Baju Seting dan Kain Cual

(Dialihkan dari Pakaian Pengantin Paksian)

Baju Seting dan Kain Cual adalah pakaian adat dari Bangka Belitung.[1] Kain Cual memiliki kesamaan dengan kain songket yang merupakan khas dari Palembang. Walaupun memiliki kemiripan, tetapi ada perbedaan di antara keduanya. Sama halnya dengan kain songket, pembuatan Kain Cual ini memiliki tingkat kerumitan yang cukup dan memakan waktu yang cukup lama. Tingkat kerumitan dan lama pengerjaan, sama seperti halnya dengan kain songket yang juga memiliki tingkat kerumitan yang cukup tinggi. Hal ini membuat harga dari Kain Cual ini cukup mahal. Hal ini menyebabkan Kain Cual sering kali identik dengan pakaian adat bangsawan, acara pernikahan, dan juga berbagai acara besar lainnya. Pada acara-acara yang cukup besar, Kain Cual dipasangkan dengan Baju Seting. Kain cual merupakan kain asli budaya Bangka Belitung yang dibuat dengan metode tradisional tenun ikat.[2]

Busana Pengantin

sunting

Busana yang dikenakan oleh pengantin wanita Bangka Belitung adalah Baju Seting dan Kain Cual. Selain itu, baju ini dilengkapi dengan beberapa aksesoris. Para pengantin wanita di Bangka Belitung mengenakan pakaian adat Baju Seting. Pakaian ini memiliki bentuk berupa baju kurung biasa, warna merah yang terbuat dari kain beludru ataupun kain sutra. Baju bawahan dari seperangkat pakaian ini berupa kain cual, yang sering kali disebut juga kain lasem atau kain besusur. Kain Cual merupakan kain asli budaya masyarakat Bangka Belitung, pembuatannya dengan metode tenun ikat. Motifnya ada 2, yaitu motif Penganten Bekecak (corak penuh), dan motif Jande Bekecak (motif ruang kosong). Beberapa di antaranya adalah alas kaki khusus yang dinamakan dengan pending selop atau sandal arab yang memiliki ciri khusus yaitu bagian ujungnya berbentuk lancip seperti perahu.[2]

Busana pengantin adat untuk pria asli Bangka Belitung adalah sebuah jubah dengan ukuran panjang. Ciri khas dari jubah tersebut adalah corak Arab yang ada pada jubah tersebut serta memiliki warna merah gelap atau merah tua.[3] Jubah ini dilengkapi dengan kain panjang yang berupa kain selendang. Biasanya kain ini dipakai dengan cara diselempangkan di bagian bahu kanan secara menyamping. Untuk bagian bawah dari pakaian ini merupakan celana panjang dengan warna yang disesuaikan dengan warna baju atasan yang dikenakan. Selain itu, pakaian bagian atas dan bawah dari pakaian ini diberikan hiasan pernik motif yang menyesuiakan dengan baju yang dikenakan oleh pengantin wanita.

Sejarah

sunting

Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Bangka Belitung, Baju Seting dan Kain Cual merupakan perpaduan antara kebudayaan Arab dan Cina. Di masa lalu, ada seorang saudagar kaya yang berasal dari Arab yang datang ke Bangka Belitung untuk melakukan perdagangan dan sambil menyiarkan agama Islam. Hal ini dikarenakan letak dari Bangka Belitung yang sangat strategis dalam perdangan laut pada masa silam sehingga membuat akulturasi budaya masyarakat Bangka Belitung dengan masyarakat pendatang sangat jelas terasa dalam daerah ini. Tak lama saudagar tersebut mendapatkan istri seorang keturunan Cina yang bermukim di wilayah Mentok. Saudagar ini jatuh cinta dengan seorang gadis Cina kemudian melangsungkan perkawinan dengan gadis Cina tersebut, pada perkawinan inilah mereka memakai pakaian adat masing-masing. Sepasang suami istri ini biasa mengenakan pakaian dengan jenis model Baju Seting dan Kain Cual yang menarik perhatian warga sekitar. Setelah ini, ada banyak orang-orang Cina dan Arab yang datang merantau ke pulau Bangka terutama ke Kota Mentok [4] yang merupakan pusat pemerintahan di masa itu di antaranya ada yang melakukan perkawinan dengan orang pribumi, atau sesama dengan mereka, maka banyaklah penduduk pulau Bangka yang meniru pakaian tersebut. Selain itu, Berdasaran keterangan masyarakat, banyak penduduk asli Bangka Belitung tersebut yang awalnya dibawa dan digunakan oleh para saudara Arab yang menikah dengan gadis Cina sekitar, sehingga sejak itulah pakaian ini dijadikan sebagai pakaian adat. Pada perkembangan warga sekitar memadu padankan Baju Seting dan Kain Cual ini dengan corak lokal kebudayaan Melayu asli Bangka Belitung. Sehingga secara garis besar, pakaian tersebut merupakan perpaduan dari kebudayaan Arab, Cina, dan Melayu. Masyarakat asli Bangka berasal dari Suku Sekak. Suku Sekak sendiri merupakan rumpun bangsa melayu yang mendiami pesisir-pesisir pantai Bangka Belitung. Dalam perkembangannya masyarakat Suku Sekak inilah yang menjadi penduduk asli Bangka Belitung. Di kepulauan ini masyarakat menciptakan dan melestarikan kebudayaan hingga mampu bertahan sampai sekarang ini. Dari sekian banyak ragam budaya dari dari Bangka Belitung, dari warga suku Sekak inilah salah satu warisan budaya yang dikenal adalah pakaian tradisional kepulauan Bangka Belitung yaitu Baju Seting dan Kain Cual.

Di masa lalu, Kain Cual ini bisa disebut dengan istilah Limar Muntok. Sekilas motif Limar Muntok ini mirip dengan kain songket yang berasal dari Sumatera Selatan. Namun ada sedikit perbedaan, yaitu akan ada motif corak bunga. Motif bunga ini menyerupai bunga cengkih, cempaka, motif hewan, dan motif tumbuhan. Motif-motif yang dimiliki oleh Kain Cual ini yaitu motif Kembang Kenanga, Bebek, Ubur-ubur, Merak, Kembang Rukem dan Kembang Setaman.Menurut cerita kain yang juga sering dinamakan kain limar muntok ini berkembang di sebuah kota bernama Muntok. Hal ini terjadi tepatnya pada abad ke-17.[3] Kain ini pertama kali diperkenalkan oleh kakek buyut pendiri toko kain Cual Ishadi yang berada di Pangkal Pinang. Kain ini hampir serupa dengan songket Palembang, bentuknya serupa dengan songket mengindikasikan adanya pengaruh dari kebudayaan Melayu. Kain ini dibuat secara manual dengan teknik menenun. Motif melayu dengan warna yang cerah dan bermotif flora fauna merupakan sebuah khas yang dimiliki oleh Kain Cual ini.[2]

Proses pembuatan dari Kain Cual ini terbilang cukup rumit dikarenakan bahan-bahan yang digunakan cukup unik sehingga membutuhkan usaha untuk mendapatkannya. Hal ini menyebabkan harga dari kain ini cukup mahal. Bahan-bahan pembuatan kain ini adalah polyster, sutra, katun, serat kayu dan ada juga yang memakai benang emas seberat 18 karat. Sehingga bisa dibayangkan alasan harga kain ini cukup mahal. Selain mengandung nilai historis tersendiri, pakaian adat ini juga memiliki nilai filosofis. Susunan motif pada Kain Cual tidak hanya menggambarkan keindahan dari proses menenun yang rumit namun juga komplesksitas dari bahan-bahan yang menyusunnya. Sehingga Kain Cual ini sering kali digunakan sebagai pakaian kebesaran di kalangan bangsawan, sebagai pakaian pengantin, dan pakaian kebesaran lainnya. Kain Cual ini merupakan pasangan khas dari Baju Ceting yang biasa juga disebut sebagai Baju Seting yang berbahan sutera ataupun belu[2] dru. Biasanya ibu-ibu mengerjakan Kain Cual ini sembari mengisi waktu luang. Namun di masa sekarang, jika di masa sek[5] arang bisa didapati banyak Kain Cual ataupun Kain bermotif Cual yang digunakan sebagai kain seragam di beberapa sekolah dasar dan kantor-kantor pemerintahan.

Aksesoris

sunting

Pakaian adat ini biasanya digunakan pada acara-acara adat ataupun beberapa kesempatan resmi. Untuk kesempatan acara yang cukup penting, Baju Seting dan Kain Cual biasa digunakan bersamaan dengan mahkota (paksian) yang digunakan oleh wanita dan sorban (sungkon) yang digunakan oleh laki-laki.[1] Mahkota (paksian) adalah aksesori berwarna emas yang dilengkapi dengan ornamen-ornamen khusus berbentuk bunga teratai yang dijadikan sebagai penutup dada pada baju, kembang goyang, daun bambu, kembang cempaka, pagar tenggalung, sari bulan, kuntum cempaka, serta hiasan kepala adalah tutup sanggul atau kembang. Selain itu, aksesoris kalung serta anting berukuran panjang, sepit udang atau hiasan yang disematkan pada kedua daun telinga, gelang pending berukuran besar; gelang tersebut biasanya digunakan sebagai perlengkapan ikat pinggang, serta hiasan ronce melati yang dilekatkan pada bagian baju. Sehingga jika dirangkum, maka aksesoris yang digunakan adalah

  • Mahkota emas dengan ornamen khusus yang disebut paksian
  • Teratai atau penutup dada yang dikenakan pada baju
  • Tembang cempaka
  • Tembang goyang
  • Daun bambu
  • Kuntum cempaka
  • Pagar tenggalung
  • Sari bulan
  • Tutup sanggul atau yang disebut juga dengan kembang hong sebagai hiasan kepala
  • Kalung Anting panjang
  • Sepit udang yang digunakan untuk hiasan yang diletakkan di telinga kiri dan kanan
  • Gelang Pending yang digunakan untuk ikat pinggang
  • Hiasan Ronce Melati yang dilekatkan pada baju yang dikenakan.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Raparapa (2017-01-13). "34 Pakaian Adat di Indonesia, Kekayaan yang Masih Dilestarikan". Raparapa (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-17. Diakses tanggal 2019-04-19. 
  2. ^ a b c d https://elib.unikom.ac.id/download.php?id=376202
  3. ^ a b c Vannisa (2018-10-21). "Pakaian Adat Bangka Belitung dan Sejarah Kebudayaannya". Perpustakaan.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-19. 
  4. ^ "Etnis Melayu, Tiongkok, dan Arab Berbaur Rukun di Muntok, Kota Pengasingan Bung Karno". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2019-04-26. 
  5. ^ Administrator. "Pakaian Adat Bangka Belitung, Gambar, dan Penjelasannya". Adat Tradisional. Diakses tanggal 2019-04-19.