Pax Britannica (bahasa Latin untuk "Perdamaian Britania", dinamakan menurut Pax Romana) adalah periode damai di Eropa dan dunia (1815-1914) selama Imperium Britania menguasai sebagian besar rute utama perdagangan maritim dan memperoleh kekuasaan lautan yang tak tertandingi. Peran ini tetap dipegang oleh Britania hingga akhir Perang Dunia I, dan kemudian mulai tumbang seiring dengan bangkitnya Jerman, Kekaisaran Jepang, Uni Soviet, dan Amerika Serikat sebagai kekuatan besar baru.

Peta Imperium Britania pada tahun 1897, ditandai dengan warna merah muda.

Sejarah sunting

Dari akhir Perang Napoleon pada 1815 sampai Perang Dunia I pada 1914, Britania Raya memainkan peran hegemoni penting, dengan keseimbangan kekuasaan yang menjadi tujuan utamanya. Hal ini juga yang menyebabkan sampai saat ini, Imperium Britania menjadi imperium terbesar sepanjang masa.[1] Pengenalan konsep "Perdamaian Britania" di rute-rute perdagangan maritim dimulai pada tahun 1815 dengan menganeksasi Srilanka Britania[2]:pp.191 – 192. Keunggulan perdagangan global dan militer Britania turut didukung oleh situasi negara-negara di benua Eropa yang sedang melemah, serta kehadiran Royal Navy di setiap laut dan samudera di seluruh dunia. Setelah Kongres Wina, kekuatan ekonomi Imperium Britania terus berkembang melalui dominasi angkatan laut[3] dan didorong oleh upaya diplomatik untuk menjaga keseimbangan kekuasaan di Eropa.[4]

Dalam era ini, terjadi perubahan besar terhadap penekanan perbudakan dan perompakan. Namun, perdamaian di lautan tidak diiringi oleh perdamaian di daratan. Perang di daratan terjadi antara negara-negara besar, termasuk Perang Krimea, Perang Prancis-Austria, dan Perang Prancis-Prusia, serta berbagai konflik antar kekuatan kecil lainnya. Royal Navy sendiri dihadapkan pada Perang Candu (1839–1842 dan 1856–1860) melawan Kekaisaran Cina, dan Britania tidak memiliki pengaruh dalam Perang Rusia-Jepang (1904–1905). Pada tahun 1905, Royal Navy merupakan angkatan laut yang paling unggul di dunia. Pada 1906, dianggap bahwa satu-satunya musuh yang potensial bagi Britania hanyalah Jerman.[5]

Pax Britannica dilemahkan oleh kacaunya situasi di Eropa yang sebelumnya telah ditetapkan melalui Kongres Wina.[6] Hubungan antara Kekuatan Besar Eropa sangat tegang satu sama lainnya, yang disebabkan oleh beberapa isu seperti runtuhnya Kekaisaran Utsmaniyah, yang selanjutnya memicu meletusnya Perang Krimea, dan kemudian melahirkan kekuatan baru dalam bentuk Italia dan Jerman setelah Perang Prancis-Prusia. Perang-perang tersebut melibatkan tentara dan negara-negara besar Eropa. Industrialisasi dan kebangkitan Jerman, Kekaisaran Jepang, dan Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 turut memberikan kontribusi terhadap penurunan supremasi Britania sebagai negara adidaya.

Lihat juga sunting

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Wikipedia article British Empire, citing Angus Maddison, The World Economy: A Millennial Perspective (p. 98, 242). OECD, Paris, 2001; and also Bruce R. Gordon, To Rule the Earth... Diarsipkan 2012-10-11 di Wayback Machine. (See Bibliography Diarsipkan 2007-07-01 di Wayback Machine. for sources used.)
  2. ^ Crawfurd, John (21 August 2006) [First published 1830]. Journal of an Embassy from the Governor-general of India to the Courts of Siam and Cochin China. Volume 1 (edisi ke-2nd). London: H. Colburn and R. Bentley. hlm. 475 pgs. OCLC 03452414. Diakses tanggal February 2, 2012. '...for what purpose was it conquered and is it now retained?' We endeavoured to explain, that during the wars, in which we were lately engaged with our European enemies who occupied the coast of the island, they harassed our commerce from its ports, and therefore, in self-defence, there was a necessity for taking possession of it.  Parameter |nopp=0 tidak valid (bantuan)
  3. ^ Pugh, hlm. 83.
  4. ^ Thackeray, p. 57
  5. ^ Herwig p.48-50
  6. ^ Pugh, hlm. 90.

Bibliografi sunting