Pangeran Mangkoe Boemi Nata

(Dialihkan dari Pangeran Mangku Bumi Nata)

Kelahiran Goesti Koesin (Husein / Husin) bergelar Pangeran Mangkoe Boemi Nata[5][9][13] atau Pangeran Mangkoe Boemi[14][15] atau Pangerang Mangkoe Boemie[16][17] atau Pangeran Mangkubumi Nata Kasuma (bin Sultan Sulaiman) adalah mangkubumi Kesultanan Banjar yang dilantik oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Ia adalah adik Pangeran Sultan Adam yang telah ditetapkan sebagai pengganti Sultan Sulaiman.Pangeran Mangkubumi Nata Kasuma merupakan anak laki-laki yang kedua Sultan Sulaiman. Ia menjabat mangkubumi hingga 1 Mei 1841 mendampingi ayahandanya Sultan Sultan Sulaiman.Pangeran Mangkoe Boemi Nata memperisteri Nyai Intan Alooh Intan Putri Alooh Oengka binti Kiai Singasari[3]Sedangkan anak laki-laki tertua Sultan Sulaiman yaitu Pangeran Adam menjadi Sultan Muda (Pangeran Ratu). Sebenarnya anak pertama Sultan Sulaiman merupakan seorang perempuan yakni Ratu Umi yang dilahirkan oleh Nyai Siti Gading. Sultan Adam merupakan anak kedua Sultan Sulaiman yang dilahirkan oleh Nyai Ratu Intan Sari.Menurut tradisi kesultanan Banjar yang berlaku pada saat itu, di antara putera-putera dari seorang Sultan yang sedang berkuasa, maka anak laki-laki tertua dari permaisuri akan dilantik sebagai Sultan Muda dan putera kedua dari permaisuri akan dilantik sebagai Raden Dipati atau Pangeran Dipati atau Pangeran Dipati Anom yaitu calon mangkubumi untuk menggantikan mangkubumi atau Pangeran Mangkubumi sebelumnya yang meninggal dunia.Semenjak dibuatnya perjanjian 4 Mei 1826, pihak kolonial Hindia Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Pangeran Mangkubumi atau Sultan Muda, yang mengakibatkan rusaknya adat istiadat kerajaan dalam bidang ini.

Padoeka Pangeran Mangkoe Boemi[1] (Pangeran Husin)
Mangkubumi Kesultanan Banjar
Berkuasa1823-1 Mei 1841
Penobatan1823
PendahuluRatoe Anom Ismail Ratu Anom Mangku Bumi Sukma Dilaga
PenerusRatoe Anom Mangkoe Boemi Kentjana 3 Mei 1841-7 September 1851
KelahiranGoesti Koesin (Husein / Husin)
Martapura (Banjar)
Kematian1 Mei 1841
Martapura (Banjar)
Pasangan
1. Nyai Intan, anak Alooh Oengka binti Kiai Adipati Singasari[2][3]

2. Nyai Sepuh[2]
3. Nyai Bulan[2]
4. Nyai Kambir[2]
5. Nyai Udningasih[2]
6. Nyai Taësah (Njahi Sitie Esah) ikut pengasingan ke cianjur 1862[4]

KeturunanPangeran Kasoema Ningrat[2][5][6]
Pangeran Tjitra Kasoema/Pangeran Citra Kasoema[2][5]
Pangeran Ardi Kasoema[7][2][5][8]
Pangeran Moeksin[2][5]
Goesti Jamal (Pangeran Jamal)[2][5]
Goestie Sitie (Ratoe Siti)[2][5][9]
Ratoe Asia[10]
Ratoe Maimoenah[11]
Pangeran Aria Wangsa Kasoema[2]
Pangeran Muhammad Napis[2]
Pangeran Melaya Kesoema[2]
Ratu Bandara (Ratu Bendahara) Ratu Berlah[2]
Pangeran Amir[2]
Pangeran Parbaya (Pangeran Purbaya)[2]
Pangeran Ahmad[2]
Ratu Syarif Abdullah[2]
Gusti Alimuddin
Gusti Abun Sari
Goesti Daud
Pangeran Nasir
Pangeran Tirta Kesoema[12]
WangsaDinasti Tutus Anum
AyahSultan Sulaiman dari Banjar
IbuNyai Ratu Intan Sari (Ratna) Ratu Sepuh binti Kiai Adipati Singasari
AgamaIslam Sunni
PekerjaanKepala pemerintahan Kesultanan Banjar

Pangeran Ismael Ratu Anum Mangku Dilaga/ Pangeran Mangkubumi Sukma Dilaga Ratu Anom Ismail (Pangeran Asmail kemudian dibunuh oleh Sultan Sulaiman karena diduga akan melakukan kudeta.Jabatan mangkubumi kemudian dipegang oleh anak kandung nya Pangeran Husein adik kandung sultan adam .pangeran Husin dengan gelar Pangeran Mangkubumi Nata putera Sultan Sulaiman sendiri.Pada tahun 1823 Pangeran Husein dengan gelar Pangeran Mangkubumi Nata diduga terlibat atas kematian yang tidak wajar terhadap Pamanya sendiri yang bernama Pangeran Ismael dalam suatu perkelahian karena memperebutkan bakal calon Pangeran Mangkubumi yang kelak menggantikan paman mereka Pangeran Mangkubumi Sukma Dilaga Ratu Anom Ismail.mengirim surat kepada Gubernur-Jenderal VOC Pieter Gerardus van Overstraten untuk mencegah terjadi hukuman mati Gantung. namun surat itu terlambat tidak mendapatkan tanggapan(Cod.Or.2239)[18][19]

Sulthan Sulaiman dari Banjar mengirim surat kepada Residen Gubernur-Jenderal VOC Pieter Gerardus van Overstraten di mana ia memberi pemberitahuan bahwa karena cemburu ia menghukum mati gantung membunuh adik kandung nya Ratu Ismail. Dalam suratnya kepada Perusahaan, ia akan menjelaskan hal ini secara lebih rinci.Sulthan Sulaiman mengirim surat kepada Residen, dengan meterai utuh, diterima di Batavia Sebuah laporan yang sangat rinci tentang alasan mengapa ia membunuh adik kandung nya Pangeran Ismael Ratu Anum Mangku Dilaga/ Pangeran Mangkubumi Sukma Dilaga Ratu Anom Ismail - (Pangeran Asmail menghancurkan kebun lada, telah meminta bantuan pangeran Siak dan Riau untuk menolak pemerintah, dll. Sulthan sulaiman mengklaim bahwa dia harus melakukan perbuatan pembunuhan ini untuk mencegah yang lebih buruk! Apa tanggapan Perusahaan terhadap hal ini dan bagaimana perilaku penduduk?[20]

Ratu Anum Mangku Dilaga/ Pangeran Mangkubumi Sukma Dilaga Sebelum menjabat mangkubumi namanya adalah Ratu Anom Ismail (Pangeran ismail / Pangeran Asmail) mendapat fitnah dengan tuduhan akan melakukan kudeta terhadap Sultan Sulaiman dari Banjar sehingga ia dihukum bunuh oleh abang kandungnya yang juga besannya yaitu Sultan Sulaiman dari Banjar.Pangeran Mangkubumi Nata Sebelum menjabat mangkubumi namanya adalah Pangeran Husin. Ia wafat tahun 1 Mei 1841. Pangeran Mangkubumi Nata mengantikan mangkubumi sebelumnya Pangeran Ismael Ratu Anum Mangku Dilaga/ Pangeran Mangkubumi Sukma Dilaga Ratu Anom Ismail yang dihukum Mati Hukuman Gantung karena didakwa akan melakukan kudeta terhadap Sultan Sulaiman dari Banjar. Pangeran Mangkubumi Nata merupakan kakek dari pihak ibu Gusti Andarun Pangeran Hidayatullah II, sebab ibundanya yang bernama Ratu Siti Maryamah merupakan puteri dari Nyai Intan dengan Pangeran Mangkoe Boemi Nata .[9][20][21]Pada periode 1823-1 Mei 1841, Pangeran Mangkoe Boemi Nata Husin menjabat sebagai Mangkubumi Kepala Administrasi Kesultananan Banjar(Gubernur Pemerintah) Martapura, mendampingi Sultan Adam (1825-1857) dan Sultan Muda Abdurrahman (1825-1852). Menurut J.M.C.E. Le Rutte dalam buku "Episode uit den Banjermasingschen oorlog" edisi kedua (1863), Pangeran Mangkoe Boemi Nata Husin menerima gaji bulanan sebesar f 1.000 gulden, yang berarti f 12.000 gulden per tahun. Pendapatan ini diteruskan kepada penerusnya sebagai Mangkubumi.Selain gaji, sebagai Mangkubumi Kerajaan Banjar, Pangeran Mangkoe Boemi Nata Husin juga memperoleh penghasilan dari hasil pungutan di beberapa daerah, yaitu Doesoen, Bekompai, Basung, Angkinang, dan Kalahiang.[5]

Pengasingan

sunting

Keluarga Kesultanan Banjar diasingkan oleh Kolonial Hindia Belanda pada 3 Maret 1862.[22] Di tempat pengasingannya, ia menjadi seorang yang aktif dalam menyebarkan ilmu agama Islam kepada masyarakat setempat.[23][24][25]|

Pengasingan ini terjadi setelah Belanda berhasil menundukkan perlawanan dari Kesultanan Banjar. Pangeran Wirakusuma II dan Hidayatullah II dan beberapa anggota keluarga kerajaan diasingkan sebagai upaya untuk mengakhiri perlawanan dan memperkuat kontrol Belanda atas wilayah tersebut. Pengasingan ini adalah bagian dari strategi kolonial Belanda untuk mengurangi pengaruh dan kekuatan lokal yang dapat mengancam kekuasaan mereka di Hindia Belanda.

Letnan satu Johannes J. W. E. Verstege mengiringi perjalanan keluarga kesultanan di atas.


Didahului oleh:
Pangeran Perabu Anum
Mangkubumi
1823-1843
Diteruskan oleh:
Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana

Catatan kaki

sunting
  1. ^ van Eysinga, Philippus Pieter Roorda (1843). Indie: ter bevordering der kennis van Nederlands oostersche bezittingen. III. Boek Java : aardrijkskunde, staatkunde, krijgswezen, oudheidkunde, godsdiensten, kronijken, geschiedenis (dalam bahasa Belanda). 1. Gebroeders Nys. hlm. 175. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s (Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157. 
  3. ^ a b http://silsilahkayutangi.blogspot.com/p/silsilah-kiai-adipati-singasari-raja.html
  4. ^ (Belanda) J. M. C. E. Le Rutte (1863). Episode uit den Banjermasingschen oorlog (edisi ke-2). A.W. Sythoff. hlm. 11. 
  5. ^ a b c d e f g h Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia), Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia) (1860). Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap (dalam bahasa Belanda). 9. Lange. hlm. 126.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Tijdschrift 9" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  6. ^ Verzameling der merkwaardigste vonnissen gewezen door de Krijgsraden te velde in de Zuid- en Ooster-afdeeling van Borneo gedurende de jaren 1859-1864: bijdrage tot de geschiedenis van den opstand in het Rijk van Bandjermasin (dalam bahasa Belanda). Ter Landsdrukkerij. 1865. hlm. 13. 
  7. ^ [https://books.google.co.id/books?id=hZJUAAAAcAAJ&pg=PA126&dq=Pangeran+Ardi+Kasoema&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjE5vuwsuDfAhXCsY8KHb1vC1UQ6AEILDAB#v=onepage&q=Pangeran%20Ardi%20Kasoema&f=false
  8. ^ van Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863 (dalam bahasa Belanda). 1. D. A. Thieme. hlm. 75. 
  9. ^ a b c van Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863 (dalam bahasa Belanda). 2. D. A. Thieme. hlm. 11. 
  10. ^ Ratoe Asia - menikah dengan Pangeran Soeria Mataram, putra Sulthan Adam (Ratoe Asia - gehuwd met Pangeran Soeria Mataram, zoon van Sulthan Adam).
  11. ^ gesepareerde huisvrouw van Pangeran Said Zein, thans te Batavia, heeft drie dochters, waarvan 1 gehuwd met Pangeran Aria Kasoema, broeder van Sulthan Moeda Tamdjid lllah; de 2 anderen worden onderhouden door Ratoe Kramat).
  12. ^ Rees, Willem Adriaan van (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863 (dalam bahasa Belanda). 2. D. A. Thieme. hlm. 236. 
  13. ^ Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863 (dalam bahasa Belanda). D. A. Thieme. hlm. 12. 
  14. ^ van Eysinga, Philippus Pieter Roorda (1841). Handboek der land- en volkenkunde, geschiedtaal-, aardrijks- en staatkunde von Nederlandsch Indie (dalam bahasa Belanda). 3. Van Bakkenes. hlm. 175. 
  15. ^ van Ejsinga, Philippus Pieter Roorda (1843). Indie: ter bevordering der kennis van Nederlands oostersche bezittingen. III. Boek Java : aardrijkskunde, staatkunde, krijgswezen, oudheidkunde, godsdiensten, kronijken, geschiedenis (dalam bahasa Belanda). 1. Gebroeders Nys. hlm. 175. 
  16. ^ Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1832). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar (dalam bahasa Belanda). 8. Lands Drukkery. hlm. 68. 
  17. ^ Landsdrukkerij, Landsdrukkerij (Batavia) (1843). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar (dalam bahasa Belanda). 16. Batavia: Lands Drukkery. hlm. 72. 
  18. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Codices manuscripti
  19. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (dalam bahasa Belanda). 11 (edisi ke-2). 1882. hlm. 193. 
  20. ^ a b "Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. 1860: 201. 
  21. ^ Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863. D. A. Thieme. hlm. 8. 
  22. ^ prokal.co. "Pangeran Hidayatullah, Sultan Banjar yang Diasingkan Belanda | Radar Banjarmasin". kalsel.prokal.co (dalam bahasa Indonesian). Diakses tanggal 2022-06-17. 
  23. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :11
  24. ^ Le Rutte, Jean Marine Charles Edoeard (1863). Expeditie tegen de versterking van Pangeran Antasarie gelegen aan de Montallatrivier: beschrijving der versterking te Goenong Tongka, na de inname : aantekeningen omtrent Pangeran Hijdaijat, benevens eene naamlijst der officieren van de land- en zeemagt met opgave van de oorlogsbodems die aan den strijd hebben deelgenomen tot onderwerping van Pangeran Hijdaijat (edisi ke-2). A.W. Sythoff (Sijthoff). hlm. 10. 
  25. ^ (Belanda) Rutte, J. M. C. E. Le (1863). Episode uit den Banjermasingschen oorlog. A.W. Sythoff. hlm. 20. 

Pranala luar

sunting