Petrus Kanisius Ojong
Petrus Kanisius Ojong atau Auw Jong Peng-Koen atau P.K. Ojong (25 Juli 1920 – 31 Mei 1980) adalah wartawan, guru, dan pengusaha yang dikenal sebagai salah satu pendiri Kelompok Kompas Gramedia (bersama Jakob Oetama). Ojong menjadi jurnalis sejak usia 25 tahun dan dikenal sebagai pemimpin mingguan populer pada zamannya, Star Weekly.
Petrus Kanisius Ojong 歐陽 炳坤 | |
---|---|
Lahir | Auw Jong Peng-Koen 25 Juli 1920 Bukittinggi, Sumatera Barat, Hindia Belanda |
Meninggal | 31 Mei 1980 Jakarta, Indonesia | (umur 59)
Almamater | Fakultas Hukum Universitas Indonesia |
Pekerjaan | |
Tahun aktif | 1963—1980 |
Dikenal atas | Pendiri Kompas Gramedia |
Partai politik | Katolik |
Suami/istri | Raden Nganten Catherine Oei Kian Kiat |
Anak |
|
Orang tua | Auw Jong Pauw (ayah) Elizabeth Njo Loan Eng Nio (ibu) |
Riwayat
suntingLahir di Bukittinggi, 25 Juli 1920, dengan nama Auw Jong Peng-Koen. Ayahnya, Auw Jong Pauw (1870-1933), sejak dini mengajarkannya untuk hemat, disiplin, dan tekun. Auw Jong Pauw awalnya adalah petani di Pulau Quemoy (kini wilayah Republik Tiongkok) yang merantau ke Sumatera Barat. Di kemudian hari, Auw Jong Pauw menjadi juragan tembakau di Payakumbuh, dan menghidupi keluarga besar 11 anak dari dua istri, istri pertama Auw Jong Pauw meninggal setelah melahirkan anak ketujuh. Peng-Koen (PK Ojong) adalah anak sulung dari istri kedua. Saat Peng-Koen kecil, jumlah mobil di Payakumbuh tak sampai sepuluh, salah satunya milik ayahnya.
Semasa hidupnya, Ojong dikenal sebagai pribadi yang sederhana, jujur, bertanggung jawab, dan pandai mengelola keuangan. Dia tidak suka menyumbang untuk acara pesta yang menghamburkan uang, namun memberikan donasi kepada yang membutuhkan bantuan. Selain itu, PK Ojong juga seorang pekerja keras dan mengutamakan persatuan bangsa berdasarkan Bhineka Tunggal Ika.[1]
Pendidikan
suntingSemasa bersekolah di Hollandsch Chineesche School (HCS, sekolah dasar khusus warga Tionghoa) Payakumbuh, Ojong dikenal sebagai anak yang disiplin dan serius. Pada masa itu, ia berkenalan dengan ajaran agama Katolik. Beberapa waktu kemudian, dia masuk Katolik dan mendapat nama baptis Andreas. Peng Koen kemudian sempat pindah ke HCS Padang, lalu melanjutkan ke Hollandsche Chineesche Kweekschool.
Di Hollandsche Chineesche Kweekschool (HCK, sekolah guru), ia gemar membaca koran dan majalah yang dilanggani perkumpulan penghuni asrama. Di sini Auwjong Peng Koen mulai belajar menelaah cara penulisan dan penyajian gagasan. Di sekolah guru setingkat SLTA ini, Peng Koen terpilih sebagai ketua "Tung Sie Ie Tjia" (东西一家,Nama perkumpulan siswa/OSIS di HCK). Ia bertugas menyediakan bahan bacaan buat anggota serta menyelenggarakan pesta malam Tahun Baru Imlek dan piknik akhir tahun. Ojong kemudian meneruskan studinya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan lulus pada tahun 1951.[2]
Karier
suntingPada awalnya, PK Ojong bekerja sebagai guru di SD Budi Mulia di Mangga Besar Jakarta.[3] Ojong mempelajari mengenai jurnalistik pada tahun 1946, ketika dia bergabung dengan Star Weekly, sebuah mahalan untuk komunitas Tionghoa-Indonesia.[2] Dia memulai kariernya sebagai kontributor dan akhirnya menjadi Pemimpin Redaksi hingga Star Weekly dibubarkan pemerintah karena ulasan luar negeri yang ditulis Ojong dinilai mengkritik kebijakan pemerintah.[2][4] Antara tahun 1946-1951, Ojong merupakan anggota redaksi surat kabar harian Keng Po dan mingguan Star Weekly.[1]
PK Ojong juga dikenal sebagai tokoh di beberapa organisasi seperti anggota Badan Pimpinan Pusat Partai Katolik, bendahara Pengurus Pusat Serikat Penerbit Surat Kabar, bendahara Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah kebudayaan Horison, bendahara Lingkaran Seni Jakarta, anggota Dewan Kurator lembaga Bantuan Hukum/Lembaga Pembela Umum Jaya, Ketua Dewan Pembina Yayasan Tarumanegara (penyelenggara Universitas Tarumanegara), dan koordinator Serikat Pers Katolik Internasional wilayah Indonesia, serta pendiri dan direktur Kantor Berita Katolik Asia di Hongkong.[3]
Pada tahun 1963, Ojong bersama dengan Jakob Oetama mendirikan majalah Intisari, cikal bakal dari harian Kompas. Pada tahun 1965, mereka mendirikan harian Kompas yang menjadi harian nasional Indonesia hingga saat ini. Pada tahun 1970 hingga akhir hidupnya, PK Ojong merupakan pimpinan umum dari PT Gramedia yang bergerak di bidang penerbitan.[1]
PK Ojong wafat pada 31 Mei 1980. Untuk mengenang jasanya, patung Ojong didirikan di halaman Bentara Budaya Jakarta, suatu lembaga nirlaba yang bertujuan untuk pelestarian dan pengembangan seni budaya Indonesia.[3]
Buku
suntingCuplikan perjalanan hidup Petrus Kanisius Ojong, yang dibesut Helen Ishwara dalam buku PK Ojong: Hidup Sederhana, Berpikir Mulia (2001) terasa bak tuntunan bagi wartawan dalam membangun media cetak dengan baik dan benar. Pengalamannya, berlatar belakang intrik politik Orde Lama dan Orde Baru, begitu rinci.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ a b c Jakob Oetama: Pak Ojong Sudah Berada di Surga. 28 Juni 2012. Kompas.com - Kurnia Sari Aziza. Editor: Hertanto Soebijoto.
- ^ a b c P.K. Ojong: A simple life - full of achievement. Diarsipkan 2014-01-04 di Wayback Machine. October 14 2001. The Jakarta Post. Lie Hua.
- ^ a b c Kompas Gramedia: Founders Diarsipkan 2014-01-03 di Wayback Machine..
- ^ Dari Sang Pemula ke Jaringan Bisnis KG. Diarsipkan 2014-01-03 di Wayback Machine. Hidupkatolik.com - Edisi No. 45 Tanggal 6 November 2011 (11 Januari 2012). F. Rahardi.
Pranala luar
sunting- (Indonesia) PK Ojong (1920-1980): Jurnalis Berpikir Mulia Diarsipkan 2011-06-01 di Wayback Machine.