Pengguna:Erika Dwi Anggreini/Kesenian ReogKendang
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
KESENIAN REOG KENDANG
suntingSEJARAH
suntingReog Kendang adalah tarian tradisional yang menggambarkan tentang arak – arakan prajurit yang mengiringi rombongan raja pada jaman dahulu. Dalam tarian ini para penari menari sambil memainkan kendang sebagai attribut menarinya. Reog Kendang ini merupakan tarian tradisional yang sangat terkenal dari Tulungagung, Jawa Timur.
Reog Kendang ini tak lepas dari sejarah dan cerita legenda pada jaman dahulu. Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Reog Kendang ini menggambarkan tentang arak – arakan prajurit Kedirilaya yang mengiringi Ratu Kilisuci dalam rangka menemui Jathasura yang bertempat di gunung kelud. Karena Ratu Kilisuci tidak mau dinikahi oleh Jathasura, maka dia menolak secara halus dengan memperdaya Jathasura. Selain itu versi lain menyebutkan bahwa Reog Kendang ini terinspirasi dari permainan kendang Prajurit Bugis dalam kesatuan. Berawal pada banyaknya para Gemblak dari kadipaten Sumoroto yang mencari jati diri ke kota Tulungagung pada zaman kolonial belanda untuk berkerja sebagai penambang batu marmer dan petani cengkih. Untuk menghilangkan rasa penat setelah berkerja, di buatlah sebuah alat musik sejenis ketipung yang hanya memiliki satu sisi untuk di pukul. karena memiliki kesamaan dengan para gemblak lainnya, akhirnya dibuatlah sebuah kesenian tersebut dengan tarian, Konon para Gemblak adalah para pemain kuda lumping pada kesenian Reog Ponorogo.
ALUR CERITA
suntingVersi Panji Klono Sewandono
Cerita pada versi ini tidak berbeda dengan cerita asal mula Reyog ponorogo maupun Jaranan. Hanya Saja pada Reog kendang menceritakan kegigihan para prajurit dari bantarangin ke kerajaan Daha, Terutama para pembawa alat musik kendang hingga membungkuk yang disebabkan beratnya kendang.
Versi Letusan Gunung Kelud
Sedangkan versi gunung kelud tecipta pada tahun 2014 sebagai kebiasaan masyarakat Tulungagung yang tinggal di sekitar gunung kelud, yang selalu menghadapi letusan gunung kelud dan untuk menghilangkan unsur gemblak yang dianggap tidak etis pada lingkungan sosial. Disimpulkan pada cerita versi ini menceritakan tentang prajurit arak-arakan prajurit Daha mengiringi pengantin Ratu Kilisuci ke Gunung Kelud, untuk menyaksikan dari dekat hasil pekerjaan Jathasura, sudahkah memenuhi persyaratan atau belum.
PERKEMBANGAN
sunting1. Perkembangan Kesenian Reyog Tulungagung sebelum tahun 1970
Tahun-tahun sebelum tahun 1970 tidak ada pemain Reyog Tulungagung yang merupakan wanita. Kebanyakan orang tua tidak memperbolehkan anak perempuan mereka untuk ikut latihan kesenian Reyog Tulungagung.6 Reyog Tulungagung mengalami surut dan hampir punah ketika tahun 1965 dengan adanya tragedi gerakan G30S/PKI. Tragedi tersebut membuat para seniman takut untuk memainkan kesenian ini. Ketakutan tersebut lantaran para seniman Reyog Tulungagung takut dituduh anggota atau simpatisan PKI. Hal ini didasari karena sebelum terjadinya tragedi 1965, kesenian-kesenian lokal / kesenian rakyat sangat dekat dengan PKI, terutama setelah PKI sadar bahwa kemampuan kesenian-kesenian lokal seperti Reyog Ponorogo, Reyog Tulungagung, Jaranan dan Wayang mampu memobilisasi masa dalam jumlah besar.
Namun, Surutnya kesenian-kesenian lokal tersebut tidak berlangsung lama. Negara yang mulai memberikan pengontrolan seniman dengan membuatkan Nomor Induk Seniman (NIS) pada kurun waktu tahun 1965-1967. Pemberian NIS oleh pemerintah bertujuan mengontrol lebih jauh seniman yang terlibat dengan partai komunis. Bagi yang tidak memiliki NIS biasanya mereka dikasih nomor aktif sebagai seniman. “Tanpa memiliki kartu ini, seniman tidaak boleh tampil diruang publik.”
2. Perkembangan Kesenian Reyog Tulungagung tahun 1970-1989
Mengingat zaman dahulu foto masih jarang, pendokumentasian biasanya hanya melalui gambar-gambar ilustrasi. Di dalam buku Timoer, Soenarto yang berjudul Reyog di Jawa Timur menunjukkan foto Reyog Tulungagung tahun 1970-an. Busana dalam Reyog Tulungagung masih sangat sederhana. Foto diatas terlihat ciri khas utama busana penari Reyog Tulungagung yaitu udheng hitam dan iker-iker merah putih tidak pernah berubah. Busana-busana penari Reyog Tulungagung dari tahun 1970 sudah sama sesuai dengan pakem yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Tulungagung di tahun 1996 namun karena faktor pementasan yang masih sangat sederhana pada saat itu, terkadang tidak semua atribut di pergunakan dengan lengkap. Tahun 1970-an penari Reog lebih dominan dengan pakaian berwarna hitam ataupun putih. Mungkin faktor anggota yang merupakan orang-orang dewasa, bahkan tua-tua lah yang membuat pemilihan kostum sengaja berwarna hitam sebagai latar busananya, sedangkan atribut-atributnya berwarna cerah. Faktor lain yang bisa mempengaruhi pemilihan warna hitam karena bahan warna hitam mudah untuk di temukan.
Tahun 1970-an pementasan Reyog Tulungagung masih berupa arak-arakan belum menggunakan panggung seperti sekarang. Karena fungsi dari Reyog Tulungagung itu sendiri ketika tahun 1970-an sebagai sarana ritual atau arak-arakan yang mengarak upacara pernikahan, khitanan, Kelahiran seseorang dan ritual lainnya. Tahun 1970-an didalam gerakan Reyog Tulungagung juga masih sederhana, belum ada penambahan-penambahan kreativitas dari koreografer. Gerakan masih terbatas pada pola melingkar dan horisontal saja.
Sekitar tahun 1980-an nama Reyog Tulungagung pernah berubah nama menjadi Reyog Dhodhog. Hal ini disebabkan nama Dhodhog merupakan nama dari properti yang digunakan dalam kesenian ini. Properti ini berbentuk kendang yang hanya sebelah sisi saja yang tertutup.Waktu perhelatan Festival Kesenian Indonesia pertama kali yaitu pada tahun 1983, Reyog Dhodhog mulai dikenal oleh masyarakat luas maupun seniman-seniwati dari daerah lain. Mulai pada tahun ini juga masyarakat luas mengenal kesenian tari rakyat Reyog Dhodhog merupakan kesenian yang berasal dari daerah Tulungagung yang menggunakan properti tarinya dan sekaligus sebagai alat musik pokok dan ater atau tanda perpindahan gerak. Perkembangan Reyog Tulungagung juga pernah menjadi bahan ajar tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada sekitar tahun 1986-1993.
3. Perkembangan Kesenian Reyog Tulungagung tahun 1990-1999
Di awal 1990an kesenian Reyog Tulungagung mulai tergeser oleh munculnya kesenian Jaranan SentherewE dan musik dangdut. Kesenian Reyog Tulungagung dianggap membosankan karena gerakannya monoton dan tidak ada kreasi. Pemain dari reyog Tulungagung kebanyakam kaum pria, karena pandangan masa itu wanita bermain Reyog Tulungagung merupakan hal yang tabu. Kesenian Reyog saat itu masih di pandang sebelah mata. Sehingga pada tahun 90an masyarakat lebih memilih menonton kesenian tradisional lain seperti jaranan sentherewe dan kesenian Ludruk.
Tahun 1992 Pemerintah Kabupaten Tulungagung mulai memperhatikan dan peduli terhadap nasib dan perkembangan dari kesenian Reyog Tulungagung. Pemerintah mulai bekerjasama dengan pemilik sanggar untuk mengembangkan kesenian Reyog Tulungagung. Langkah awal yang di lakukan pemerintah dalam mengembangkan kesenian Reyog Tulungagung yaitu dengan cara membubuhi tarian Reyog Tulungagung dengan gerak kreasi baru. Penambahan gerak ini dimaksudkan agar kesenian Reyog Tulungagung tidak terlihat monoton dan memiliki nilai jual. Sehinggga masyarakat umumnya akan senang dan tidak bosan melihat kesenian khas daerah mereka ini. Selain penambahan gerak, pemerintah setiap tahun juga selalu mengagendakan festival-festival kesenian Reyog Tulungagung.
Usaha nyata yang di buktikan pemerintah Tulungagung yang peduli terhadap kesenian Reyog Tulungagung yaitu dengan pembukuan Reyog Tulungagung. Tahun 1996 Pemerintah daerah Kabupaten Tulungagung untuk pertama kalinya mendokumentasikan Reyog Tulungagung dalam sebuah buku yang berjudul “REYOG TULUNGAGUNG dalam rangka pendokumentasian, pendiskripsian, dan pembuatan pedoman tari khas Tulungagung”. Pembuatan buku ini di maksudkan agar digunakan para seniman sebagai pedoman kesenian Reyog Tulungagung. Di dalam buku ini di bahas lengkap mengenai Sejarah asal - usul, busana, gerak, alat, makna dari Reyog Tulungagung. Sudah banyak wanita yang menari kesenian Reyog Tulungagung. Label tabu yang awal-awal tahun 1990an di lekatkan kepada wanita mulai dihilangkan. Kostum kesenian Reyog Tulungagung juga masih sederhana, belum ada penambahan aksesoris yang banyak. Penggunaan kacamata hitam sudah di hilangkan. Karena penggunaan kacamata hitam menutupi keindahan riasan wajah dari sang penari.
Perkembangan Kesenian Reyog Tulungagung selanjutnya di tahun 1997 menunjukkan perkembangan yang kurang bagus. Kebijakan pemerintah pusat yang diberlakukan saat itu mengenai kesenian-kesenian daerah termasuk Reyog Tulungagung ini mengekang kreatifitas seniman. Mulai dari alat, baju hingga keseluruhan busananya di dominasi warna kuning dan warna-warna yang mendekati. Hal ini di pengaruhi oleh pemerintahan yang berkuasa saat itu, yaitu pemerintahan Presiden Soeharto yang di sebut jaman orde baru yang identik dengan Partai Golkar. Tidak ada perintah resmi dan tertulis tentang penggunaan warna kuning ini. Tetapi dinas-dinas pemerintahan memang diarahkan untuk selalu menggunakan warna kuning dalam kegiatan-kegiatannya di lapangan, terutama dalam kegiatan-kegiatan yang membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat. Tahun 1997 Pemerintah Kabupaten Tulungagung pernah mengadakan festival Reyog Tulungagung, pada acara tersebut semua peserta menggunakan busana berwarna dominan kuning, karena para peserta menganggap warna tersebut yang akan menjadi perhatian dan pilihan pemerintah. Kejadian tersebut menimbulkan semua peserta tampak serupa, sehingga tidak terlihat kreatifitas para seniman Reyog Tulungagung yang menonjol.
Tahun 1998 dengan adanya krisis moneter dan gerakan aksi mahasiswa di Jakarta,secara tidak langsung memberikan dampak negatif terhadapkesenian-kesenian yang ada di daerah. Dampak yang ditimbulkan memang tidak secara langsung, namun karena stabilitas nasional yang masih kacau saat itu, acara kesenian yang biasa di adakan setiap tahunnya di TMII pun gagal dilaksanakan. Reyog Tulungagung yang merupakan salah satu kesenian yang mewakili Jawa Timur gagal tampil di acara tersebut. Sehinggga era tahun 1998-2000 kesenian Reyog Tulungagungmulai surut dan jarang tampil dalam ajang festival nasional.
4. Perkembangan Kesenian Reyog Tulungagung tahun 2000-2009
Perkembangan kesenian Reyog Tulungagung pada tahun 2000-2009 menunjukkan perkembangan yang sangat positif dan membanggakan. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka peran Pemerintah Daerah menjadi lebih besar karena kewenangan dari Pemerintah Pusat dilimpahkan ke daerah sehingga tingkat keberhasilan pembangunan di daerah sangat tergantung dari situasi dan kondisi Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Dengan diberlakukannya UU tersebut, kesenian Reyog Tulungagung juga mendapatkan dampak yang positif. Kesenian daerah mulai benar-benar di perhatikan oleh pemerintah Kabupaten Tulungagung. Reyog Tulungagung sering dikirim sebagai delegasi dalam bidang seni oleh pemerintah Kabupaten Tulungagung.
Mulai tahun 2002 – sekarang kesenian Reyog Tulungagung tiap tahun selalu mengirimkan delegasinya baik di tingkat propinsi maupun nasional. Reyog ditunjuk sebagai perwakilan Kabupaten Tulungagung bahkan tidak jarang reyog tampil sebagai salah satu perwakilan Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan foto di atas menunjukkan jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung waktu itu sedang berada di Hotel Indonesia untuk mendampingi para Penari Reyog Tulungagung dalam rangka penyambutan Tamu Negara pada tahun 2002. Pada tahun-tahun tersebut kesenian Reyog Tulungagung mulai di kenal masyarakat maupun pejabat negara. Hal ini di karenakan pemerintah Kabupaten Tulungagung maupun Dinas-dinas di Kabupaten Tulungagung selalu membawa kesenian Reyog Tulungagung dalam berbagai kesempatan kegiatan acara.
Pada tahun-tahun ini peran sanggar-sanggar reog sangat terlihat dimana tiap sanggar berlomba-lomba menunjukkan keunikan dan ciri khas dari sanggar mereka. Setiap sanggar sudah memiliki kostum yang di desain khusus sesuai karakteristik sanggar. Kebanyakan pada masa ini motif bunga-bunga sangat dominan dalam kostum penari Reyog. Para seniman lebih berani memadukan warna-warna yang lebih menarik sehingga Reyog Tulungagung terlihat lebih modern dan ceria.25Beberapa seniman bahkan menggunakan dua atau tiga warna berbeda dalam satu grup, namun terlihat harmonis. Perkembangan selanjutnya kesenian Reyog Semakin booming. Di tahun 2004-2007 sudah banyak orang tua warga Tulungagung yang mengantarkan anaknya kepada seniman reyog agar di ajarkan kesenian Reyog Tulungagung. Padahal era tahun 90 an reyog masih di pandang sebelah mata dan pemain reyog smuanya laki-laki. Di tahun 2004-2007 saat reyog semakin booming, mayoritas penari reyog merupakan wanita. Karena wanita saat itu lebih giat, disiplin, rajin dan fokus. Sedangkan laki-laki sudah jarang yang memiliki minat untuk belajar kesenian Reyog Tulungagung. Kesenian Reyog sudah banyak bubuhi gerakan kreasi agar lebih menarik dan memilikinilai jual. Jumlah penaripun tidak di batasi harus 6 orang, melainkan bisa 12,18,24 bahkan tidak terbatas. Perlombaan-perlombaan kesenian Reyog Tulungagung semakin sering diadakan.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan saat itu selaku dinas yang menangani pengembangan kesenian Reyog Tulungagung memberikan himbauan kepada seluruh sekolah yang ada di Kabupaten Tulungagung agar memiliki minimal 1 set dhodhog Reyog Tulungagung. Himbuan tersebut di maksudkan agar generasi muda tulungagung lebih mengenal kesenial khas daerahnya. Kesenian Reyog Tulungagung masih belum di masuk dalam kurikulum pembelajaran, namun sudah banyak sekolah-sekolah yang memiliki ekstrakurikuler kesenian Reyog Tulungagung. Hal tersebut memberikan dampak yang positif bagi seniman reyog dan perkembangan Reyog Tulungagung sendiri. Pada tahun-tahun tersebut kesenian Reyog Tulungagung mulai sering tampil di tampilkan dalam acara-acara purnawiyata sekolah maupun acara-acara dinas.
5. Perkembangan Kesenian Reyog Tulungagung tahun 2010-2016
Tahun 2010 pemerintah Kabupaten Tulungagung telah resmi mendapat pengakuan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia yang tertuang dalam, HKt-2-HI.01.01-8, yang di tandatangani oleh Direktur Hak Cipta Desain Industri desain tata letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia dagang Ir. Arry Ardanta Sigit MSc. Pengajuan itu atasdasar fenomena seringnya karya seni budaya asli daerah (Indonesia pada umumnya) yang di klaim oleh negara lain, sehingga dianggap perlu mendorong untuk melindungi hasil karya seni modern maupun kebudayaan warisan nenek moyang dengan mendapatkan hak cipta yang di lindungi undang-undang. Klasifikasi pengakuan hak cipta reyog Tulungagung dari Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia bukan sebagai Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI) akan tetapi berupa Folklore/local wisdom (kearifan lokal) asli Tulungagung. Karena kesenian reyog sendiri bukan hasil cipta karya seseorang, melainkan warisan seni budaya turun temurun.
Tahun 2015 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu itu berhasil melaksanakan kegiatan Parade 2000 penari Reyog Tulungagung sebagai salah satu kegiatan memperingati hari jadi Kabupaten Tulungagung. Parade tari tersebut selain berhasil memeriahkan peringatan hari jadi Kabupaten Tulungagung juga mampu memecahan rekor dunia tarian tradisional dengan peserta terbanyak, yakni diikuti 2.400 siswa, mulai dari jenjang siswa sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Tarian ini juga memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (Muri). Untuk pemecahan rekor muri tarian tradisional Reyog Tulungagung dengan peserta terbanyak ini tercatat di Muri nomor 7181.30 Jumlah penari yang mencapai 2400 siswa tersebut membuktikan bahwa kesenian Reyog Tulungagung tidak hanya di tampilkan dengan jumlah penari 6 orang saja, melainkan bisa mencapai ribuan. Dengan peserta ribuanpun kesenian Reyog Tulungagung tetap mampu menunjukkan ke indahannya serta mampu memukau para penontonnya. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu menggandeng seniman-seniman Reyog Tulungagung untuk melatih para siswa. Terdapat sekitar 10 orang seniman yang di libatkan dalam proses pemecahan rekor muri tersebut. Seniman beserta perwakilan dari Dinas Pendidikan dan kebudayaan bekerja sama membentuk koreografi kesenian Reyog Tulungagung.
Koreografi Reyog Tulungagung yang digunakan adalah gerakan-gerakan reyog yang mudah namun tetap memiliki nilai ke indahan, hal ini dimaksudkan agar dapat dengan mudah di pahami bagi seluruh siswa yang berpartisipasi dalam usaha pemecahan rekor tersebut. Karena peserta pemecahan rekor sendiri terdiri dari siswa SD,SMP dan SMA. Setelah koreografi gerakan reyog selesai di bentuk, gerakan tersebut di rekam dan dijadikan video pembelajaran. Video pembelajaran yang berisi tentang gerakan reyog tersebut di bagikan kepada tiap-tiap sekolah perwakilan yang di tunjuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, mulai jenjang SD,SMP dan SMA di Kabupaten Tulungagung. Siswa kemudian diajarkan gerakan Reyog Tulungagung yang sesuai dengan video pembelajaran oleh pelatih masing-masing di setiap sekolah. Empat bulan sebelum acara di laksanakan latihan dilaksanakan kurang lebih seminggu dua kali di tiap-tiap sekolah. Selanjutnya, sebulan menjelang acara seluruh siswa yang ikut berpartisipasi dalam acara pemecahan rekor muri tersebut di kumpulkan jadi satu di pelataran Gor Lembu Peteng Kabupaten Tulungagung untuk menjalani latihan lagi. Latihan dilaksanakan hampir setiap hari, seminggu bisa 4-5 kali.
Prestasi lain yang tidak kalah membanggakan dari pemecahan rekor muri yang di peroleh kesenian Reyog Tulungagung yaitu ketika tahun 2016 kesenian Reyog Tulungagung mampu tampil mewakili Propinsi Jawa Timur dalam acara Penurunan Bendera dalam rangka HUT Republik Indonsia ke 71 di Istana Merdeka. Dalam acara tersebut, Kabupaten Tulungagung mengirimkan kurang lebih 100 orang penari reyog kendang Tulungagung yang akan tampil di tunjuk langsung oleh perwakilan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga. Penari terdiri dari jenjang siswa sekolah menengah pertama hingga mahasiswa.
Para penari tersebut di pilih dan di kumpulkan oleh perwakilan pihak Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga, kemudian di bagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Kelompok-kelompok kecil tersebut kemudian di latih oleh seniman-seniman Reyog Tulungagung secara langsung. Dalam acara tersebut penari Reyog Tulungagung menggunakan 3 warna kostum yang berbeda yaitu Merah, Putih dan Kuning. Selain kesenian Reyog Tulungagung, pemerintah Kabupaten Tulungagung juga membawa serta kesenian barongan.
TOKOH DAN KOSTUM
suntingUntuk kostum yang digunakan para penari merupakan kostum khusus untuk Reog Kendang yang menggambarkan para prajurit pada jaman dahulu. Pada pertunjukannya, penari menggunakan baju lengan panjang dengan kain penutup dada dengan motif berwarna kuning. Pada bagian bawah menggunakan celana sepanjang dengkul dengan beberapa attribut seperti stagen, kain batik, dan sampur berwarna. Lalu pada bagian kepala menggunakan ikat kepala, sumping dan iker yang melingkari kepala. Pada bagian kaki menggunakan kaus kaki dan klinthing. Selain itu beberapa aksesoris seperti keris, gelang tangan dan Dalam perkembangannya, walaupun tergolong kesenian lamanamun Reog Kendang masih tetap dilestarikan dan dijaga keberadaanya. ReogKendang ini masih sering di tampilkan dalam acara – acara besar yang diadakandi kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Selain itu tarian ini juga sering diberbagai festival budaya, baik di daerah maupun tingkat nasional. Seiringdengan perkembangan tarian ini mulai terlihat banyak perubahannya, dengan penambahanberbagai variasi dari segi gerakan, kostum, music pengiring atau penyajiannya.Hal ini banyak dilakukan agar terlihat lebih menarik, namun tidak meninggalkanbentuk aslinya.tidak lupa kendang yang ikat menggunakan sampur.
BENTUK PENYAJIAN
suntingDalam pertunjukannya, Reog Kendang ini ditampilkan secara berkelompok oleh 6 orang penari yang masing-masing dari mereka membawa kendang atau dhodhog. Setiap kendang yang di bawa masing-masing penari memiliki jenis yang berbeda diantaranyaseperti kendang kerep, kendang arang, kendang imbal 1, kendang imbal 2, kendang keplak, dan kendang trinthing. Pada pemukulan kendangnya terdiri atas tiga macam, ada yang di pukul dengan telapak tangan penuh untuk kendang kerep, imbal 1 dan keplak. Sedangkan untuk kendang arang dan imbal 2 dipukul dengan tangan bagian ujung. Yang paling berbeda pada kendang trintiing dipukul dengan alat pukul yang bernama trunthung. Dalam pertunjukan Reog Kendang tersebut penari menari dengan energik sambil memainkan kendang mereka seirama dengan musik pengiring dan nyanyian lagu jawa. Alat musik yang digunakan oleh pengiring tersebut diantaranya adalah kenong, gong dan terompet. Kenong dan gong yang dipakai menggunakan instrument nada 5 slendro. Lagu-lagu pengiringnya dipilh yang populer dikalangan masyarakat, misalnya Gandariya, Angkleng, Loro-loro, Pring-Padapring, Ijo-ijo, dan lain sebagainya. Irama yang digunakan dalam iringannya ada berbagai macam, ada irama lambat, irama sedang, dan irama drumbenan. Dengan satu unit barisan penari yang berjumlah 6 orang dapat mengadakan Gerakan dalam bentuk konfigurasi atau gerak lantai. Untuk gerak lantai tergantung koreografer yang sudah disepakati bersama. Namun di samping bebas dalam gerak lantai, maka perlu memperhatikan jenis-jenis gerak tari yang tetap atau baku dengan bertumpu pada gerak kepala dan kaki. Diantara gerak tari tersebut sebagai berikut :
1. Gerak baris: yaitu gerakan lurus seperti layaknya berbaris dengan dhodhog kerep berada paling depan, kaki berjalan mengikuti irama kendang, biasanya menggunakan irma drumband. Irama dan gerak ini dilakukan pada saat keluar dan masuk arena pertunjukan.
2. Gerak Sundangan: yaitu gerakan pada bahu dan kepala dengan badan agak membengkok, gerakan yang menyerupai seekor sapi atau kerbau yang sendang menyundang. 3. Gerak andul: yaitu gerakan yang mengayun-ayunkan kaki kanan ke depan dan ke belakang.
4. Gerak menthokan: yaitu gerakan berjalan sambil jongkok menirukan gaya menthok berjalan dengan pinggul digoyanggoyang.
5. Gerak gejoh bumi: yaitu gerakan dengan posisi badan agak membungkuk kaki kanan di depan menampak datar, sedangkan kaki kiri di belakang dengan mengangkat tumit sambil digejoh-gejokan ke tanah.
6. Gerak ngongak sumur: yaitu gerakan kaki kanan ke depan dan ke belakang pada saat kaki kanan ke depan pandangan ke bawah dan pada waktu kaki kanan ke belakang pandangan mata ke depan, begitu berulangulang.
7. Gerak midak kecik: yaitu jalan mundur dengan ujnung kaki menampak lebih dulu kemudian baru tumitnya mengikuti.169 , Vol. 16, No. 2, Oktober 2018: 162 – 171
8. Gerak lilingan: yaitu gerak ngliling secara berpasangan dilakukan ngliling maju berpapasan ngliling lagi begitu seterusnya.
9. Gerak kejang: yaitu grak berjalan dengan tumit diangkat, posisi badan kaku seperti orang yang sedang kejang atau seperti robot.
REFERENSI
sunting1. https://core.ac.uk/download/pdf/230698329.pdf 2. https://negerikuindonesia.com/2015/08/reog-kendang-kesenian-tradisional-dari.html 3. https://wiki-indonesia.club/wiki/Reog_Kendang
PEMBUAT ARTIKEL
suntingTugas UTS Literasi Digital
Universitas Negeri Surabaya
Kelas : 2021C
Kelompok 4 :
- Dina Febriana (21020134055)
- Erika Dwi Anggreini (21020134063)
- Siska Ima Nur Ayunda (21020134060)
Dosen Pengampu : Aditya Prapanca