,6 juta merupakan warga Indonesia yang berkarier di luar negeri namun masih memegang status kewarganegaraan Indonesia.[36]

Banyak orang-orang Indonesia yang merantau masih memiliki kewarganegaraan Indonesia-nya, namun pemerintah Indonesia sampai saat ini belum mengeluarkan kebijakan tentang kewarganegaraan ganda. Sedangkan negara-negara lainnya, seperti India dan Filipina memberlakukan status kewarganegaraan ganda bagi para warganya yang berkarier di luar negeri, sehingga memberi manfaat besar bagi kedua negara tersebut. Menipisnya rasa nasionalisme kadang juga menjadi isu yang diapungkan terhadap kaum diaspora yang berstatus dwi-kewarganegaraan tersebut, yang mana hal ini sebenarnya tidaklah benar karena kebanyakan penduduk diaspora banyak yang berprestasi dan berpotensi mengharumkan nama Indonesia dalam kancah dunia internasional.[36]

Potensi besar kaum diaspora Indonesia yang tersebar di banyak negara terabaikan dalam tempo yang cukup lama. Baru pada bulan Juli 2012, atas gagasan Dino Patti Djalal ketika ia menjabat Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia diadakan Congress of Indonesian Diaspora (CID) di Los Angeles Convention Center. Kongres yang dihadiri lebih dari 2000 orang diaspora Indonesia dari lima benua tersebut menghasilkan "Deklarasi Diaspora Indonesia" yang salah satu kesepakatannya adalah membangun komunitas global diaspora Indonesia yang dinamai "Jaringan Diaspora Indonesia".[37]

Organisasi diaspora Indonesia sunting

Populasi diaspora Indonesia yang berkisar 7 hingga 8 juta orang masih kalah dibanding diaspora Tiongkok dan India yang masing-masing berjumlah 70 juta dan 60 juta orang. Jutaan orang diaspora Indonesia diwadahi oleh berbagai organisasi atau perkumpulan. Banyak di antara organisasi itu masih dibatasi oleh sekat-sekat, baik sekat suku, agama, maupun profesi.[34] Beberapa organisasi atau perkumpulan itu di antaranya:

  • Dewan Diaspora Indonesia yang diketuai oleh Sonita Lontoh.[35]
  • Indonesian Diaspora Business Council (IDBC) yang diketuai oleh Edward Wanandi.[38]
  • Indonesian Diaspora Network (Jaringan Diaspora Indonesia) yang dipimpin oleh Muhammad Al Arif. Organisasi ini merupakan organisasi diaspora Indonesia yang bersifat global.[36][34]
  • Indonesian Muslim Association in America (IMAAM)
  • MinangUSA Foundation yang dipimpin oleh Dutamardin Umar.[39]

Terdapat banyak organisasi lainnya yang bersifat lokal, seperti Rumah Minang, Paguyuban Pasundan, dan lainnya yang berlokasi di Washington DC yang dihuni sekitar 13 ribu orang diaspora Indonesia. Sedangkan di Los Angeles ada komunitas diaspora Indonesia dengan populasi sekitar 40 ribu orang.[36]

Tokoh terkenal sunting

Dari jutaan kaum diaspora Indonesia, beberapa di antaranya menggapai kesuksesan taraf internasional sehingga namanya dikenal di dunia. Beberapa nama, seperti Sehat Sutardja, CEO Marvell Technology Group, adalah salah satu orang Indonesia yang sukses di Amerika Serikat di bidang bisnis,[40] Sonita Lontoh, seorang teknokrat dan ekonom yang namanya harum sebagai pakar teknologi hijau dan merupakan eksekutif di sebuah perusahaan teknologi hijau cukup ternama di Silicon Valley, California,[35] Syamsi Ali, seorang pendakwah Islam yang amat dikenal di New York,[41] dan beberapa nama lainnya yang berkarier di berbagai bidang. Tidak asing juga nama Anggun Cipta Sasmi yang bermukim di Prancis sebagai salah satu penyanyi Internasional disamping menjadi Duta PBB, Adapun untuk pemain Holywood ada beberapa nama salah satunya adalah Tania Gunadi.

Penyebaran sunting

Amerika Serikat sunting

Di Amerika Serikat, sebagian besar orang Indonesia adalah mahasiswa dan profesional. Universitas Boston dan Universitas Harvard adalah dua perguruan tinggi yang menjadi tujuan utama pelajar Indonesia. Di Silicon Valley, California, terdapat banyak orang Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan teknologi seperti Cisco Systems, KLA Tencor, Google, Yahoo, Sun Microsystems, dan IBM. Pada bulan April 2011, Voice of America melaporkan bahwa semakin banyak pelajar Indonesia yang belajar di Amerika Serikat.[42]

Arab Saudi sunting

 
Para guru madrasah asal Indonesia di Mekkah, 1955.

Orang asal Indonesia telah banyak menetap di provinsi Hejaz, kawasan sepanjang pantai barat Arab Saudi. Di antara mereka adalah Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang berasal dari Minangkabau di Sumatra. Beliau dulu menjabat sebagai Imam dan ulama Mazhab Syafi'i di Masjidil Haram pada akhir abad ke-19 masehi.

Kini, banyak orang Indonesia di Arab Saudi adalah pekerja rumah tangga, dengan minoritas ada yang bekerja sebagai buruh imigran atau pelajar. Sebagian besar santri dari Indonesia juga banyak yang terus melanjutkan pendidikan mereka di Saudi, seperti di Universitas Islam Madinah dan Universitas Umm Al-Qura di Makkah. Sejumlah ekspatriat Indonesia di Arab Saudi bekerja di sektor diplomatik dan perusahaan swasta dan asing setempat, seperti di Saudi Aramco, perusahaan perbankan, Saudia Airlines, SABIC, Schlumberger, Halliburton, Indomie, dll. Sebagian besar orang Indonesia di Arab Saudi tinggal di Riyadh, Jeddah, dan Dammam.

Orang Saudi keturunan Indonesia sunting

Beberapa warga negara Saudi yang tinggal di Makkah dan Jeddah adalah keturunan Indonesia. Nenek moyang mereka datang dari Indonesia melalui laut pada akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 untuk tujuan ziarah, perdagangan, dan tujuan pendidikan agama. Banyak dari mereka tidak kembali ke tanah air mereka sehingga mereka memutuskan untuk tinggal di Saudi dan keturunan mereka telah menjadi warga negara Saudi sejak saat itu. Banyak dari mereka juga menikah dengan wanita Arab lokal dan tinggal secara permanen di Saudi. Keturunan mereka saat ini bisa dikenali dengan nama keluarga (marga) mereka yang namanya tersebut berasal dari suku/daerah leluhur mereka di Indonesia, seperti yang namanya berakhiran dengan: "Makassari" (Makkasar), "Banjari" (Banjar), "Batawi" (Betawi), "Falimbani" (Palembang), "Fadani" (Padang), "Bantani" (Banten), "Minangkabawi" (Minangkabau), "Bawayan" (Bawean), "Andunisi" (Indonesia), dan lain-lain. Jika orang Saudi memiliki akhiran nama seperti itu, maka sudah dipastikan mereka berdarah Indonesia. Salah satunya adalah Muhammad Saleh Benten, seorang politisi Saudi yang ditunjuk oleh Raja Salman sebagai Menteri Haji dan Umrah Saudi.[43]

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur menyatakan bahwa 50% penduduk Mekkah adalah keturunan Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena perdagangan antara kedua negara, sejak era kekhalifahan Rashidun dengan Nusantara di masa lalu.[44]

Australia sunting

Sebelum pelaut Belanda dan Inggris tiba di Australia, orang Indonesia dari Suku Makassar, Sulawesi Selatan telah menjelajahi pantai utara Australia. Setiap tahun, para pelaut Makassar berlayar ke Australia dengan menggunakan perahu pinisi, Padewakang, Patorani dll. Mereka menetap di Australia selama beberapa bulan untuk berdagang sebelum kembali ke Makassar pada musim kemarau. Aktivitas ini terus berlangsung sampai tahun 1907.[45]

Belanda sunting

Indonesia adalah bekas koloni Belanda. Pada awal abad ke-20, banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda. Sebagian besar dari mereka tinggal di Leiden dan aktif dalam Perhimpunan Indonesia. Selama Revolusi Nasional Indonesia, banyak penduduk Maluku yang bermigrasi ke Belanda. Kebanyakan dari mereka adalah mantan tentara KNIL.[46][47][48] Akibatnya, sekitar 12.500 orang Indonesia menetap di Belanda. Giovanni Van Bronckhorst, Denny Landzaat, Roy Makaay, Mia Audina, dan Daniel Sahuleka adalah orang-orang terkenal keturunan Indonesia di Belanda.

Jepang sunting

Sejak 2007, Pemerintah Jepang mencatat 30.620 penduduk resmi berkebangsaan Indonesia menetap di Jepang dan dan diperkirakan 4.947 lainnya tinggal di negara tersebut secara ilegal.[49][50]

Kirgizstan sunting

Menurut Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tashkent, terdapat 58 orang diaspora Indonesia di Kirgizstan pada tahun 2023. 13 diantaranya berprofesi sebagai pengajar.[27]

Malaysia sunting

Diperkirakan terdapat sekitar 2.500.000 warga negara Indonesia di Malaysia pada waktu tertentu, yang disebabkan oleh adanya migrasi yang konstan sejak zaman kuno dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi serta pengiriman tenaga kerja. Jumlah warga negara Malaysia yang berdarah Indonesia mungkin bisa sampai jutaan lebih.[33]

Qatar sunting

Terdapat sekitar 39.000 warga negara Indonesia di Qatar menurut Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara tersebut.[51]

Singapura sunting

Menurut Kedutaan Besar Indonesia di Singapura, pada 2010 terdapat 180.000 warga negara Indonesia di Singapura. Sebanyak 80.000 orang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, 10.000 sebagai pelaut, dan sisanya adalah mahasiswa atau kalangan profesional.[52]

Suriname sunting

Orang Indonesia, terutama orang Jawa, berjumlah sekitar 15% dari populasi Suriname. Pada abad ke-19, Belanda mengirimkan orang Jawa ke Suriname sebagai pekerja kontrak di perkebunan. Orang keturunan Indonesia yang paling terkenal di Suriname salah satunya adalah Paul Somohardjo, juru bicara Majelis Nasional Suriname.[53][54]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

Catatan kaki
  1. ^ "Malaysia, Negeri Perantau Indonesia". 
  2. ^ Wahyu Dwi Anggoro (20 August 2013). "Mayoritas Melayu Malaysia Keturunan Indonesia". Okezone. 
  3. ^ "Migrasi dan Perkawinan Politik Menghubungkan Melayu dan Nusantara". 
  4. ^ "History of Javanese Migration to Malaysia" (dalam bahasa Indonesian). Kompas. 5 August 2022. Diakses tanggal 3 December 2022. 
  5. ^ "The Javanese connection in Malaysia". MalaysiaKini. 21 November 2021. Diakses tanggal 20 September 2022. 
  6. ^ termasuk imigran illegal
  7. ^ Purnomo, Indra. "Tersebar di Berbagai Negara, Pekerja Migran asal RI Capai 9 Juta Orang". idxchannel.com. Diakses tanggal 2022-02-26. 
  8. ^ "5,3 Juta PMI Ilegal Diperkirakan Bekerja di Malaysia hingga Timur Tengah". merdeka.com. 2021-05-14. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  9. ^ "Diaspora Indonesia di Belanda Semangat "Bangun Negeri via Investasi"". Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  10. ^ a b c d e f g h i j Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama WNI di Luar Negeri
  11. ^ "KBRI Den Haag Dorong WNI Gali Peluang Bisnis Kuliner di Belanda". medcom.id. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  12. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama JUMLAH TKI MENURUT NEGARA PENEMPATAN
  13. ^ Milner, Anthony (2011). "Chapter 7, Multiple forms of 'Malayness'". The Malays. John Wiley & Sons. hlm. 197. ISBN 978-0-7748-1333-4. Diakses tanggal 17 February 2013. 
  14. ^ "Pemerintah Dorong Diaspora Indonesia Turut Aktif Membangun Negeri". setneg.go.id. 
  15. ^ Vahed, Goolam (13 April 2016). "The Cape Malay:The Quest for 'Malay' Identity in Apartheid South Africa". South African History Online. Diakses tanggal 29 November 2016. 
  16. ^ "Malay, Cape in South Africa". Diakses tanggal 2022-03-21. 
  17. ^ "KDEI Taipei - Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia". www.kdei-taipei.org. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  18. ^ Jumlah WNI di Hongkong mencapai lebih dari 170 ribu dimana 160 ribu orang merupakan PMI
  19. ^ "Pastikan Keselamatan Dan Keamanan Para Wni Perwakilan Indonesia Di Amerika Serikat Rangkul Tokoh Tokoh Masyarakat | Portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia". kemlu.go.id. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  20. ^ "Bertemu Sultan Brunei, Jokowi Akan Bahas Perlindungan WNI". kumparan. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  21. ^ "Indonesia Suriname To Enhance Economic And Socio Cultural Cooperation | Portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia". kemlu.go.id. Diakses tanggal 2022-02-27. 
  22. ^ "Profil Negara Suriname". Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia. Diakses tanggal 2022-02-27. 
  23. ^ "Gempa Di Jepang Tidak Terdapat Korban Wni | Portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia". kemlu.go.id. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  24. ^ "42 Ribu Orang WNI di Korea Selatan | Databoks". databoks.katadata.co.id. 2020-02-28. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  25. ^ antaranews.com (2020-02-03). "Menaker pastikan belum ada TKI di China terjangkit virus corona". Antara News. Diakses tanggal 2022-02-26. 
  26. ^ "Uang Kuliah Gratis Ayo Kuliah Di Jerman Saja - | KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA". Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  27. ^ a b Jingga, Rangga Pandu Asmara (2023-06-13). "Wapres serap aspirasi diaspora Indonesia di Uzbekistan dan Kyrgyzstan". www.antaranews.com. Antara News. Diakses tanggal 2024-01-26. 
  28. ^ "RI diaspora expected to boost economy" The Jakarta Post, 20 Agustus 2013. Diakses 21 November 2015.
  29. ^ Abdul Rashid, Faridah (2012). Research on the Early Malay Doctors 1900-1957 Malaya and (dalam bahasa Inggris). Malaysia. hlm. 80. 
  30. ^ Bahrin, Tunku Shamsul (1964). The Pattern of Indonesian Migration and Settlement in Malaya (PDF) (dalam bahasa Inggris). Malaysia. hlm. 233. 
  31. ^ Zainul Abidin bin Rasheed (2016). Majulah!: 50 Years of Malay/Muslim Community in Singapore (dalam bahasa Inggris). Singapore: World Scientific. hlm. 525. ISBN 9789814759885.  ISBN 9814759880
  32. ^ "How the Banjar people of Borneo became ancestors of the Malagasy and Comorian people". theconversation. Diakses tanggal 29 September 2019. 
  33. ^ a b Lin Mei (Agustus 2006). "Indonesian Labor Migrants in Malaysia: A Study from China" (PDF). Institute of China Studies. Universitas Malaya. hlm. 3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-08-03. Diakses tanggal 19 Januari 2015. 
  34. ^ a b c "Kongres Diaspora Indonesia Digelar 12-14 Agustus" CNN Indonesia, 07 Agustus 2015. Diakses 22 November 2015.
  35. ^ a b c "Sonita Lontoh, Ahli Energi dari Silicon Valley" Diarsipkan 2015-11-19 di Wayback Machine. Nova, 27 Mei 2014. Diakses 21 November 2015.
  36. ^ a b c d "Presiden Indonesian Diaspora Network: Diaspora Tuntut Kewarganegaraan Ganda" Detik, 19 Agustus 2015. Diakses 22 November 2015.
  37. ^ "Dino Pati Djalal: “Mereka Punya Kekuatan Besar dan Luar Biasa”" SWA, 29 Agustus 2012. Diakses 24 November 2015.
  38. ^ "Rangkul Warga Diaspora Indonesia, Kemenlu Segera Terbitkan Kartu Diaspora" Kompas, 12 Agustus 2015. Diakses 22 November 2015.
  39. ^ "Board of Trustees" Diarsipkan 2015-11-20 di Wayback Machine. MinangUSA Foundation. Diakses 22 November 2015.
  40. ^ "Sehat Sutardja dalam Peta Dunia" Kompas, 19 Juni 2011. Diakses 22 November 2015.
  41. ^ "Ustad Indonesia Orang Berpengaruh di New York" Tempo, 16 April 2013. Diakses 22 November 2015.
  42. ^ "A Push to Get More Indonesians to Study in US" VOA, 13 April 2011. Diakses 21 November 2015.
  43. ^ Mohammed Saleh Benten, Menteri Arab Saudi Keturunan Banten. Ini Profilnya (dalam bahasa Indonesian), Nusantarakini.com, diakses tanggal 23 September 2019 
  44. ^ Mantan Dubes RI: 50 Persen Penduduk Makkah Keturunan Indonesia, Republika.co.id, diakses tanggal 23 September 2019 
  45. ^ Macknight, C. C. (Charles Campbell) (1976). The voyage to Marege : Macassan trepangers in northern Australia. Carlton: Melbourne University Press. ISBN 0-522-84088-4. OCLC 2706850. 
  46. ^ van Amersfoort, H. (1982). "Immigration and the formation of minority groups: the Dutch experience 1945-1975". Cambridge University Press. 
  47. ^ Sjaardema, H. (1946). "One View on the Position of the Eurasian in Indonesian Society". The Journal of Asian Studies. 5 (2): 172–175. doi:10.2307/2049742. JSTOR 2049742. 
  48. ^ Bosma, U. (2012). Post-colonial Immigrants and Identity Formations in the Netherlands. Amsterdam University Press. hlm. 198. 
  49. ^ Sakurai 2003: 33
  50. ^ Sakurai 2003: 41
  51. ^ Snoj, Jure (18 Desember 2013). "Population of Qatar". Bqdoha.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Desember 2013. 
  52. ^ "Department of Malay Studies - National University of Singapore". Fas.nus.edu.sg. Diakses tanggal 28 Agustus 2016. 
  53. ^ "English Not On Menu For Wednesday's Press Briefing" Bernama, 22 September 2005. Diakses 21 November 2015.
  54. ^ "Population in Brief 2015" (PDF). Singapore Government. September 2015. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-09-12. Diakses tanggal 23 Januari 2018. 
Daftar pustaka
Bacaan lebih lanjut

Pranala luar sunting