Lahir 17 April 1989
Manuel Alberto Maia

Manuel Alberto Maia atau dikenal sebagai Abe adalah sutradara film dan mengisiasi berdirinya Komunitas Film Kupang (KFK). Manuel Alberto Maia lahir pada 17 April, 1989 di Balibo - (dulu Timor-timur), menyelesaikan gelar Sarjana di Fakultas Pendidikan, Universitas Nusa Cendana di Kupang. Aktif terlibat bersama Komunitas Film Kupang sejak 2012 hingga saat ini dengan melahirkan beberapa film seperti documenter pendek yang berjudul Kaos Kupang pada tahun 2013, kemudian menyutradarai documenter panjang berjudul Nokas pada tahun 2016 dan film fiksi pendek yang berjudul Siko yang di produksi pada tahun 2018 adalah film terakhirnya. Saat ini Abe sedang menyelesaikan film documenter pendek terbarunya juga beberapa project seperti film pendek maupun film panjang.

Film documenter panjang pertamanya Nokas yang dirilis pada tahun 2016 berhasil memenangkan penghargaan dibeberapa festival international seperti Special Mention pada Festival Film Dokumenter 2016 di Yogyakarta, Best Feature-Documentary pada Freedom Film Festival 2017 di Malaysia, Best Feature-Documentary pada Balinale International Film

Festival, 2017 di Bali dan juga meraih penghargaan Jury Awards in Salamindanaw International Filmfestival 2017 di Filipina dan menjadi nominator pada berbagai festival lainnya. Selain itu, pada tahun 2018 film fiksi pendek berjudul Siko juga berhasil menjadi nominator pada Piala Citra 2018.

Filmography

sunting
  • Kaos Kupang (2013) An observational documentary film about some youngster of Oebobo, Kupang City, capturing their effort to build a T-shirt making business. Finalist Erasmus Huis International Documentary Film Festival 2013 for student category.
  • Nokas (2016) An observational documentary film about a 27 years old man from East Nusa Tenggara, who is very much keen on marrying his beloved, Ci, a beautiful woman who works in a chicken farm. In East Nusa Tenggara, men are obliged to offer a significant dowry/price to the bride’s family. The sum of the dowry is often an immense burden for the groom-to-be. There are times when this tradition has also reduced the meaning of marriage into a business transaction. Through an observational approach, this film follows Nokas’ struggle to get the dowry so he can finally marry the love of his life.
  • Siko (2018). Siko tells a story about Siko: a young boy who likes playing kite and using a bullet casing as his amulet to call the wind. One night, his mother gone to search for his sister who had not returned home, instead it was his mother who never returned. Since then, Siko did not want to play the bullet casing anymore. This film was nominated on Indonesian Film Festival (FFI) 2018 on short Film category.