Pengguna:Dedhert.Jr/Uji halaman 05/1

15000 jumlah parsial pertama dari deret 0 + 1 − 2 + 3 − 4 + .... Grafiknya menggambarkan bilangan positif mengarah ke kanan, sedangkan bilangan bulat negatif mengarah ke kiri.

Dalam matematika, 1 − 2 + 3 − 4 + ··· adalah deret takhingga yang suku-sukunya berupa bilangan bulat positif yang semakin besar dengan tanda positif dan negatif yang bergantian. Jumlah suku pertama dari deret tersebut dapat dijabarkan melalui notasi Sigma.

.

Deret takhingga tersebut divergen, yang berarti bahwa barisan jumlah parsialnya, (yaitu 1, −1, 2, −2, ...), cenderung tidak menuju setiap batas terhingga. Namun pada pertengahan abad ke-18, Leonhard Euler menulis sesuatu yang ia akui sebagai persamaan paradoks:

.

Penjelasan yang teliti mengenai persamaan ini baru muncul kemudian. Sejak tahun 1890, Ernesto Cesàro, Émile Borel dan ilmuwan lainnya meneliti metode yang didefinisikan dengan baik untuk penjumlahan umum pada deret divergen—termasuk penafsiran baru mengenai penerapan Euler. Banyak metode keterjumlahan ini menerapkan sebagai "nilai" dari 1 − 2 + 3 − 4 + ··· . Penjumlahan Cesàro merupakan salah satu metode yang tidak menjumlahkan 1 − 2 + 3 − 4 + ···, sehingga deret tersebut menjadi contoh perlunya suatu metode yang agak lebih kuat seperti penjumlahan Abel.

Deret 1 − 2 + 3 − 4 + ··· sangat terkait dengan deret Grandi, 1 − 1 + 1 − 1 + ···. Euler memperlakukan kedua deret tersebut sebagai kasus istimewa (masing-masing n = 1 dan n = 0) mengenai 1 − 2 n + 3 n − 4 n + ···, yaitu rangkaian penelitian yang memperluas hasil penelitiannya tentang masalah Basel dan mengarah pada persamaan fungsional yang saat ini dikenal sebagai fungsi eta Dirichlet dan fungsi zeta Riemann.

Kedivergenan

sunting

Suku (1, −2, 3, −4, ...) pada deret tersebut tidak mendekati 0; karena itu 1 − 2 + 3 − 4 + ··· divergen menurut uji suku. Kedivergenan deret juga dapat diperlihatkan melalui definisi berikut: sebuah deret takhingga adalah konvergen jika dan hanya jika barisan dari jumlah parsial konvergen terhadap limit, dalam artian bahwa limit adalah nilai dari deret takhingga tersebut. Jumlah parsial dari 1 − 2 + 3 − 4 + ··· adalah:[1]

 

Barisan jumlah parsial di atas memperlihatkan bahwa deret tidak konvergen ke bilangan tertentu: untuk setiap limit x, terdapat titik di luar yang semua jumlah parsial suburutannya di luar interval [x−1, x+1]), sehingga 1 − 2 + 3 − 4 + ··· divergen.

Jumlah parsial memuat setiap bilangan bulat setidaknya sekali—bahkan 0 juga bila menghitung jumlah parsial kosong—dan demikian membentuk ketercacahan dari himpunan bilangan bulat  .[2]

Heuristik penjumlahan

sunting

Stabilitas dan linearitas

sunting

Karena suku 1, −2, 3, −4, 5, −6, ... mengikuti pola sederhana, deret 1 − 2 + 3 − 4 + ··· dapat dimanipulasi dengan menukarkan penambahan suku dengan suku sehingga memperoleh sebuah nilai numerik. Jika deret tersebut dapat ditulis s = 1 − 2 + 3 − 4 + ..., untuk setiap bilangan s, maka manipulasi pada deret tersebut memperoleh nilai  .[3] 

 
Dengan menambahkan 4 salinan deret 1 − 2 + 3 − 4 + ···, hanya dengan menukar penjumlahan suku demi suku, menghasilkan nilai 1. Masing-masing ruas kiri dan ruas kanan menunjukkan dua salinan deret 1 − 2 + 3 − 4 + ··· yang ditambahkan dengan deret 1 − 1 + 1 − 1 + ···.

Jadi  .

Walaupun 1 − 2 + 3 − 4 + ··· tidak mempunyai penjumlahan pada umumnya, namun persamaan   dapat didukung sebagai jawaban yang paling alami jika penjumlahan tersebut dapat didefinisikan. Definisi perumuman dari "jumlah" deret divergen disebut metode penjumlahan atau metode keterjumlahan. Ada beberapa metode yang berbeda mengenai penjumlahan ini dan diperlukan sekali bahwa metode-metode tersebut memberikan beberapa sifat-sifat penjumlahan biasa.[4] Manipulasi yang dijelaskan di atas sebenarnya membuktikan sifat berikut: Untuk setiap metode keterjumlahan yang bersifat linear dan stabil dan untuk setiap jumlah dari deret 1 − 2 + 3 − 4 + ···, jumlah deret tersebut bernilai 14.[5] Lebih lanjut, Metode tersebut juga menjumlahkan deret Grandi, yaitu  .[5]

Darab Cauchy

sunting

Pada tahun 1891, Ernesto Cesàro menyatakan harapannya bahwa deret divergen dapat dijelaskan dengan teliti melalui kalkulus. Ia memperlihatkan, "Seseorang telah menulis bahwa (1 − 1 + 1 − 1 + ···) 2 = 1 − 2 + 3 − 4 + ··· dan mengatakan bahwa kedua sisinya sama dengan 14."[6] Menurut Cesàro, persamaan ini merupakan penerapan dari teorema yang ia terbitkan pada tahun sebelumnya, yaitu teorema pertama dalam sejarah deret divergen terjumlahkan (lihat disini untuk penjelasan metode penjumlahan).[1] Kunci utamanya adalah bahwa 1 − 2 + 3 − 4 + ··· merupakan darab Cauchy (konvolusi diskret) dari 1 − 1 + 1 − 1 + ··· dengan 1 − 1 + 1 − 1 + ···.

Darab Cauchy dari dua deret takhingga didefinisikan sebagai genap ketika kedua deret tersebut divergen. Pada kasus dimana an = bn = (−1)n, suku-suku dari darab Cauchy dapat diberikan melalui penjumlahan diagonal terhingga Maka deret hasilkalinya menjadi Jadi metode penjumlahan terhadap darab Cauchy dari dua deret (dan menyatakan bahwa jumlah dari deret 1 − 1 + 1 − 1 + ··· adalah 12) akan juga mengatakan bahwa jumlah dari deret 1 − 2 + 3 − 4 + ··· adalah 14. Melalui hasil dari penjelasan pada bagian sebelumnya, metode ini menyiratkan sebuah kesetaraan dengan keterjumlahan 1 − 1 + 1 − 1 + ··· dan 1 − 2 + 3 − 4 + ··· dengan metode yang bersifat linear, stabil, dan terhadap darab Cauchy.

Teorema Cesàro merupakan sebuah contoh yang licik. Deret 1 − 1 + 1 − 1 + ··· disebut terjumlah-(C, 1) (dalam arti yang paling lemahnya disebut terjumlah-Cesàro), sedangkan 1 − 2 + 3 − 4 + ··· yang memerlukan sebuah bentuk teorema Cesàro yang kuat,[7] disebut terjumlah-(C, 2). Karena semua bentuk teorema Cesàro bersifar linear dan stabil,[8] nilai dari jumlahnya dihitung seperti di atas.

Metode khusus

sunting

Cesàro dan Hölder

sunting
 
Sebuah data yang memperlihatkan bahwa (H, 2) terjumlah ke 14.

Untuk mencari penjumlahan Cesàro (C,1) dari 1 − 2 + 3 − 4 + ···, jika ada, penjumlahannya harus menghitung purata aritmetika dari jumlah parsial dari deret. Jumlah parsialnya memuat:

1, −1, 2, −2, 3, −3, ...,

dan purata aritmetika dari jumlah parsial di atas adalah:

1, 0, 23, 0, 35, 0, 47, ....

Hal ini mengartikan bahwa barisan tersebut tidak konvergen, sehingga 1 − 2 + 3 − 4 + ··· bukan terjumlah Cesàro.

Ada dua perumuman yang terkenal mengenai penjumlahan Cesàro, salah satunya adalah penjumlahan secara konseptual yang lebih sederhananya adalah metode barisan (H, n) untuk bilangan bulat n. Penjumlahan (H, 1) merupakan penjumlahan Cesàro, dan metode dengan tingkat lebih tinggi mengulangi perhitungan purata. Pada barisan di atas, purata genap konvergen menuju 12, sedangkan purata ganjil sama dengan 0, sehingga purata dari purata tersebut konvergen menuju rerata di antara 0 dan 12, yaitu 14.[9] Jadi, 1 − 2 + 3 − 4 + ···, yang merupakan penjumlahan (H, 2), terjumlah ke 14.

Penjumlahan ini pertama kali dibuktikan oleh Otto Hölder pada tahun 1882, dan huruf "H" pada notasi tersebut mengacu pada namanya. Hal ini membuat para matematikawan saat ini yang memikirkan keterkaitan antara penjumlahan Abel dan penjumlahan (H, n), contoh pertamanya seperti 1 − 2 + 3 − 4 + ···.[10] Bahkan 14 yang merupakan penjumlahan (H, 2) dari 1 − 2 + 3 − 4 + ··· menjamin bahwa penjumlahan ini juga merupakan penjumlahan Abel, dan penjumlahan ini juga dibuktikan secara langsung di bawah bagian halaman ini.

Perumuman Cesàro lain yang dirumuskan biasanya merupakan barisan metode (C, n). Hal ini telah dibuktikan bahwa penjumlahan (C, n) dan penjumlahan (H, n) selalu memberikan hasil yang sama, namun kedua penjumlahan tersebut mempunyai latarbelakang mengenai asal-usul yang berbeda. Pada tahun 1887, Cesàro datang menjelaskan definisi dari penjumlahan (C, n), namun ia hanya memberikan beberapa contoh tentangnya. Khususnya, ia menghitung jumlah dari 1 − 2 + 3 − 4 + ··· sama dengan 14 melalui sebuah metode yang dapat mengubah penjumlahannya kembali sebagai (C, n), namun ia tidak membenarkannya pada masa itu. Hingga pada tahun 1890, ia mendefinisikan penjumlahan (C, n) secara resmi untuk menyatakan teoremanya bahwa darab Cauchy setiap deret terjumlah-(C, n) dan deret terjumlah-(C, m) sama dengan deret terjumlah-(C, m + n + 1).[11]

Penjumlahan Abel

sunting
 
Beberapa parsial dari  ,  , dan limitnya di 1.

Dalam sebuah laporan tahun 1749, Leonhard Euler mengakui bahwa deret tersebut divergen, namun ia bersiap untuk menyimpulkan:

... ketika dikatakan bahwa jumlah deret 1 − 2 + 3 − 4 + 5 − 6 dst. adalah ¼, seharusnya deret tersebut memunculkan paradoks. Ketika menambahkan 100 suku dari deret ini, kita memperoleh nilai −50, namun jumlah dari 101 suku memberikan nilai +51, sehingga hasilnya cukup berbeda dari ¼ dan menjadi lebih besar ketika jumlah deret tersebut bertambah. Namun, aku menyadari pada waktu sebelumnya bahwa penggunaan kata "jumlah" perlu memperluas maknanya lebih luas ...[12]

Euler mengusulkan perumuman kata "jumlah" berkali-kali. Pada kasus deret 1 − 2 + 3 − 4 + ···, idenya mirip dengan saat ini yang dikenal sebagai penjumlahan Abel:

... [hal ini] tidak perlu diragukan bahwa jumlah deret 1 − 2 + 3 − 4 + 5 dst. adalah ¼; karena deret tersebut menaik dari perluasan dari rumus 1⁄(1+1)2, yang nilainya tidak perlu diragukan, yakni ¼. Gagasan tersebut semakin jelas dengan memandang deret umum 1 − 2x + 3x2 − 4x3 + 5x4 − 6x5 + &c. yang menaik ketika memperluas ekspresi 1⁄(1+x)2, yang deret tersebut memang sama dengan setelah kita memisalkan x = 1.[13]

Ada banyak cara untuk memperlihatkan Euler benar bahwa setidaknya untuk nilai mutlak |x| < 1. Deret tersebut dapat mengambil perluasan Taylor pada ruas kanan, atau dengan menerapkan proses pembagian panjang untuk polinomial. Dimulai dari ruas kiri, deret tersebut dapat mengikuti heuristik di atas dan coba mengalikannya dengan (1 + x) sebanyak dua kali atau dengan menguadratkan deret geometri 1 − x + x2 − ···. Euler tampaknya juga mengusulkan untuk menurunkan suku deret terakhir dengan suku.[14] Dalam pandangan modern, fungsi pembangkit 1 − 2x + 3x2 − 4x3 + ··· tidak mendefnisikan sebuah fungsi di x = 1, sehingga nilainya tidak cukup memasukkannya ke bentuk yang dihasilkan. Karena fungsinya mendefinisikan untuk semua |x| < 1, deret tersebut masih dapat mengambil limit ketika x mendekati 1, dan limit dari deret tersebut merupakan definisi penjumlahan Abel: 

Euler dan Borel

sunting
 
Euler summation to ½¼. Positive values are shown in white, negative values are shown in brown, and shifts and cancellations are shown in green.

Euler menerapkan teknik lain untuk menghitung deret tersebut yang merupakan salah satu penemuannya, yaitu transformasi Euler. Transformasi Euler dihitung dimulai dari barisan suku positif yang disusun sebagai deret selang-seling — pada kasus ini, barisan berupa 1, 2, 3, 4, .... Elemen pertama barisan ini diberi tanda a0.

Langkah selanjutnya memerlukan barisan selisih maju di antara 1, 2, 3, 4, ..., karena barisannya masih 1, 1, 1, 1, .... Anggota pertama dari barisan ini ditulis  . Transformasi Euler juga bergantung pada selisih dari selisih suku dan iterasi tingkat lebih tinggi, namun semua selisih maju di antara 1, 1, 1, 1, ... memberikan nilai 0. Maka, transformasi Euler dari 1 − 2 + 3 − 4 + ... didefinisikan sebagai Dalam istilah modern, 1 − 2 + 3 − 4 + ··· dikatakan terjumlah Euler ke 14. Keterjumlahan Euler juga menyiratkan keterjumlahan Borel, dengan nilai penjumlahan yang sama, as it does in general.[15]

Pemisahan skala

sunting

Saichev dan Woyczyński menyimpulkan bahwa 1 − 2 + 3 − 4 + ··· = 14 dengan menerapkan dua prinsip fisik berikut, yaitu relaksasi infinitesimal dan pemisahan skala. Agar tepat, prinsip-prinsip tersebut these principles lead them to define a broad family of "Templat:Φ-summation methods", all of which sum the series to ¼:

  • If Templat:Φ(x) is a function whose first and second derivatives are continuous and integrable over (0, ∞), such that φ(0) = 1 and the limits of φ(x) and xφ(x) at +∞ are both 0, then[16]  

This result generalizes Abel summation, which is recovered by letting Templat:Φ(x) = exp(−x). The general statement can be proved by pairing up the terms in the series over m and converting the expression into a Riemann integral. For the latter step, the corresponding proof for 1 − 1 + 1 − 1 + ... applies the mean value theorem, but here one needs the stronger Lagrange form of Taylor's theorem.

Perumuman

sunting
 
Excerpt from p. 233 of the E212 — Institutiones calculi differentialis cum eius usu in analysi finitorum ac doctrina serierum. Euler sums similar series, ca. 1755.

Tiga kali lipat dari darab Cauchy 1 − 1 + 1 − 1 + ··· adalah 1 − 3 + 6 − 10 + ···, deret selang-seling bilangan segitiga. Penjumlahan Abel dan Euler pada deret tersebut bernilai 18.[17] Empat kali lipat dari darab Cauchy 1 − 1 + 1 − 1 + ··· adalah 1 − 4 + 10 − 20 + ···, deret selang-seling bilangan tetrahedral. Penjumlahan Abel pada deret tersebut bernilai 116.

Perumuman 1 − 2 + 3 − 4 + ... lainnya mengarah pada deret yang sedikit berbeda, yaitu 1 − 2 n + 3 n − 4 n + ··· untuk nilai n lainnya. Untuk bilangan bulat positif n, deret ini mempunyai penjumlahan Abel sebagai berikut:[18] dengan Bn adalah bilangan Bernoulli. Untuk n bilangan genap, deret tersebut dapat ditulis yang dapat dipandang sebagai deret yang mengatakan bahwa nilai genap negatif dari fungsi zeta Riemann adalah nol. Hal ini yang menjadikan penjumlahan tersebut sebagai suatu bahan tawaan yang dibuat oleh Niels Henrik Abel pada tahun 1826:

Deret divergen merupakan karya para iblis, dan sangat memalukan bagi seseorang yang berani menemukan buktinya. One can get out of them what one wants if one uses them, and it is they which have made so much unhappiness and so many paradoxes. Can one think of anything more appalling than to say that

0 = 1 − 22n + 32n − 42n + etc.

where n is a positive number. Here's something to laugh at, friends.[19]

Eugène Charles Catalan, guru esàroo, juga meremehkan deret divergen. Under Catalan's influence, Cesàro initially referred to the "conventional formulas" for 1 − 2n + 3n − 4n + ... as "absurd equalities", and in 1883 Cesàro expressed a typical view of the time that the formulas were false but still somehow formally useful. Finally, in his 1890 Sur la multiplication des séries, Cesàro took a modern approach starting from definitions.[20]

The series are also studied for non-integer values of n; these make up the Dirichlet eta function. Part of Euler's motivation for studying series related to 1 − 2 + 3 − 4 + ... was the functional equation of the eta function, which leads directly to the functional equation of the Riemann zeta function. Euler had already become famous for finding the values of these functions at positive even integers (including the Basel problem), and he was attempting to find the values at the positive odd integers (including Apéry's constant) as well, a problem that remains elusive today. The eta function in particular is easier to deal with by Euler's methods because its Dirichlet series is Abel summable everywhere; the zeta function's Dirichlet series is much harder to sum where it diverges.[21] For example, the counterpart of 1 − 2 + 3 − 4 + ... in the zeta function is the non-alternating series 1 + 2 + 3 + 4 + ..., which has deep applications in modern physics but requires much stronger methods to sum.

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Hardy, hlm. 8
  2. ^ Beals, hlm. 23
  3. ^ Hardy (hlm. 6) presents this derivation in conjunction with evaluation of Grandi's series 1 − 1 + 1 − 1 + ....
  4. ^ Hardy, p. 6
  5. ^ a b Hardy, hlm. 6
  6. ^ Ferraro, hlm. 130.
  7. ^ Hardy, hlm. 3; Weidlich, hlm. 52–55.
  8. ^ Alabdulmohsin 2018.
  9. ^ Hardy, p. 9. For the full details of the calculation, see Weidlich, pp. 17–18.
  10. ^ Ferraro, p. 118; Tucciarone, p. 10. Ferraro criticizes Tucciarone's explanation (p. 7) of how Hölder himself thought of the general result, but the two authors' explanations of Hölder's treatment of 1 − 2 + 3 − 4 + ... are similar.
  11. ^ Ferraro, pp. 123–128.
  12. ^ Euler et al., hlm. 2. Makalahnya tidak dipublikasi hingga pada tahun 1768, walaupun dibuat pada tahun 1749.
  13. ^ Euler et al., pp. 3, 25.
  14. ^ For example, Lavine (p. 23) advocates long division but does not carry it out; Vretblad (p. 231) calculates the Cauchy product. Euler's advice is vague; see Euler et al., pp. 3, 26. John Baez even suggests a category-theoretic method involving multiply pointed sets and the quantum harmonic oscillator. Baez, John C. Euler's Proof That 1 + 2 + 3 + ... = −1/12 (PDF). Diarsipkan 2017-10-13 di Wayback Machine. math.ucr.edu (December 19, 2003). Retrieved on March 11, 2007.
  15. ^ Shawyer and Watson, p. 32
  16. ^ Saichev and Woyczyński, pp. 260–264.
  17. ^ Kline, p. 313.
  18. ^ Hardy, p. 3; Knopp, p. 491
  19. ^ Grattan-Guinness, p. 80. See Markushevich, p. 48, for a different translation from the original French; the tone remains the same.
  20. ^ Ferraro, pp. 120–128.
  21. ^ Euler et al., pp. 20–25.

Daftar pustaka

sunting