Oreng
Filtrum (bahasa Latin: philtrum, bahasa Yunani: φίλτρον philtron), atau oreng[2], disebut juga alur bibir ataupun alur hidung, adalah lekukan vertikal di bagian tengah bibir atas, umum terdapat pada banyak mamalia, yang memanjang dari bawah hidung hingga ke bibir atas. Bersama kelenjar rhinarium dan lubang hidung (nostril), filtrum diyakini sebagai kondisi primitif bagi mamalia secara umum.[3]
Filtrum | |
---|---|
Rincian | |
Pendahulu | nasomedial[1] |
Pengidentifikasi | |
TA98 | A05.1.01.007 |
TA2 | 222 |
FMA | 59819 |
Daftar istilah anatomi |
Fungsi
suntingFiltrum pada kebanyakan mamalia adalah alur sempit yang mampu membawa uap air dari mulut ke rhinarium atau bantalan hidung melalui kapiler untuk menjaga hidung agar tetap basah. Bantalan hidung yang basah mampu memerangkap partikel bau dengan lebih baik dibandingkan jika dalam kondisi kering, sehingga membantu dalam meningkatkan fungsi penciuman. Pada manusia dan kebanyakan primata, filtrum terletak memanjang di antara hidung dan bibir atas.[4]
Perkembangan
suntingPada manusia, filtrum terbentuk di tempat proses nasomedial dan maksilari bertemu saat berlangsungnya perkembangan embrionik (bahasa sehari-hari dikenal sebagai garis hulse). Jika proses ini gagal, maka akan terbentuk bibir sumbing (kadang disebut "bibir kelinci"). Filtrum yang bentuknya rata dan halus bisa jadi merupakan gejala sindrom alkohol fetal atau sindrom Prader–Willi.[5]
Filtrum manusia adalah bagian integral fisiognomi atau membaca karakter dan nasib melalui interpretasi dan studi tentang wajah seseorang. Bagi manusia dan sebagian besar primata, filtrum hanyalah sebatas ‘vestigial depresi medial’ antara hidung dan bibir atas. Filtrum manusia dibatasi oleh dua "lereng", juga dikenal dengan ‘depresi infranasal’, namun tidak memiliki fungsi yang jelas. Hal itu mungkin karena primata yang lebih tinggi kebanyakan lebih mengandalkan visi ketimbang bau dan tidak perlu lagi bantalan hidung yang basah atau filtrum untuk menjaga agar bantalan hidung tetap basah. Meski demikian, primata seperti lemur masih menggunakan filtrum dan rinarium sebagai pembantu penciuman, tidak seperti monyet dan kera.
Variasi
suntingStudi terhadap anak lelaki yang didiagnosis mengalami gangguan spektrum autisme menemukan bahwa lebar filtrum yang lebih luas daripada filtrum rata-rata adalah salah satu ciri kelainan fisik yang berhubungan dengan autisme.[6]
Dalam budaya
suntingDalam mitologi Yahudi, Lailah, Malaikat Kesuburan, menyihir bibir atas bayi sebelum kelahirannya agar bayi tersebut kelak tidak melupakan Taurat.[7] Beberapa pihak menduga ini adalah asal dari filtrum, meskipun tidak memiliki dasar dalam teks tradisional Yahudi.[8]
Di Filipina, dikatakan bahwa orang yang tidak memiliki filtrum adalah enkantado, peri langsing yang berpenampilan cantik dan tinggi.
Di Minangkabau, dikenal cindaku, yakni makhluk mitologis berwujud manusia yang dapat menjadi harimau. Di antara ciri-cirinya yakni tidak memiliki filtrum.[9]
Lihat juga
sunting- Artikel ini menggunakan terminologi anatomi, untuk pembahasan keseluruhan, lihat terminologi anatomi.
- Busur kupid
- Segmen intermaksilari
- Mulut
- Kumis sikat gigi (kumis filtrum)
Referensi
sunting- ^ Templat:EmbryologyUNC
- ^ Pramisti, Nurul Qomariyah. "Menyelamatkan Bahasa Agar Tak Punah". tirto.id. Diakses tanggal 2021-10-26.
- ^ "Orders PRIMATES & SCANDENTIA". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-23. Diakses tanggal 2014-12-28.
- ^ Philip Hershkovitz,Living New World monkeys (Platyrrhini): with an introduction to Primates, University of Chicago Press, 1977, Vol. I, p. 16
- ^ "FAS Clinical". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-01. Diakses tanggal 2014-12-28.
- ^ Aldridge, Kristina; George, Ian D.; Cole, Kimberly K.; Austin, Jordan R.; Takahashi, T. Nicole; Duan, Ye; Miles, Judith H. (2011). "Facial phenotypes in subgroups of pre-pubertal boys with autism spectrum disorders are correlated with clinical phenotypes". Molecular Autism 2 (15). doi:10.1186/2040-2392-2-15.
- ^ Gabriel's Palace: Jewish Mystical Tales, p57
- ^ Babylonian Talmud; Niddah 30b
- ^ Hamka (2020-04-24). Kenang-Kenangan Hidup (dalam bahasa Melayu). Gema Insani. ISBN 978-602-250-743-7.