Pencirian nanopartikel

Pencirian nanopartikel (Inggris: characterization of nanoparticles, "karakterisasi nanopartikel") adalah cabang nanometrologi yang membahas pencirian (penyelidikan dan pengukuran) sifat-sifat fisika dan kimia dari nanopartikel. Nanopartikel memiliki ukuran di bawah 100 nanometer (nm) dalam paling tidak salah satu dimensi luarnya, dan sering sengaja dibuat karena sifat-sifat khasnya.[1] Nanopartikel berbeda dengan zat kimia biasa karena sifat-sifatnya tidak cukup jika hanya dijelaskan dari komposisi kimia dan konsentrasinya, karena sifat fisika lainnya seperti besar partikel, bentuk, sifat-sifat permukaan, kristalinitas, dan dispersi juga dapat menyebabkan perbedaan pada nanopartikel.

Nanopartikel memiliki sifat beragam tergantung ukuran, bentuk dan dispersinya, sehingga sifat-sifat tersebut harus diukur untuk menghasilkan deksripsi secara penuh

Pencirian nanopartikel dilakukan untuk berbagai tujuan, termasuk penelitian nanotoksikologi dan penilaian pajanan di tempat kerja untuk menilai kemungkinan bahaya yang ditimbulkan partikel tersebut terhadap kesehatan dan keselamatan, serta sebagai pengendalian proses dalam manufaktur. Terdapat berbagai instrumentasi untuk mengukur sifat-sifat yang dicirikan, termasuk metode mikroskopi, spektroskopi, serta pencacah partikel. Nanoteknologi adalah bidang yang masih relatif baru, tetapi beberapa organisasi telah menyediakan standar metrologi dan bahan rujukan untuk keperluan pencirian.

Latar belakang

Nanoteknologi adalah disiplin rekayasa zat pada ukuran atom untuk menciptakan bahan, alat-alat, atau sistem dengan sifat-sifat baru. Nanoteknologi memiliki banyak potensi penerapan dalam bidang energi, kedokteran, industri, komunikasi, pertanian, produk-produk untuk konsumsi umum, dan lain-lain. Dalam nanoteknologi, nanopartikel didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran dalam ordo nano (di bawah 100 nanometer) dalam sekurangnya salah satu dimensi luarnya. Partikel-partikel ini sering memiliki sifat yang berbeda dengan sifat-sifat benda makroskopik dengan bahan yang sama, sehingga sering dimanfaatkan dalam teknologi [1] Salah satu definisi nanopartikel mencakup seluruh material nano bebas terlepas dari bentuknya atau dari apakah 1, 2, atau 3 dimensinya memiliki ordo nano.[2] Artikel ini menggunakan definisi tersebut, yang juga sesuai dengan definisi "objek nano" menurut ISO/TS 80004 alih-alih definisi nanopartikel lain yang hanya mencakup objek berukuran nano berbentuk bundar.[3]

Nanopartikel memiliki persyaratan analisis yang berbeda dengan zat kimia biasa. Tak seperti zat kimia biasa yang cukup dideskripsikan dengan rumus kimia dan konsentrasinya, nanopartikel memiliki sifat-sifat fisika lain yang harus diukur agar deskripsinya utuh, seperti besar partikel, bentuk, sifat-sifat permukaan, kristalinitas, dan dispersi.[4][5] Perbedaan kecil dalam sifat-sifat ini dapat mengubah sifat-sifat makroskopisnya, sehingga memiliki implikasi untuk pengendalian proses dalam penggunaan industrinya.[6][7] Sifat-sifat ini juga mempengaruhi efek kesehatan akibat pemaparan terhadap partikel kimia dengan komposisi atau rumus kimia tertentu.[4][5]

Tantangan lain dalam pencirian nanopartikel adalah prosedur penyampelan atau pencuplikan (sampling) dalam laboratorium dapat mengganggu keadaan dispersi nanopartikel atau membiaskan distribusi sifat-sifat lainnya.[4][5] Dalam ilmu lingkungan, rintangan lain dalam pencirian nanopartikel adalah banyak metode yang tersedia tidak dapat mendeteksi konsentrasi nanopartikel yang rendah walaupun konsentrasi tersebut bisa jadi sudah berefek negatif.[4] Selain itu, keberadaaan nanopartikel alamiah juga dapat mengganggu deteksi nanopartikel buatan yang hendak dicirikan, karena sering sulit dibedakan.[4][8] Nanopartikel juga dapat tercampur dengan partikel-partikel yang lebih besar.[8] Dalam penerapan tertentu, pencirian nanopartikel dapat dilakukan dalam matriks yang kompleks seperti air, tanah, makanan, polimer, tinta, campuran berbagai cairan organik seperti dalam kosmetik, atau darah.[8][9]

Jenis metode pencirian

 
Sebuah mikroskop pemindai elektron. Mikroskop seperti ini dapat mencitrakan nanopartikel-nanopartikel tunggal untuk mencirikan bentuk, besar, dan lokasinya.
 
Spektrofotometer UV-vis yang dapat memberikan informasi mengenai konsentrasi, besar, dan bentuk nanopartikel.

Metode-metode mikroskopi menghasilkan citra nanopartikel yang dapat digunakan untuk mencirikan bentuk, ukuran, dan lokasi partikel-partikel tersebut. Metode mikroskopi yang paling banyak digunakan adalah dengan mikroskop elektron dan metode mikroskopi kuar pemindai (scanning probe microscopy). Mikroskop cahaya biasa tidak cocok digunakan karena nanopartikel memiliki ukuran di bawah batas difraksi dari cahaya tampak. Mikroskopi elektron dapat digunakan bersama-sama metode spektroksopi yang digunakan untuk analisis unsur. Kelemahan dari mikroskopi adalah sifatnya yang destruktif dan dapat terganggu oleh artefak-artefak penyiapan sampel seperti pengeringan atau pemvakuman. Selain itu, metode mikroskopi kuar pemindai juga dapat dipengaruhi geometri ujung kuar yang digunakan. Pencirian mikroskopi didasarkan kepada partikel-partikel tunggal, sehingga untuk memperkirakan sifat makroskopis diperlukan pencirian banyak partikel-partikel tunggal.[4][8] Metode mikroskopi baru, yaitu mikroskopi medan gelap yang ditajamkan dengan pencitraan hiperspektral, memiliki potensi untuk mencitrakan nanopartikel-nanopartikel dalam matriks kompleks (seperti jaringan makhluk hidup) dengan kontras dan kapasitas lebih tinggi.[10]

Spektroskopi, yaitu metode yang mengandalkan pengukuran interaksi partikel dengan radiasi elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang, digunakan untuk pencirian konsentrasi, ukuran, dan bentuk beberapa jenis nanopartikel. Contoh jenis nanopartikel yang cocok untuk metode spektroskopi (khususnya spektroskopi UV-vis) adalah quantum dot (karena memiliki sifat fluoresens) dan nanopartikel logam (karena dapat menyerap plasmon muka).[4] Selain UV-vis, spektroskopi inframerah, NMR/resonansi magnet inti, dan sinar X juga digunakan untuk berbagai nanopartikel.[8] Metode hamburan cahaya menggunakan sinar laser, sinar X, atau hamburan neutron digunakan untuk menentukan ukuran partikel, masing-masing digunakan untuk rentang ukuran dan komposisi partikel yang berbeda.[4][8]

Di antara metode lain yang digunakan adalah elektroforesis untuk mencirikan muatan permukaan, metode Brunauer–Emmett–Teller untuk luas permukaan, difraksi sinar X untuk struktur kristal,[4] spektroskopi massa untuk massa partikel, dan pencacah partikel untuk menghitung jumlah partikel.[8] Teknik kromatografi, sentrifugasi, dan filtrasi dapat dilakukan untuk memisahkan nanopartikel menurut ukuran atau sifat-sifat lainnya sebelum atau ketika dilakukan pencirian.[4]

Sifat-sifat yang dicirikan

 
Nanopartikel dengan besar yang berbeda dapat memiliki sifat-sifat fisika yang berbeda. Contohnya, nanopartikel emas dengan besar partikel berbeda memiliki warna berbeda.
 
Dispersi adalah tingkat berkumpulnya partikel dalam bentuk aglomerasi (dengan ikatan lemah, di gambar) atau agregasi (dengan ikatan kuat).

Besar partikel dan dispersi

Besar partikel menunjukkan ukuran dimensi luarnya, dan dispersitas menunjukkan keragaman besar partikel dalam sebuah sampel. Jika partikel yang dicirikan memiliki besar berbeda-beda di tiap dimensi (misal karena berbentuk panjang atau lonjong), banyak teknik pengukuran yang ada tidak mampu mengukur dimensi yang berbeda-beda tersebut sehingga hanya menghasilkan "diameter bola setara" yang tergantung pada sifat yang digunakan untuk menyimpulkan besar partikel, seperti kelajuan terminal, koefisien difusi, serta mobilitas elektrik. Besar partikel juga dapat dihitung dari citra mikroskop menggunakan parameter terukur seperti diameter Feret, diameter Martin, dan diameter luas proyeksi; mikroskop elektron sering digunakan untuk tujuan ini terhadap nanopartikel. Pengukuran besar partikel dapat berbeda-beda antara berbagai metode karena masing-masing mengukur aspek yang berbeda dari dimensi partikel, atau masing-masing mengambil rata-rata dengan cara yang berbeda, atau karena persiapan atau proses pengukurannya dapat mengubah besar efektif partikel.[7]

Untuk nanopartikel yang ada di udara, teknik untuk mengukur besar partikel di antaranya penumbuk bertingkat, penumbuk elektrik tekanan rendah, penganalisis mobilitas, dan spektrometri massa waktu lintas. Unuk nanopartikel dalam suspensi, di antara teknik yang digunakan adalah hamburan cahaya dinamis, difraksi laser, fraksinasi aliran medan, analisis penjejak partike, kromatografi penyisihan ukuran, sedimentasi sentrifugal, dan mikroskopi gaya atom. Untuk bahan yang berbentuk kering, di antara teknik untuk mengukur besar artikel adalah mikroskopi elektron, mikroskopi gaya atom, dan difraksi sinar X. Besar partikel kadang juga dihitung berdasarkan pengukuran luas permukaan, tetapi cara ini rentan kesalahan dalam bahan-bahan berpori.[7] Metode-metode lain yang digunakan adalah kromatografi hidrodinamik, hamburan sinar statik, nefelometri, spektroskopi pemecahan terinduksi laser, spektroskopi UV-vis,[4] mikroskopi cahaya pemindai medan dekat, mikroskopi pemindai laser sefokus, elektroforesis kapiler, ultrasentrifugasi, filtrasi aliran silang, hamburan sinar X sudut kecil, serta analisis mobilitas.[8] Mikroskop elektron pemindai lingkungan dapat digunakan untuk menghndari perubahan morfologi molekul akibat vakum (yang diperlukan dalam mikroskop pemindai elektron biasa) tetapi mengakibatkan berkurangnya resolusi.[4][8]

Dispersi adalah derajat mengumpulnya partikel dalam bentuk aglomerasi atau agregasi. Kedua istilah ini kadang digunakan sebagai sinonim, tetapi menurut definisi nanoteknologi ISO, aglomerasi adalah kumpulan partikel yang bersifat reversibel dan terikat lemah (seperti dengan gaya van der Waals) sedangkan agregasi terdiri dari partikel yang telah menyatu atau terikat secara tetap (seperti dengan ikatan kovalen). Dispersi sering diukur dengan teknik yang sama untuk mengukur distribusi besar partikel, karena lebar distribusi besar partikel sering digunakan untuk menyimpulkan dispersi.[7] Dispersi adalah proses dinamis yang selain dipengaruhi sifat-sifat partikel itu sendiri juga dipengaruhi lingkungan seperti keasaman (pH) dan kekuatan ion. Beberapa metode pengukuran memiliki masalah karena sulit membedakan satu partikel besar atau sekumpulan partikel yang mengalami aglomerasi atau agregasi. Dalam situasi ini, menggunakan lebih dari satu metode pengukuran (terutama mikroskopi) dapat memperjelas hasil.[11]

 
Nanopartikel dapat memikiki berbagai bentuk, seperti nanopartikel di gambar yang berbentuk "bintang" seperti tampak dalam mikroskop elektron.

Morfologi

Morfologi menyangkut bentuk fisik sebuah partikel serta bentuk permukaannya, misalnya keberadaan retakan, tonjolan, atau pori. Morfologi juga mempengaruhi dispersi, fungsi, dan bahaya racun dari sebuah nanopartikel. Evaluasi morfologi membutuhkan visualisasi partikel secara langsung, yang dapat dicapai dengan teknik seperti mikroskop pemindai elektron, mikroskop elektron transmisi, dan mikroskop gaya atom.[7] Sifat-sifat morfologi yang dicirikan diantaranya kebundaran, nisbah segi, pemanjangan, kecembugnan, dan dimensi fraktal.[5] Karena mikroskopi hanya mencirikan satu partikel, sampel yang besar perlu digunakan agar hasil evaluasinya akurat. Efek akibat orientasi mikroskop maupun preparasi sampel juga harus dipertimbangkan.[11]

Komposisi kimia dan struktur kristal

 
Atom-atom dalam nanopartikel dapat tersusun dalam sebuah struktur kristal (atas) atau dapat bersifat amorf (bawah) atau merupakan pertengahan antara keduanya.

Komposisi kimia menunjukkan unsur-unsur kimia yang membentuk suatu nanopartikel, dan dapat diukur secara ensembel (gabungan) atau melalui analisis unsur partikel tunggal. Di antara teknik ensembel adalah spektroskopi serapan atom, spektroskopi pancaran atom plasma gandeng induktif, spektroskopi massa plasma gandeng induktif, spektroskopi NMR, analisis aktivasi neutron, difraksi sinar X, spektroskopi serapan sinar X, fluoresensi sinar X (XRF), dan analisis termogravimetris. Teknik partikel tunggal termasik spektrometri massa waktu litas, serta meggunakan detektor unsur seperti spektroskopi sinar X dispersi energi (EDXA) atau spektroskopi rerugi tenaga elektron sambil menggunakan mikroskop pemindai elektron atau mikroskop elektron transmisi.[7]

Atom-atom pembentuk sebuah nanopartikel dapat tersusun menjadi kristal atau padatan amorf. Kristalinitas adalah perbandingan struktur yang bersifat kristal terhadap yang bersifat amorf. Ukuran kristalit atau ukuran setiap sel satuan kristal, dapat dihitung melalui persamaan Scherrer. Umumnya, struktur kristal dapat dicirikan melalui difraksi sinar X serbuk, difraksi elektron area terpilih menggunakan mikroskop elektron transmisi, walaupun terdapat metode lain seperti spektroskopi Raman. Difraksi sinar X membutuhkan sejumlah gram bahan nanopartikel, sedangkan untuk difraksi elektron satu partikel saja sudah mencukupi.[7]

Luas permukaan

Luas permukaan adalah ukuran penting dalam nanopartikel buatan karena menentukan kereaktifan partikel dan interaksi permukaan dengan molekul ligan. Terdapat beberapa metode yang mengukur luas permukaan dari berbagai segi. Luas permukaan jenis adalah luas permukaan suatu serbuk per satuan massa atau volume.[7]

Pengukuran luas permukaan secara langsung melibatkan adsorpsi (penjerapan) gas inert seperti nitrogen atau kripton di bawah berbagai kondisi tekanan sehingga membentuk sebuah ekalapis yang menyelubungi nanopartikel. Jumlah molekul gas yang dibutuhkan untuk membentuk ekalapis ini maupun luas penampang molekul gas yang digunakan dapat dikaitkan dengan "luas permukaan total" partikel, termasuk rongga-rongga dan celah-celah internal, sesuai persamaan Brunauer–Emmett–Teller.[7] Molekul organik juga dapat digunakan untuk menggantikan gas, seperti 2-etoksietanol (etilena glikol monoetil eter).[4]

Terdapat juga beberapa teknik pengukuran luas permukaan secara tidak langsung untuk nanopartikel di udara. Teknik-teknik ini mengabaikan porositas dan ketakteraturan permukaan lainnya sehingga bisa jadi tidak akurat. Alat waktu nyata diffusion charger ("pengisi difusi") mengukur "luas permukaan aktif", yaitu luas partikel yang berinteraksi dengan gas atau ion disekitarnya dan hanya bisa dijangkau dari arah luar. Alat bernama penganalisis mobilitas elektrik menghitung diameter bola setara yang dapat dikonversi ke luas permukaan menggunakan rumus-rumus geometri. Metode-metode ini tidak dapat membedakan nanopartikel yang sedang diselidiki dengan nanopartikel-nanopartikel yang dapat berasal dari lingkungan dalam lokasi seperti tempat kerja. Nanopartikel juga dapat dikumpulkan dalam bentuk substrat yang dimensi luarnya dapat diukur dengan mikroskop elektron, yang kemudian dikonversikan menjadi luas permukaan menggunakan rumus-rumus geometri.[7]

Kimia permukaan dan muatan permukaan

 
Permukaan nanopartikel dapat memiliki komposisi berbeda dengan bagian lain, misalnya dengan terikatnya ligan organik.

Kimia permukaan terkait dengan sifat kimia unsur atau molekul pada permukaan partikel. Tidak ada definisi formal untuk membatasi yang disebut "permukaan", dan definisi yang ada biasanya mengikuti teknik pengukuran yang sedang digunakan. Untuk nanopartikel, proporsi atom yang terletak di permukaan lebih banyak dibandingkan partikel-partikel skala mikron, dan atom-atom yang berada di permukaan tersebut mengalami kontak langsung dengan pelarut dan mempengaruhi interaksinya dengan molekul lain. Beberapa nanopartikel, seperti quantum dot memiliki struktur inti–cangkang dengan atom-atom di bagian permukaan luar yang berbeda dengan atom-atom di inti yang terletak di dalam.[7]

Terdapat beberapa teknik untuk mencirikan sifat kimia permukaan nanopartikel. Spektroskopi fotoelektron sinar X dan spektroskopi elektron Auger cocok digunakan untuk mencirikan lapisan permukaan yang relatif tebal yaitu berukuran 1 hingga 5 nm. Spektroskopi massa ion sekunder berguna untuk pencirian beberapa angstrom paling atas (10 angstrom = 1 nm), dan dapat dikombinasikan dengan berbagai teknik pembersitan (sputtering) untuk menganalisis variasi sifat kimia sesuai kedalaman. Untuk nanopartikel, pengukuran kimia permukaan sangat sensitif terhadap kontaminasi pada permukaan partikel (sehingga analisis kuantitatif sulit dilakukan) dan resolusi ruang sering kurang tajam.[7] Untuk protein-protein teradsorpsi, label radiaktif atau metode spektrometri massa seperti desorpsi/ionisasi laser berbantu matriks (MALDI, matrix-assisted laser desorption/ionization) dapat digunakan.[11]

Muatan permukaan biasanya diakibatkan pengikatan atau pelepasan proton di lokasi-lokasi dengan gugus hidroksil di permukaan nanopartikel.[7] Muatan permukaan sulit untuk diukur langsung, sehingga besaran lain yang terkait yaitu potensial zeta sering diukur sebagai pengganti.[4] Potensial zeta adalah sifat tidak diukur langsung melainkan didapat dari perhitungan, dan dipengaruhi bukan hanya nanopartikel yang sedang diselidiki tetapi juga dipengaruhi medium sekitarnya. Karena itu, agar pencirian ini berguna dibutuhkan deksripsi medium yang digunakan, seperti komposisi, pH, viskositas, dan konstanta dielektriknya, temperatur pengukuran, serta nilai yang digunakan dalam "fungsi Henry" dari potensial zeta tersebut. Potensial zeta digunakan sebagai indikator kestabilan koloid, dan ditemukan dapat memprediksi peresapan nanopartikel oleh sel.[7] Pengukuran zeta potensial dapat dilakukan dengan melakukan titrasi untuk menemukan titik isoelektrik,[11] atau dengan melakukan elektroforesis[4] seperti elektroforesis Doppler laser.[7]

Energi permukaan atau keterbasahan (sifat yang penting terkait dengan agregasi, pelarutan, dan bioakumulasi nanopartikel) dapat diukur melalui mikrokalorimetri dengan mengukur kalor pencelupan, atau pengukuran-pengukuran sudut kontak. Reaktivitas permukaan juga dapat dipantau langsung melalui mikrokalorimetri menggunakan molekul-molekul kuar yang dapat mengalami perubahan terukur jika berinteraksi dengan nanopartikel.[11]

Kelarutan

Kelarutan mengukur kemampuan sebuah nanopartikel untuk melarut dalam pelarut tertentu. Bahan-bahan yang diberi uji kelarutan dapat diukur menggunakan spektroskopi serapan atom, spektroskopi pancaran optis plasma gandeng induktif, serta spektroskopi massa plasma gandeng induktif yang biasanya paling sensitif. Beberapa konsep terkait di antaranya adalah biodurabilitas, kelajuan pelarutan di sebuah cairan tubuh makhluk hidup, dan biopersistensi, yaitu kelajuan pembersihan bahan tersebut oleh organ-organ seperti paru-paru melalui berbagai proses.[7]

Teknik analitis kuantitatif untuk kelarutan mengukur seluruh konsentrasi unsur dalam sampel dan tidak membedakan bentuk terlarut dan bentuk padatan yang tersisa. Karena itu, proses pemisahan harus dilakukan untuk menyingkirkan partikel-partikel yang tersisa. Teknik pemisahan secara fisika di antaranya adalah kromatografi penyisihan ukuran, kromatografi hidrodinamik, dan fraksinasi aliran medan. Teknik pemisahan secara mekanika menggunakan membran atau sentrifugasi. Teknik pemisahan secara kimia di antaranya adalah ekstraksi cair-cair, ekstraksi padatan-cair, ekstraksi titik keruh, dan penggunaan nanopartikel magnetik.[7]

Penerapan

 
Citra mikroskop pemindai elektron dari empat sampel nanopartikel seng oksida buatan empat perusahaan berbeda. Terlihat bahwa keempatnya memiliki perbedaan bentuk dan ukuran. Pencirian material nano oleh pihak produsen dan konsumen diperlukan untuk menilai keseragaman dan keberulangan sifat-sifatnya.

Pengujian produk

Pabrik manufaktur dan pengguna nanopartikel dapat melakukan pencirian produk nanopartikel sebagai bentuk pengendalian proses atau verifikasi dan validasi.[7] Sifat-sifat nanopartikel dapat berubah karena variasi-variasi kecil yang terjadi saat sintesis atau pemrosesan. Karena itu, nanopartikel yang dihasilkan secara terpisah melalui proses yang terlihat sama persis harus dicirikan untuk memastikan bahwa nanopartikel itu benar-benar sama. Sifat bahan ataupun dimensi material nano dapat bersifat heterogen sehingga menyebabkan perbedaan sifat-sifat fungsionalnya. Umumnya, keseragaman adalah sifat yang diinginkan. Mengurangi keberagaman dalam proses sintesis, stabilisasi, dan fungsionalisasi awal biasanya lebih dikehendaki dibandingkan melakukannya di tahap pemurnian akhir karena akan mengurangi rendemen. Sifat lain yang dikehendaki adalah keterulangan (hasil yang sama jika proses yang sama diulangi).[6] Tak seperti pencirian nanopartikel dalam penelitian yang mementingkan ketepatan setinggi mungkin, dalam konteks industri terdapat penekanan akan perlunya menyingkat waktu, mengurangi biaya dan jumlah sifat yang dicirikan, serta proses yang dapat dilakukan dalam kondisi yang tidak sepenuhnya steril.[12]

Beragam penggunaan nanopartikel memiliki toleransi yang berbeda dalam hal keseragaman dan keterulangan, sehingga memerlukan pendekatan berbeda terkait pencirian. Misalnya, keberagaman sifat nanopartikel dapat diterima untuk bahan nanokomposit,[6] tetapi di bidang pengobatan nano sifat-sifat tertentu seperti distribusi besar partikel, komposisi kimia, dan farmakokinetika dianggap kritis sehingga proses pencirian menjadi sangat penting. Praktisi pengobatan nano mulai mengembangkan metode analitis standar untuk bidang tersebut, tetapi hingga akhir 2010-an pengembangan ini masih berada di tahap awal.[13][14][15] Salah satu standar yang telah dikembangkan adalah sebuah rangkaian standar yang terdiri dari berbagai pengujian dan disebut assay cascades.[14][15][16]

Toksikologi

Nanotoksikologi adalah bidang ilmu yang mempelajari efek racun dari nanopartikel dalam makhluk hidup. Pencirian sifat fisika dan kimia suatu nanopartikel berperan penting untuk memastikan keterulangan penelitian nanotoksikologi, serta untuk mempelajari hubungan antara sifat fisika dan kimia dengan efek nanopartikel terhadap makhluk hidup.[11]

Beberapa sifat nanopartikel (seperti distribusi besar partikel dan aglomerasi) dapat berubah saat bahan disiapkan dan digunakan dalam penelitian toksikologi. Karena itu, dibutuhkan pengukuran dalam berbagai tahap penelitian. Di antaranya adalah saat "diterima" (as-received) atau "dihasilkan" (as-generated), yaitu saat bahan tersebut diterima dari pabriknya atau disintesis di laboratorium, maupun sesuai dosis (as-dosed) atau sesuai pemaparan (as-exposed) yang menunjukkan keadaan bahan tersebut saat memasuki sistem makhluk hidup. Sifat saat pemaparan dapat berbeda dengan sifat saat bahan tersebut diterima dari pabrik karena berbagai hal, seperti terbentuknya agregasi dan aglomerasi, pembentukan agregasi atau aglomerasi yang lebih besar, atau adhesi atau lengketnya bahan ke permukaan lain sehingga berkurang jumlahnya. Selain itu, sifat-sifat tersebut dapat berubah pada saat interaksi dengan jaringan makhluk hidup akibat perjalanan maupun pembersihan partikel tersebut di tubuh makhluk hidup. Pada saat ini, pencirian sifat-sifat nanopartikel secara in situ (di tempat aslinya) masih sulit dilakukan tanpa mengubah kondisi sistem. Perubahan pada bahan nanopartikel dapat diukur melalui otopsi atau pemeriksaan histologi, tetapi pengukuran masih dapat terganggu oleh jaringan itu sendiri.[5]

Penilaian pajanan

 
Peralatan untuk mengambil sampel nanopartikel yang ada di udara. Di gambar ini, tampak pencacah partikel kondensasi (kiri), fotometer aerosol (biru, atas), dan dua pompa penyampel udara.

Penilaian pajanan adalah sekumpulan cara yang digunakan untuk mengamati pelepasan dan pemaparan zat-zat pencemar kepada para pegawai di tempat kerja. Proses ini dimaksudkan unuk mengurangi risiko kesehatan dan keselamatan yang muncul di tempat kerja yang menangani material nano. Untuk nanopartikel buatan, penilaian umumnya meliputi penggunaan pencacah partikel untuk mengamati jumlah partikel secara langsung di udara (termasuk nanopartikel maupun partikel-partikel lainnya) dan metode penyampelan kesehatan industri yang menggunakan mikroskop serta analiss unsur untuk menemukan nanopartikel yang dianggap penting. Terdapat penyampel perseorangan yang diletakkan sedekat mungkin dengan udara yang dihirup para pekerja (misalnya di kerah baju) atau penyampel wilayah yang diletakkan dalam posisi diam di lokasi-lokasi tertentu.[17]

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), badan pemerintah federal Amerika Serikat yang bergerak di bidang keselamatan pekerja, mengembangkan strategi penyampelan yang disebut Nanomaterial Exposure Assessment Technique (NEAT) 2.0 untuk menilai risiko pajanan (pemaparan) nanopartikel buatan. Teknik ini menggunakan berbagai sampel filter di zona napas para pekerja maupun di wilayah kerja secara umum. Sampel terpisah digunakan untuk analisis unsur maupun untuk mengumpulkan data morfologi (bentuk partikel) menggunakan mikroskrop elektron. Sampel kedua ini dapat membantu mengaitkan hasil analisis unsur dengan nanopartikel yang sedang diselidiki, serta untuk analisis kualitatif besar partikel, tingkat aglomerasi, dan apakah nanopartikel tersebut bebas atau terkandung dalam sebuah matriks. Pencirian dan identifikasi bahaya dapat dinilai berdasarkan hasil keseluruhan seluruh sampel. Selain itu, alat-alat ukur portabel dapat digunakan untuk mencatat fluktuasi-fluktuasi dalam jumlah, distribusi ukuran, maupun massa partikel secara terus menerus. Hasil ini kemudian dibandingkan dengan catatan aktivitas para pekerja sehingga dapat mengidentifikasi tugas atau praktek kerja yang menyebabkan meningkatnya hasil-hasil pengukuran. Penilaian pajanan juga perlu melibatkan penilaian praktek-praktek kerja, keefektifan ventilasi, sistem-sistem pengendalian pemaparan maupun strategi-strategi pengendalian risiko yang berlaku di tempat kerja.[17]

Karena nanopartikel dapat beragregasi di udara, diperlukan pencacah partikel yang mampu mendeteksi partikel dengan berbagai rentang ukuran. Tempat kerja yang berada di sekitar juga perlu diuji secara bersamaan agar dapat konsentrasi latar dapat diketahui.[1] Tidak semua alat yang dapat mendeteksi partikel aerosol cocok untuk memantau emisi nanopartikel di tempat kerja karena bisa jadi ukuran nanopartikel terlalu kecil untuk alat tersebut, atau alat tersebut bisa jadi terlalu besar atau sulit dikirim ke tempat kerja.[1][18]

Banyak nanopartikel buatan yang telah digunakan belum memiliki batas pajanan kerja (konsentrasi maksimal yang secara resmi dianggap pantas/tidak berbahaya di tempat kerja) karena risiko dan bahayanya belum sepenuhnya diketahui.[17] Efek racun zat-zat pencemar udara biasanya diukur berdasarkan massa, tetapi karena nanopartikel memiliki berbagai keunikan, ukuran yang paling tepat untuk menilai efek racunnya belum diketahui pasti. Penelitian pada hewan dan kultur sel menunjukkan bahwa bisa jadi besar dan bentuk partikel adalah faktor penting untuk mengukur efek racun nanopartikel.[1] Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa luas permukaan dan aktivitas kimia permukaan bisa jadi lebih penting dibanding konsentrasi berdasarkan massa.[18] Di Amerika Serikat, NIOSH telah menganjurkan batas pajanan anjuran (recommended exposure limit, REL) untuk tabung nano karbon dan serat nano karbon yaitu sebesar 1,0 μg/m3 dinyatakan dalam konsentrasi massa rata-rata tertimbang waktu 8 jam dari unsur karbon yang dapat terhirup dan setelah dikoreksi oleh konsentrasi latar.[19] and elemental analysis for several metals.[20] NIOSH juga menganjurkan batas 300 μg/m3 untuk titanium dioksida ultrahalus dinyatakan sebagai konsentrasi rata-rata tertimbang waktu selama 10 jam/hari selama waktu kerja 40 jam/minggu.[21]

Standar

Berbagai badan pemerintah dan organisasi swasta menyediakan standar metrologi untuk nanoteknologi..[22][23] Di antara badan-badan ini adalah Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO),[24][25] ASTM International,[26][27] IEEE Standards Association,[28] International Electrotechnical Commission (IEC),[29][30] Persatuan Internasional Kimia Murni dan Terapan (IUPAC),[31] National Institute of Standards and Technology (NIST) milik AS,[32] Laboratorium Pencirian Nanoteknologi milik Institut Kanker Nasional AS,[15] dan Komite Eropa untuk Standardisasi.[33] Organisasi American National Standards Institute memiliki sebuah basis data untuk beragam standar nanoteknologi.[34]

 
Citra mikroskop elektron transmisi dari nanopartikel titanium dioksida yang digunakan sebagai bahan referensi standar bernomor 1898 oleh National Institute of Standards and Technology di Amerika Serikat.

Bahan referensi

Bahan referensi adalah bahan yang telah dipastikan atau sengaja dibuat memiliki sifat homogen dan stabil dalam salah satu sifat fisika terukurnya sehingga bisa menjadi patokan pengukuran yang baku. Penggunaan bahan referensi untuk nanopartikel ditujukan untuk mengurangi kesalahan pengukuran,[35] untuk mengalibrasi peralatan yang digunakan dalam pencirian nanopartikel, untuk kontrol kualitas statistis, dan untuk membandingkan eksperimen-eksperimen dari laboratorium berbeda.[9]

Banyak jenis nanopartikel belum memiliki bahan referensi.[4] Salah satu tantangan dalam membuat bahan referensi adalah dibutuhkannya metode pengukuran dengan hasil tepat dan terulang terhadap sifat-sifat yang relevan.[35] Kondisi pengukuran juga harus dispesifikasikan, karena sifat-sifat seperti besar partikel dan dispersi dapat berubah berdasarkan berbagai kondisi, terutama jika ada kesetimbangan termodinamis antara partikel terpisah dan partikel terlarut.[9] Bahan referensi untuk nanopartikel sering memiliki masa kadaluwarsa lebih singkat dibanding bahan biasa. Bahan yang berbentuk serbuk bersifat lebih stabil dibanding bahan yang berbentuk suspensi, tetapi jika serbuk itu harus dilarutkan, proses dispersi yang terjadi akan meningkatkan ketidakpastian metrik-metrik terkait bahan tersebut.[4]

Berbagai lembaga memproduksi nanopartikel untuk dijadikan bahan referensi, termasuk NIST di AS,[36] Institut Bahan Referensi dan Pengukuran di Uni Eropa, Institut Nasional Ilmu dan Teknologi Industri Lanjutan (Sangyō Gijutsu Sōgō Kenkyū-sho) di Jepang, Dewan Penelitian Nasional di Kanada, Institut Metrologi Nasional di Tiongkok, dan perusahaan bioteknologi AS Thermo Fisher Scientific.[35] Selain itu, Institut Federal untuk Penelitian dan Pengujian Material di Jerman memiliki daftar bahan-bahan referensi skala nano.[37]

Referensi

  1. ^ a b c d e "Current Strategies for Engineering Controls in Nanomaterial Production and Downstream Handling Processes". U.S. National Institute for Occupational Safety and Health (dalam bahasa Inggris): 1–3, 47–49, 57–58. November 2013. doi:10.26616/NIOSHPUB2014102. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-05. Diakses tanggal 2017-03-05. 
  2. ^ Klaessig, Fred; Marrapese, Martha; Abe, Shuji (2011). Nanotechnology Standards. Nanostructure Science and Technology (dalam bahasa Inggris). Springer, New York, NY. hlm. 21–52. doi:10.1007/978-1-4419-7853-0_2. ISBN 9781441978523. 
  3. ^ "ISO/TS 80004-1:2015 - Nanotechnologies — Vocabulary — Part 1: Core terms". International Organization for Standardization. 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-17. Diakses tanggal 2018-01-08. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Hassellöv, Martin; Readman, James W.; Ranville, James F.; Tiede, Karen (2008-07-01). "Nanoparticle analysis and characterization methodologies in environmental risk assessment of engineered nanoparticles". Ecotoxicology (dalam bahasa Inggris). 17 (5): 344–361. doi:10.1007/s10646-008-0225-x. ISSN 0963-9292. PMID 18483764. 
  5. ^ a b c d e Powers, Kevin W.; Palazuelos, Maria; Moudgil, Brij M.; Roberts, Stephen M. (2007-01-01). "Characterization of the size, shape, and state of dispersion of nanoparticles for toxicological studies". Nanotoxicology. 1 (1): 42–51. doi:10.1080/17435390701314902. ISSN 1743-5390. 
  6. ^ a b c Stavis, Samuel M.; Fagan, Jeffrey A.; Stopa, Michael; Liddle, J. Alexander (2018-09-28). "Nanoparticle Manufacturing – Heterogeneity through Processes to Products". ACS Applied Nano Materials (dalam bahasa Inggris). 1 (9): 4358–4385. doi:10.1021/acsanm.8b01239. ISSN 2574-0970. 
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Stefaniak, Aleksandr B. (2017). "Principal Metrics and Instrumentation for Characterization of Engineered Nanomaterials". Dalam Mansfield, Elisabeth; Kaiser, Debra L.; Fujita, Daisuke; Van de Voorde, Marcel. Metrology and Standardization of Nanotechnology (dalam bahasa Inggris). Wiley-VCH Verlag. hlm. 151–174. doi:10.1002/9783527800308.ch8. ISBN 9783527800308. 
  8. ^ a b c d e f g h i Tiede, Karen; Boxall, Alistair B. A.; Tear, Steven P.; Lewis, John; David, Helen; Hassellöv, Martin (2008-07-01). "Detection and characterization of engineered nanoparticles in food and the environment" (PDF). Food Additives & Contaminants: Part A. 25 (7): 795–821. doi:10.1080/02652030802007553. ISSN 1944-0049. PMID 18569000. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2020-10-14. Diakses tanggal 2020-01-01. 
  9. ^ a b c Linsinger, Thomas P.J.; Roebben, Gert; Solans, Conxita; Ramsch, Roland (2011). "Reference materials for measuring the size of nanoparticles". TrAC Trends in Analytical Chemistry. 30 (1): 18–27. doi:10.1016/j.trac.2010.09.005. 
  10. ^ "New Guide for Visualization and Identification of Nanoparticles in Cells Using Enhanced Darkfield Microscopy with Hyperspectral Imaging Analysis". ASTM International. 2018-04-29. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-05. Diakses tanggal 2018-05-31. 
  11. ^ a b c d e f Powers, Kevin W.; Brown, Scott C.; Krishna, Vijay B.; Wasdo, Scott C.; Moudgil, Brij M.; Roberts, Stephen M. (2006-04-01). "Research Strategies for Safety Evaluation of Nanomaterials. Part VI. Characterization of Nanoscale Particles for Toxicological Evaluation". Toxicological Sciences (dalam bahasa Inggris). 90 (2): 296–303. doi:10.1093/toxsci/kfj099. ISSN 1096-6080. PMID 16407094. 
  12. ^ "Eighth Nanoforum Report: Nanometrology" (PDF). Nanoforum. July 2006. hlm. 13–14. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2007-10-20. 
  13. ^ Gioria, Sabrina; Caputo, Fanny; Urbán, Patricia; Maguire, Ciarán Manus; Bremer-Hoffmann, Susanne; Prina-Mello, Adriele; Calzolai, Luigi; Mehn, Dora (2018-03-01). "Are existing standard methods suitable for the evaluation of nanomedicines: some case studies". Nanomedicine (dalam bahasa Inggris). 13 (5): 539–554. doi:10.2217/nnm-2017-0338. ISSN 1743-5889. 
  14. ^ a b "Mission & Objectives". U.S. National Cancer Institute Nanotechnology Characterization Lab. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-01. Diakses tanggal 2019-05-21. 
  15. ^ a b c "Assay Cascade Protocols". U.S. National Cancer Institute Nanotechnology Characterization Lab (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-10. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  16. ^ "Assay Cascade". European Nanomedicine Characterisation Laboratory. 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-30. Diakses tanggal 2020-01-30. 
  17. ^ a b c Eastlake, Adrienne C.; Beaucham, Catherine; Martinez, Kenneth F.; Dahm, Matthew M.; Sparks, Christopher; Hodson, Laura L.; Geraci, Charles L. (2016-09-01). "Refinement of the Nanoparticle Emission Assessment Technique into the Nanomaterial Exposure Assessment Technique (NEAT 2.0)". Journal of Occupational and Environmental Hygiene. 13 (9): 708–717. doi:10.1080/15459624.2016.1167278. ISSN 1545-9624. PMC 4956539 . PMID 27027845. 
  18. ^ a b "Approaches to Safe Nanotechnology: Managing the Health and Safety Concerns Associated with Engineered Nanomaterials". U.S. National Institute for Occupational Safety and Health (dalam bahasa Inggris): 23–33. March 2009. doi:10.26616/NIOSHPUB2009125. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-18. Diakses tanggal 2017-04-26. 
  19. ^ "Current Intelligence Bulletin 65: Occupational Exposure to Carbon Nanotubes and Nanofibers". U.S. National Institute for Occupational Safety and Health (dalam bahasa Inggris): x, 43, 149–156. April 2013. doi:10.26616/NIOSHPUB2013145. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-15. Diakses tanggal 2017-04-26. 
  20. ^ Millson, Mark; Hull, R. DeLon; Perkins, James B.; Wheeler, David L.; Nicholson, Keith; Andrews, Ronnee (2003-03-15). "NIOSH method 7300: Elements by ICP (nitric/perchloric acid ashing)" (PDF). U.S. National Institute for Occupational Safety and Health. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2017-05-19. Diakses tanggal 2017-04-25. 
  21. ^ "Current Intelligence Bulletin 63: Occupational Exposure to Titanium Dioxide". U.S. National Institute for Occupational Safety and Health (dalam bahasa Inggris): vii, 77–78. April 2011. doi:10.26616/NIOSHPUB2011160. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-27. Diakses tanggal 2017-04-27. 
  22. ^ "Standards for Nanotechnology". U.S. National Nanotechnology Initiative (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-19. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  23. ^ "Nanotechnology standards from ISO/TC229, IEC/TC113, and CSA Group" (PDF). CSA Group. 2015. Archived from the original on 2016-04-21. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  24. ^ "Standards catalogue: ISO/TC 229 - Nanotechnologies". International Organization for Standardization (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-06. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  25. ^ Benko, Heather (2017). "ISO Technical Committee 229 Nanotechnologies". Dalam Mansfield, Elisabeth; Kaiser, Debra L.; Fujita, Daisuke; Van de Voorde, Marcel. Metrology and Standardization of Nanotechnology (dalam bahasa Inggris). Wiley-VCH Verlag. hlm. 261–268. doi:10.1002/9783527800308.ch14. ISBN 9783527800308. 
  26. ^ "Nanotechnology Standards". ASTM International. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-07. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  27. ^ Kaiser, Debra L.; Chalfin, Kathleen (2017). "Standards from ASTM International Technical Committee E56 on Nanotechnology". Dalam Mansfield, Elisabeth; Kaiser, Debra L.; Fujita, Daisuke; Van de Voorde, Marcel. Metrology and Standardization of Nanotechnology (dalam bahasa Inggris). Wiley-VCH Verlag. hlm. 269–278. doi:10.1002/9783527800308.ch15. ISBN 9783527800308. 
  28. ^ "Nanotechnology Standards". IEEE Standards Association. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-13. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  29. ^ "TC 113 - Nanotechnology for electrotechnical products and systems: Work programme". International Electrotechnical Commission (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-06. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  30. ^ Leibowitz, Michael (2017). "International Electrotechnical Commission: Nanotechnology Standards". Dalam Mansfield, Elisabeth; Kaiser, Debra L.; Fujita, Daisuke; Van de Voorde, Marcel. Metrology and Standardization of Nanotechnology (dalam bahasa Inggris). Wiley-VCH Verlag. hlm. 279–288. doi:10.1002/9783527800308.ch16. ISBN 9783527800308. 
  31. ^ Mansfield, Elizabeth; Hartshorn, Richard; Atkinson, Andrew (2017). "Nanomaterial Recommendations from the International Union of Pure and Applied Chemistry". Dalam Mansfield, Elisabeth; Kaiser, Debra L.; Fujita, Daisuke; Van de Voorde, Marcel. Metrology and Standardization of Nanotechnology (dalam bahasa Inggris). Wiley-VCH Verlag. hlm. 299–306. doi:10.1002/9783527800308.ch18. ISBN 9783527800308. 
  32. ^ Liepa, Torey (2015-02-20). "Nano-Measurements: Complete List of Protocols". U.S. National Institute of Standards and Technology (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-14. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  33. ^ Aublant, Jean-Marc L. (2017). "Standardization of Nanomaterials: Methods and Protocols". Dalam Mansfield, Elisabeth; Kaiser, Debra L.; Fujita, Daisuke; Van de Voorde, Marcel. Metrology and Standardization of Nanotechnology (dalam bahasa Inggris). Wiley-VCH Verlag. hlm. 289–298. doi:10.1002/9783527800308.ch17. ISBN 9783527800308. 
  34. ^ "Welcome to the ANSI-NSP Nanotechnology Standards Database". American National Standards Institute (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-19. Diakses tanggal 2017-09-20. 
  35. ^ a b c Stefaniak, Aleksandr B.; Hackley, Vincent A.; Roebben, Gert; Ehara, Kensei; Hankin, Steve; Postek, Michael T.; Lynch, Iseult; Fu, Wei-En; Linsinger, Thomas P. J. (2013-12-01). "Nanoscale reference materials for environmental, health and safety measurements: needs, gaps and opportunities". Nanotoxicology. 7 (8): 1325–1337. doi:10.3109/17435390.2012.739664. ISSN 1743-5390. PMID 23061887. 
  36. ^ "Nanomaterials (less than or equal to 100 nm)". U.S. National Institute of Standards and Technology. Diakses tanggal 2017-10-05. [pranala nonaktif permanen]
  37. ^ "Nanoscaled Reference Materials". German Federal Institute for Materials Research and Testing (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-16. Diakses tanggal 2017-10-05.