Paulak Limbas adalah salah satu tradisi dalam adat Simalungun yang mengandung makna simbolis untuk mempererat hubungan keluarga antara pihak mempelai pria (paranak) dan pihak mempelai wanita (pengantin perempuan ). Secara etispaulak, yang berarti "mengembalikan," dan limba , yang dalam[1]

Makna dan Filosofi

sunting

Tradisi ini memiliki makna mendalam, yaitu mengembalikan hubungan agar kembali harmonis seperti semula, layaknya rumput yang telah diinjak namun kembali berdiri tegak. Dalam konteks pernikahan, paulak limbas bertujuan agar mempelai wanita tidak tidak terus-menerus teringat kepada keluarganya setelah bergabung dengan keluarga mempelai pria.[2]

Pelaksanaan Tradisi

sunting

Tradisi paulak limbas dilakukan dalam beberapa tahapan. Setelah pesta pernikahan berlangsung, biasanya dalam rentang delapan hari, orang tua dari pihak mempelai pria mengunjungi keluarga mempelai wanita. Kunjungan ini menjadi momen untuk bersilaturahmi, mengingat selama pesta pernikahan kedua keluarga sibuk dan tidak memiliki banyak waktu untuk berinteraksi.

Pada tahap ini, parboru membawaindahan siopat borngin (hidangan setelah empat hari), ke rumah keluarga mempelai pria. Penyerahan ini menandai hubungan yang sudah terjalin secara resmi, sehingga kedua keluarga bebas saling mengunjungi tanpa batasan adat.

Saat ini, penerapan paulak limbas seringkali disederhanakantondong (pemberi istri) sebagai tanda silaturahmi dan pamitan.[3]

  1. ^ Sipayung, Jon Henri (2014-06-24). "PERUBAHAN BUDAYA ETNIK SIMALUNGUN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT (IBAGAS DEAR)". UNIMED. 
  2. ^ "Adat Perkawinan Batak Simalungun | PDF". Scribd. Diakses tanggal 2024-12-04. 
  3. ^ Nasution, Askolani; Siregar, Tikwan Raya; Hutasuhut, Anharuddin; Hamdani, Nasrul; Sinulingga, Jekmen; Rehulina, Eka Dalanta; Sekali, Mehamat Karo; Herlina, Herlina; Padang, Melisa (2021). Sibrani, Robert, ed. Ensiklopedia kebudayaan Kawasan Danau Toba. Banda Aceh: Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Aceh. ISBN 978-623-6107-05-8.