Par in parem non habet imperium
Par in parem non habet imperium adalah sebuah asas hukum yang menyatakan bahwa "pihak yang sama kedudukannya tidak mempunyai yuridiksi terhadap pihak lainnya". Asas ini kadang juga disebut par in parem non habet iudicium atau par in parem non habet iurisdictionem.
Asas hukum ini berasal dari hukum Romawi yang dapat ditilik kembali ke karya ahli hukum Ulpianus (170–223) dan Yulius Paulus (abad ke-3). Kemudian asas ini juga terkandung di dalam Digesta (533) yang merupakan bagian dari program kodifikasi hukum yang diperintahkan oleh Kaisar Romawi Timur Yustinianus I.[1] Pada Abad Pertengahan, asas ini digunakan oleh Bartolus dalam karyanya Tractatus Represaliarum (1354), dan di situ ia menyebutnya dengan kalimat yang lebih panjang: Non enim una civitas potest facere legem super alteram, quia par in parem non habet imperium.[2] (Suatu negara tidak dapat membuat hukum terhadap negara lain, karena pihak yang setara kedudukannya tidak punya kuasa atas pihak yang lainnya.)
Asas ini kini digunakan dalam konteks hukum internasional dan sangat penting dalam konsep kedaulatan negara. Dalam hukum internasional, semua negara sama-sama berdaulat dan memiliki kedudukan yang setara.[1][2]
Catatan kaki
sunting- ^ a b Detlef Liebs, Hannes Lehmann: Lateinische Rechtsregeln und Rechtssprichwörter. C.H.Beck 2007, ISBN 3406562949, hlm. 168
- ^ a b Georg Dahm, Jost Delbrück, Rüdiger Wolfrum: Völkerrecht. Walter de Gruyter 1989, ISBN 9783110058093, hlm. 277–295 (§35-39), hlm. 452–456 (§71)
Daftar pustaka
sunting- Michael E. Kurth: Menschenrechte contra staatliche Souveränität (PDF; 190 kB), S. 3 (par in parem non habet imperium-Maxime)
- Georg Dahm, Jost Delbrück, Rüdiger Wolfrum: Völkerrecht. Walter de Gruyter 1989, ISBN 9783110058093, S. 277–295 (§35–39), 452–456 (§71) (Auszug, hlm. 452, pada Google Books)