Pengguna:Mdnghtrn/Hey Y'all

To Kill a Mockingbird adalah sebuah novel oleh pengarang Amerika Serikat Harper Lee. Novel ini diterbitkan pada tahun 1960 dan lekas meraih kesuksesan. Di Amerika Serikat, novel tersebut banyak dibaca di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. To Kill a Mockingbird telah menjadi sebuah karya klasik dari sastra Amerika Serikat modern; setahun selepas perilisannya, novel ini memenangkan Penghargaan Pulitzer untuk Fiksi. Alur dan tokoh di dalamnya secara longgar didasarkan dari pengamatan Lee terhadap keluarga dan tetangganya, serta sebuah peristiwa yang terjadi di dekat kampung halamannya, Monroeville, Alabama, saat ia berusia sepuluh tahun.

Meskipun berisi isu-isu serius seperti pemerkosaan dan kesenjangan rasial, novel ini terkenal atas kehangatan dan humornya. Atticus Finch, ayah sang narator, telah menjadi pahlawan moral bagi banyak pembaca dan model integritas bagi para pengacara. Sejarawan Joseph Crespino menjelaskan, "Pada abad kedua puluh, To Kill a Mockingbird mungkin merupakan buku tentang ras di Amerika Serikat yang paling luas dibaca, dan tokoh utamanya, Atticus Finch, adalah citra fiksional kepahlawanan rasial yang bertahan paling lama."[1] Sebagai sebuah novel Gotik Selatan dan Bildungsroman, tema utama dari To Kill a Mockingbird melibatkan ketidakadilan rasial dan perusakan kepolosan. Para akademisi telah mencatat bahwa Lee juga menbicarakan isu-isu kelas, keberanian, belas kasihan, dan peran gender di Selatan Dalam. Pelajaran dari buku ini menekankan toleransi dan mencela prasangka. Terlepas dari tema di dalamnya, kampanye-kampanye telah mengajukan peniadaan To Kill a Mockingbird dari ruang kelas umum, seringkali ditentang atas penggunaan epitet rasial di dalamnya. Pada tahun 2006, para pustakawan Inggris mendaftar novelnya di atas Alkitab sebagai buku yang "harus dibaca setiap orang dewasa sebelum mereka meninggal".[2]

Reaksi terhadap novel ini beragam setelah penerbitannya. Meski mencetak jumlah penjualan yang besar dan digunakan secara meluas dalam pendidikan, analisis sastra mengenainya jarang ditemukan. Pengarang Mary McDonagh Murphy, yang mengumpulkan kesan terhadap To Kill a Mockingbird dari beberapa pengarang dan tokoh publik, menyebut buku tersebut sebagai sebuah "fenomena yang mengagumkan".[3] Novel ini diadaptasi menjadi sebuah film pemenang Penghargaan Akademi pada tahun 1962 oleh sutradara Robert Mulligan dengan naskah oleh Horton Forte. Sejak tahun 1990, sebuah drama yang didasarkan dari novel ini dipentaskan secara tahunan di kampung halaman Lee.

To Kill a Mockingbird merupakan satu-satunya buku Lee hingga Go Set a Watchman, sebuah draf awal dari To Kill A Mockingbird, diterbitkan pada 14 Juli 2015. Lee terus menanggapi dampak dari karyanya hingga meninggal dunia pada Februari 2016, walaupun ia telah menolak publisitas pribadi bagi dirinya maupun novel ini sejak tahun 1964.

Latar belakang biografis dan penerbitan sunting

Dilahirkan pada tahun 1926,[4] Harper Lee dibesarkan di kota Monroeville, Alabama, tempat ia bersahabat bersama calon penulis terkenal Truman Capote.[5] Ia menghadiri Kolese Huntingdon di Montgomery (1944–1945), dan kemudian mempelajari hukum di Universitas Alabama (1945–1949).[6] Ketika berkuliah, ia menulis untuk sejumlah majalah sastra kampus: Huntress di Huntingdon dan majalah humor Rammer Jammer di Universitas Alabama. Di kedua kolese, ia menulis cerita-cerita pendek dan karya lainnya tentang kesenjangan rasial, topik yang jarang disebutkan di kampus-kampus serupa pada saat itu.[7] Pada tahun 1949, Lee berpindah ke Kota New York, dan ia bekerja sebagai pramuniaga reservasi untuk British Overseas Airways Corporation; di sana, ia mulai menulis sekumpulan esai dan cerita pendek mengenai orang-orang di Monroeville.[8] Setelah dianjurkan untuk menyusun sebuah novel, Lee meninggalkan maskapai tempat ia bekerja demi berkonsentrasi menulis.[9] Berharap karyanya bisa terbit, Lee menyajikan tulisannya pada tahun 1957 kepada seorang agen sastra yang direkomendasikan oleh seorang teman.[10]

Donasi dari teman-temannya membolehkan Lee untuk menulis dengan tenang selama setahun.[9] Setelah menyelesaikan draf pertama dan mengirimkannya kepada J. B. Lippincott, manuskrip yang dijuduli Go Set a Watchman itu jatuh ke tangan Therese von Hohoff Torrey, dikenal secara profesional sebagai Tay Hohoff. Hohoff terkesan, "Bunga api seorang penulis sejati terbayang dalam setiap baris," ia bercerita dalam sebuah riwayat korporat Lippincott, tetapi menurut pendapatnya, manuskrip tersebut sama sekali tidak sesuai untuk penerbitan. Ia menggambarkannya sebagai "lebih mirip dengan serangkaian anekdot daripada sebuah novel yang lengkap". Selama dua setengah tahun setelahnya, ia memimpin Lee dari satu draf menuju yang lain hingga bukunya mencapai bentuk akhir.[11]

Setelah judul Watchman ditolak, tajuknya diganti menjadi Atticus,[12] tetapi Lee kembali mengubahnya menjadi To Kill a Mockingbird demi mencerminkan bahwa kisahnya berisi lebih dari potret seorang tokoh.[13] Buku ini diterbitkan pada 11 Juli 1960.[14] Tim editorial Lippincott memperingatkan Lee bahwa ia mungkin hanya akan menjual beberapa ribu salinan.[15] Pada tahun 1964, Lee mengingat kembali harapannya akan buku tersebut,

Saya tidak pernah mengharapkan kesuksesan apa pun bagi Mockingbird. ... Saya mengharapkan kematian yang cepat dan penuh belas kasihan di tangan para pengulas, tetapi, pada saat yang bersamaan, saya juga berharap seseorang akan cukup menyukainya sehingga saya merasakan dorongannya. Dorongan publik. Saya hanya berharap sedikit, seperti yang saya katakan, tetapi saya malah banyak menerima, dan bagaimanapun ini sama menakutkannya dengan kematian cepat nan penuh belas kasihan yang saya harapkan.[16]

Alih-alih "kematian yang cepat dan penuh belas kasihan", buku ini dipilih oleh Reader's Digest Condensed Books agar sebagian dicetak ulang, dan terus menerima pembacaan yang meluas setelahnya.[17] Sejak penerbitan pertama pada tahun 1960, To Kill a Mockingbird masih tersedia di percetakan.[18]

Ringkasan alur sunting

Kisahnya, yang diceritakan oleh Jean Louise Finch, berlangsung selama tiga tahun (1933–1935) Depresi Besar di kota fiksional Maycomb, Alabama, ibu kota County Maycomb. Dipanggil Scout, sang narator, yang berusia enam tahun pada awal bukunya, hidup bersama kakak laki-lakinya, Jeremy, dipanggil Jem, dan ayah duda mereka, Atticus, seorang pengacara paruh baya. Mereka memiliki seorang koki kulit hitam, Calpurnia, yang telah bekerja bersama keluarga tersebut selama bertahun-tahun dan membantu Atticus membesarkan kedua anaknya.

Jem dan Scout berteman bersama seorang anak bernama Dill, yang mengunjungi Maycomb untuk menginap bersama bibinya setiap musim panas. Ketiga anak itu takut sekaligus kagum terhadap tentangga mereka yang penyendiri, Arthur "Boo" Radley. Orang-orang dewasa di Maycomb segan membicarakan Boo, dan hanya sedikit dari mereka yang melihatnya beberapa tahun ini. Anak-anak tersebut mengisi imajinasi satu sama lain dengan rumor tentang kemunculan dan alasan Boo disembunyikan, dan mereka berfantasi tentang bagaimana cara mengeluarkannya dari rumah. Setelah dua musim panas berteman bersama Dill, Scout dan Jem menemukan bahwa seseorang telah meninggalkan hadiah-hadiah kecil untuk mereka di pohon di luar kediaman Radley. Boo yang misterius terkadang memberikan mereka gestur kasih sayang, walaupun mereka kecewa karena belum pernah melihatnya secara langsung.

Hakim Taylor menunjuk Atticus untuk membela Tom Robinson, seorang pria kulit hitam yang telah dituduh atas pemerkosaan seorang wanita muda kulit putih, Mayella Ewell. Meskipun banyak warga Maycomb tidak setuju, Atticus bersedia untuk membela Tom dengan semampunya. Anak-anak lain mengejek Jem dan Scout atas tindakan ayahnya, memanggil sang pengacara sebagai seorang "pecinta nigger". Scout merasa terpanggil untuk membela ayahnya dengan berkelahi, meski telah dilarang. Suatu malam, Atticus menghadapi sekelompok pria yang berniat menghakim massa Tom. Krisis tersebut terhindarkan secara tidak biasa: Scout, Jem, dan Dill muncul, kemudian Scout tidak sengaja merusak mentalitas mobnya dengan mengenali dan bercakap bersama ayah seorang teman kelasnya, para calon penghakim massa pun bubar.

Atticus tidak ingin Jem dan Scout menghadiri sidang Tom Robinson. Tidak terdapat kursi di lantai utama, tetapi Rev. Sykes, pastor di gereja Calpurnia, mengajak Jem, Scout, dan Dill untuk menonton dari balkon bagi orang kulit berwarna. Atticus membuktikan bahwa Mayella Ewell dan ayahnya, Bob, telah berbohong. Terungkap bahwa Mayella menggoda Tom secara seksual, menyebabkan dirinya dianiaya oleh sang ayah. Para warga kota menyebut para Ewell sebagai "sampah putih" yang tidak dapat dipercaya. Meskipun demikian, sang juri tetap menangkap Tom. Keyakinan Jem atas keadilan kini tergoyahkan. Atticus berharap bahwa ia dapat membatalkan keputusannya, tetapi Tom ditembak dan dibunuh ketika mencoba kabur dari penjara.

Meski Tom ditangkap, Bob Ewell merasa dipermalukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi pada persidangan tersebut. Atticus menjelaskan bahwa ia telah membinasakan serpihan kredibilitas Ewell yang terakhir. Ewell bersumpah akan membalas dendam, ia meludah di wajah Atticus, mencoba untuk mendobrak rumah sang hakim, dan menodong janda Tom Robinson. Akhirnya, ia menyerang Jem dan Scout ketika mereka berjalan pulang di dalam gelapnya malam setelah acara Halloween di sekolah. Tangan Jem patah dan ia pingsan dalam pergumulan tersebut, tetapi di tengah kebingungan, seseorang menyelamatkan keduanya. Sang pria misterius mendukung Jem pulang, dan Scout menyadari bahwa ia adalah Boo Radley.

Sheriff Tate sampai dan menemukan Ewell tewas akibat luka tikaman pisau. Atticus meyakini bahwa Jem adalah yang bertanggung jawab atas kematiannya, tetapi Tate merasa bahwa pelakunya adalah Boo. Sang sheriff memberitahu Atticus bahwa demi melindungi privasi Boo, ia akan melaporkan bahwa Ewell hanya terjatuh di atas pisaunya dalam penyerangan yang terjadi. Boo meminta Scout untuk mengantarnya pulang. Setelah mengatakan selamat tinggal di pintu depan rumahnya, Boo menghilang dan tidak pernah lagi terlihat oleh Scout. Selagi berdiri di teras kediaman Radley, Scout membayangkan kehidupan dari sudut pandang Boo.

Elemen autobiografis sunting

Lee mengatakan bahwa To Kill a Mockingbird bukanlah sebuah autobiografi, tetapi lebih seperti contoh bagaimana seorang pengarang "seharusnya menulis apa yang ia ketahui dan menulis dengan jujur".[19] Bagaimanapun, beberapa orang dan peristiwa dari masa kanak-kanak Lee sejajar dengan yang mengelilingi dan terjadi di sekitar Scout. Amasa Coleman Lee, ayah Lee, merupakan seorang pengacara layaknya Atticus Finch. Pada tahun 1919, ia membela dua pria kulit hitam yang dituduh atas pembunuhan. Setelah mereka ditangkap, digantung, dan dimutilasi, ia tidak pernah menangani kasus kejahatan lagi. Ayah Lee juga merupakan editor dan penerbit surat kabar Monroeville, The Monroe Journal.[20] Meski lebih mendukung segregasi rasial dibandingkan dengan Atticus, ia secara bertahap menjadi lebih liberal seiring berjalannya waktu.[21] Walau ibu Scout meninggal ketika ia masih bayi, Lee berusia 25 tahun saat ibunya, Frances Cunningham Finch, meninggal dunia.[22] Ibunda Lee rentan terhadap sebuah kondisi saraf yang menyebabkan ketidakhadirannya secara mental dan emosional.[23] Kakak laki-laki Lee, Edwin, mungkin adalah inspirasi untuk tokoh Jem.[24]

Lee mandasarkan Dill dari Truman Capote, teman kanak-kanaknya yang dahulu dikenal sebagai Truman Persons.[25][26] Layaknya Dill yang tinggal di sebelah rumah Scout selama musim panas, Capote tinggal di sebelah Lee bersama keluarganya saat musim panas.[27] Seperti Dill, Capote memiliki imajinasi yang luar biasa dan berbakat membuat cerita-cerita menakjubkan. Baik Lee maupun Capote suka membaca, dan keduanya merupakan anak-anak atipikal:[6] Lee adalah seorang tomboi keras kepala yang lekas berkelahi, sementara Capote diolok-olok karena kosakatanya yang maju dan keteloran yang dimilikinya. Ia dan Capote membuat cerita yang mereka tulis menggunakan mesin tik Underwood tua yang diberikan oleh ayah Lee.[6] Mereka bersahabat ketika merasa teralienasi dari anak-anak sebaya; Capote menyebut dirinya dan Lee sebagai "orang terpisah".[28] Pada tahun 1960, Capote dan Lee bepergian bersama ke Kansas untuk menyelidiki beberapa pembunuhan yang mendasari novel nonfiksi karya Capote, In Cold Blood (1966).[29]

Di jalan kediaman para Lee, tinggal sekeluarga yang rumahnya selalu ditutupi papan; mereka berperan sebagai model untuk keluarga fiksional Radley. Putra keluarga tersebut terlibat dalam suatu masalah legal dan sang ayah mengurungnya di rumah selama 24 tahun karena malu. Ia disembunyikan sampai hampir terlupakan, dan meninggal pada tahun 1952.

Asal mula Tom Robinson lebih samar, walaupun banyak orang telah berspekulasi bahwa tokohnya terinspirasi oleh sejumlah model. Ketika Lee berusia sepuluh tahun, seorang wanita kulit putih di dekat Monroeville menuduh seorang pria kulit hitam bernama Walter Lett atas memperkosa dirinya. Kisah tersebut dan sidangnya diliput oleh surat kabar ayah Lee, yang melaporkan bahwa Lett ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Setelah kemunculan serangkaian surat yang mengklaim bahwa Lett telah dituduh secara dusta, hukumannya dikurangi menjadi penjara seumur hidup. Ia meninggal di belakang jeruji pada tahun 1937 karena tuberkulosis. Para akademisi meyakini bahwa kesulitan Robinson mencerminkan kasus Scottsboro Boys yang terkenal. Dalam kasus tersebut, sembilan pria kulit hitam ditangkap atas memperkosa dua wanita kulit putih dengan pembuktian yang remeh. Namun, pada tahun 2005, Lee menyatakan bahwa ia membayangkan sesuatu yang kurang sensasional, walaupun kasus Scottsboro tersebut menjalankan "tujuan yang sama" dalam menunjukkan prasangka Selatan. Emmett Till, seorang remaja kulit hitam yang dibunuh atas dugaan menggoda seorang wanita kulit putih di Mississippi pada tahun 1955, dan yang kematiannya disebutkan sebagai sebuah katalisator bagi Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika, juga dianggap sebagai model untuk Tom.

Gaya sunting

Narasinya begitu tangguh, karena [Lee] perlu menjadi baik seorang anak di jalanan maupun sadar akan anjing-anjing gila dan rumah-rumah seram dan memiliki visi indah ini tentang bagaimana keadilan bekerja dan seluruh mekanisme gedung pengadilan yang berderit. Sebagian dari keindahan itu adalah bahwa ia ... memercayai visualnya untuk menuntun dirinya, dan indranya.

Allan Gurganus

Elemen terkuat dari gaya yang dicatat oleh para kritikus dan pengulas adalah bakat Lee dalam narasi, yang disebut oleh Time sebagai "kecemerlangan taktil". Menulis satu dekade setelah penerbitannya, seorang akademisi mencatat, "Harper Lee memiliki bakat luar biasa dalam penceritaan. Seninya adalah visual, dan dengan keluwesan serta kehalusan sinematografis kita bisa melihat sebuah adegan meleleh menuju yang berikutnya tanpa sentakan transisi." Lee menggabungkan suara narator dari seorang anak yang mengamati keadaan sekitar dengan pencerminan seorang wanita dewasa melihat kembali masa kanak-kanaknya, menggunakan ambiguitas dari suara tersebut digabungkan dengan teknik narasi kilas balik untuk memainkan sudut pandang dengan rumit. Metode narasi ini membolehkan Lee untuk mengisahkan cerita "menipu" yang mencampurkan kesederhanaan pengamatan kanak-kanak dengan situasi dewasa yang dipersukar oleh motivasi tersembunyi dan tradisi yang pasti. Namun, perpaduan tersebut terkadang membuat para pengulas mempertanyakan kosakata luar biasa dan pemahaman mendalam dari Scout. Baik Harding LeMay maupun novelis dan kritikus sastra Granville Hicks menyatakan keraguan tentang apakah anak-anak yang sama tertutupnya dengan Scout dan Jem sanggup memahami kerumitan dan horor dari persidangan hidup Tom Robinson.

Menulis mengenai gaya dan penggunaan humor Lee dalam sebuah cerita tragis, akademisi Jacqueline Tavernier-Courbin menyatakan: "Tawa ... memaparkan gangren di bawah permukaan yang indah ini, tetapi juga dengan merendahkannya; seseorang dapat sedikit ... tekontrol oleh apa yang seseorang itu dapat tertawakan." Pengamatan Scout yang maju mengenai tentangga dan perilaku menyebabkan direktur sastra dari National Endowment for the Arts, David Kipen, menyebut Lee "lucu secara histeris". Untuk membicarakan isu-isu kompleks, bagaimanapun, Tavernier-Courbin mencatat bahwa Lee menggunakan parodi, satir, dan ironi secara efektif dengan menggunakan sudut pandang seorang anak. Setelah Dill berjanji akan menikahinya, kemudian menghabiskan terlalu banyak waktu bersama Jem, Scout mempertimbangkan bahwa cara terbaik untuk menarik perhatiannya adalah dengan menyerang, sesuatu yang ia kerap lakukan. Hari pertama Scout di sekolah adalah sebuah perlakuan satiris terhadap pendidikan; gurunya berkata bahwa ia perlu membalikkan seluruh kerusakan dirinya disebabkan oleh ayahnya dengan mengajarinya membaca dan menulis, dan melarang Atticus mengajarinya lebih lanjut. Lee memperlakukan situasi yang paling tidak lucu dengan ironi, meski demikian, sementara Jem dan Scout mencoba untuk memahami bagimana Maycomb mendukung rasisme dan tetap mencoba secara tulus untuk menjadi masyarakat yang layak. Satir dan ironi begitu menonjol penggunaannya hingga Tavernier-Courbin mengindikasikan salah satu penafsiran judul bukunya: Lee tengah melontarkan cemoohan—terhadap pendidikan, sistem keadilan, dan masyarakatnya sendiri—dengan menggunakan mereka sebagai subjek dari pertidaksetujuannya yang humoris.

Para kritikus turut mencatat metode menghibur yang digunakan untuk mendorong alurnya. Ketika Atticus pergi meninggalkan kota, Jem mengunci seorang teman sekolah Minggu di basemen gereja dengan tungku api selama permainan Sadrakh. Ini menyebabkan penjaga rumah mereka, Calpurnia, untuk mengantar Scout dan Jem menuju gerejanya, yang membolehkan mereka mengintip menuju kehidupan pribadi Calpurnia serta Tom Robinson. Scout tertidur pada acara Halloween dan terlambat datang ke panggung, menyebabkan para penonton tertawa keras. Ia begitu teralihkan dan malu hingga memilih untuk pulang mengenakan kostum daging babi miliknya, yang menyelamatkan nyawanya.

Genre sunting

Para akademisi telah mencirikan To Kill a Mockingbird sebagai sebuah novel Gotik Selatan dan Bildungsroman. Kualitas aneh nan hampir supernatural dari Boo Radley dan kediamannya, serta elemen kesenjangan rasial yang melibatkan Tom Robinson, menyumbangkan aura Gotik di dalamnya. Lee menggunakan "Gotik" untuk menggambarkan arsitektur gedung pengadilan Maycomd dan sehubungan dengan penampilan Dill yang terlalu mengerikan sebagai Boo Radley. Orang luar juga merupakan elemen penting dari teks Gotik Selatan dan pertanyaan Scout dan Jem tentang hierarki di kotanya menyebabkan para akademisi membandingkan novelnya dengan The Catcher in the Rye (1951) dan Adventures of Huckleberry Finn (1884). Meskipun menentang sistem kotanya, Scout menghormati Atticus sebagai otoritas di atas segala yang lain, karena ia meyakini bahwa mengikuti hati nurani seseorang adalah prioritas tertinggi, bahkan ketika akibatnya merupakan ostrakisme sosial. Kendati demikian, para akademisi memperdebatkan klasifikasi Gotik Selatan untuk novelnya, mencatat bahwa Boo Radley sesungguhnya manusiawi, protetktif, dan mulia. Lebih lanjutnya, dalam membicarakan tema-tema seperti alkoholisme, inses, pemerkosaan, dan kekerasan rasial, Lee menulis kota kecilnya dengan realistis dan tidak melodramatis. Ia menggambarkan permasalahan tokoh individualnya sebagai isu mendasar yang universal bagi setiap masyarakat.

Sebagai anak-anak yang beranjak dewasa, Scout dan Jem menghadapi kenyataan sulit dan belajar darinya. Lee tampak lebih memeriksa nalar kehilangan Jem tentang bagaimana para tentangganya telah mengecewakan dirinya dibandingkan dengan Scout. Jem mengatakan kepada tentangga mereka Nona Maudie sehari setelah persidangan, "Ini seperti menjadi ulat bulu tertutup dalam kepompong ... saya selalu berpikir bahwa warga Maycombd merupakan orang-orang terbaik di dunia, setidaknya begitulah kelihatannya." Ini menyebabkan dirinya kesulutan memahami pemisahan ras dan kelas. Seperti novelnya yang merupakan sebuah ilustrasi dari perubahan yang Jem hadapi, ceritanya juga merupakan penjelajahan kenyataan yang perlu Scout hadapi sebagai seorang gadis atipikal yang akan menginjak kewanitaan. Sebagaimana yang ditulis oleh salah satu akademisi, "To Kill a Mockingbird dapat dibaca sebagai sebuah Bildungsroman feminis, karena Scout timbul dari pengalaman kanak-kanaknya dengan nalar yang jelas mengenai kedudukan di komunitasnya dan kesadaran akan kekuatan potensialnya sebagai sang wanita yang ia akan perankan di masa depan."

Tema sunting

Meski begitu populer setelah diterbitkan, To Kill a Mockingbird belum menerima perhatian kritis teliti yang diberikan kepada karya-karya klasik Amerika modern lainnya. Don Noble, editor sebuah buku yang menghimpun esai mengenai novelnya, memperkirakan rasio antara jumlah penjualan dan esai analitis yang diterima bukunya mungkin mencapai satu juta banding satu. Christopher Metress menulis bahwa buku tersebut merupakan sebuah "ikon yang ayunan emotifnya masih terasa kuat karena belum kunjung diteliti". Noble mengindikasikan bahwa novel ini tidak menerima perhatian akademik karena status buku laris yang terus dipegangnya ("Jika sebegitu banyak orang menyukainya, pasti tak akan sebagus itu.") dan bahwa para pembaca tampak merasa tidak memerlukan penafsiran analitis.

Harper Lee konsisten menolak menginterpretasikan novelnya sejak pertengahan 1960-an. Namun, ia memberikan sejumlah wawasan mengenai tema di dalamnya dengan menulis sebuah surat pembaca tentang tanggapan yang intens terhadap bukunya:

Sudah jelas bagi kecerdasan yang paling sederhana bahwa To Kill a Mockingbird mengeja kode kehormatan dan perilaku yang kadang terdiri atas lebih dari dua suku kata, Kristen dalam etikanya, yang merupakan warisan setiap orang Selatan.

Kehidupan Selatan dan ketidakadilan rasial sunting

Dalam 33 tahun sejak penerbitannya [To Kill a Mockingbird] belum pernah menjadi subjek disertasi, dan hanya pernah enam kali menjadi subjek kajian sastra, beberapa di antaranya pun hanya sepanjang satu atau dua halaman.

—Claudia Johnson dalam To Kill a Mockingbird: Threatening Boundaries, 1994

Ketika buku ini dirilis, para pengulas mencatat bahwa novelnya terpisah menjadi dua bagian, dan pendapat-pendapat terbelah mengenai kemampuan Lee menyambungkan mereka. Bagian pertama novel ini berisi mengenai kekaguman tokohnya terhadap Boo Radley serta perasaan mereka tentang keamanan dan kenyamanan di lingkungan mereka. Para pengulas umumnya terkesan oleh pengamatan Scout dan Jem terhadap tetangga mereka yang tidak biasa. Salah satu penulis begitu kagum dengan penjelasan yang mendetail dari warga Maycomb sehingga ia mengategorikan bukunya sebagai regionalisme romantis Selatan. Sentimentalisme ini dapat dilihat dalam penggambaran sistem kasta Selatan oleh Lee untuk menjelaskan perilaku dari hampir setiap tokoh dalam novel ini. Bibi Scout, Alexandra, mengaitkan kesalahan dan keunggulan penduduk Maycomb dengan genealogi (keluarga-keluarga yang memiliki kecenderungan berjudi dan mabuk), dan sang narator menempatkan tindakan-tindakan dan para tokoh di tengah latar belakang mendetail riwayat keluarga Finch dan sejarah Maycomb. Tema regionalis lebih lanjut dicerminkan oleh ketidakberdayaan Mayella Ewell ketika mengaku telah menggoda Tom Robinson, dan definisi Scout untuk "orang-orang baik" sebagai orang-orang yang memiliki kepekaan yang baik dan melakukan yang terbaik dengan apa yang mereka miliki. Selatan sendiri, dengan tradisi dan tabunya, tampak lebih mendorong alurnya dibandingkan dengan para tokoh.

Bagian kedua novel ini memperhatikan apa yang pengulas Harding LeMay istilahkan sebagai "kemaluan pengikis jiwa dari orang Selatan kulit putih yang maju dengan perlakuan seorang Negro". Dalam beberapa tahun selepas perilisannya, berbagai pengulas menganggap To Kill a Mockingbird sebagai sebuah novel yang utamanya berkaitan dengan hubungan ras. Claudia Durst Johnson menganggap "masuk akal untuk meyakini" bahwa novelnya dibentuk oleh dua peristiwa terkait dengan isu rasial di Alabama: penolakan Rosa Parks untuk menyerahkan tempat duduknya di sebuah bus kota kepada orang kulit putih, yang menimbulkan pemboikotan bus Montgomery, dan unjuk rasa tahun 1956 di Universitas Alabama setelah Autherine Lucy dan Polly Myers diperbolehkan masuk (Myers pada akhirnya mengundurkan diri dan Lucy dikeluarkan, tetapi dikembalikan pada tahun 1980). Dalam menulis tentang konteks sejarah dari konstruksi novel ini, dua akademisi sastra lainnya berkomentar: "To KIll a Mockingbird ditulis dan diterbitkan di tengah perubahan sosial di Selatan yang paling signifikan dan terdorong oleh konflik sejak Perang Saudara dan Rekonstruksi. Secara tidak terhindarkan, walaupun dengan latar pertengahan 1930-an, kisahnya yang diceritakan dari sudut pandang suara konflik, ketegangan, dan ketakutan 1950-an dipengaruhi oleh transisi ini."

Akademisi Patrick Chura, yang mengindikasikan bahwa Emmett Till adalah seorang model untuk Tom Robinson, mendaftar ketidakadilan yang dialami oleh Tom dan juga Till. Chura mencatat bahwa ikon pemerkosa kulit hitam membahayakan representasi "kewanitaan Selatan mitologis yang rentan dan sakral". Segala pelanggaran oleh pria kulit hitam yang hanya mengarah ke hubungan seksual dengan wanita kulit putih pada waktu yang melatari ceritanya kerap berujung dengan hukuman mati bagi sang tertuduh. Juri di sidang Tom Robinson merupakan petani kulit putih miskin yang menangkap dirinya meskipun terdapat bukti yang kuat bahwa ia tidak bersalah, sementara warga kota kulit putih yang lebih terdidik dan moderat mendukung keputusan sang juri. Lebih lanjutnya, korban ketidakadilan rasial dalam To Kill a Mockingbird memiliki fisik yang cacat, membuatnya tidak sanggup melakukan tindak kejahatan yang diberatkan kepadanya, tetapi juga mempersulit keadaannya dengan cara lain. Roslyn Siegel mengikutsertakan Tom Robinson sebagai salah satu contoh motif berulang di antara para penulis Selatan kulit putih yang menggambarkan pria kulit hitam sebagai "bodoh, menyedihkan, tidak berdaya, dan bergantung kepada perlakuan keadilan orang kulit putih daripada kecerdasannya sendiri untuk menyelamatkan diri". Walaupun Tom terhindar dari penghakiman massa, ia dibunuh dengan kekerasan berlebihan ketika mencoba kabur dari penjara, dengan ditembak 17 kali.

Tema ketidakadilan rasial turut muncul dalam novelnya secara simbolis. Sebagai contoh, Atticus harus menembak seekor anjing rabies meski itu bukanlah pekerjaannya. Carolyn Jones berpendapat bahwa anjing tersebut merepresentasikan prasangka di kota Maycomb, dan Atticus, yang menunggu di jalan terbengkalai untuk menembak anjingnya, perlu melawan rasisme di kotanya tanpa bantuan warga kulit putih lainnya. Ia juga sendirian ketika menghadapi sekelompok orang yang berniat menghakim massa Tom Robinson dan lagi-lagi seorang diri di gedung pengadilan selama persidangan Tom. Lee bahkan menggunakan citraan bagai mimpi dari insiden anjing gila untuk menggambarkan beberapa adegan gedung pengadilan. Jones menulis, "Anjing gila sejati di Maycomb ialah rasisme yang menolak kemanusiaan Tom Robinson ... Ketika Atticus menyatakan argumen penutup kepada sang juri, ia sesungguhnya menyerahkan dirinya kepada kemarahan juri dan kotanya."

Kelas sunting

Salah satu hal yang mengagumkan dari penulisan To Kill a Mockingbird adalah ekonomi yang digunakan oleh Harper Lee untuk menggambarkan tidak hanya ras—kulit putih dan hitam di sebuah komunitas kecil—tetapi juga kelas. Maksud saya jenis berbeda dari orang-orang berkulit hitam maupun putih, dari sampah putih yang miskin hingga kerak atas—seluruh kain sosial.

Lee Smith

Dalam sebuah wawancara tahun 1964, Lee berkomentar bahwa aspirasinya adalah menjadi "Jane Austen dari Alabama Selatan". Baik Austen maupun Lee menantang status quo sosial dan menghargai nilai individual lebih dari pendirian sosial. Ketika Scout mengolok-olok teman sekelasnya yang lebih miskin, Walter Cunningham, yang berada di kediaman Finch pada suatu hari, bersama Calpurnia, koki kulit hitam mereka, menghukum dan menghajar Scout karena melakukan perbuatan tersebut. Atticus menghormati pengamatan Calpurnia, dan kemudian di dalam bukunya menentang saudarinya, Bibi Alexandra yang disegani, ketika ia menyarankan untuk memecat Calpurnia. Salah satu penulis mencatat bahwa Scout, dengan "cara Austenian", menyatirkan wanita-wanita yang ia tidak mau dikaitkan dengan dirinya. Krtikus sastra Jean Blackall mendaftar prioritas bersama dari kedua perngarang: "afirmasi kedudukan dalam masyarakat, kepatuhan, kesantunan, dan hormat terhadap indvidu terlepas dari status mereka."

Para akademisi berpendapat bahwa pendekatan Lee terhadap kelas dan ras lebih kompleks dari "mengaitkan prasangka rasial dengan 'sampah putih miskin' ... Lee mempercontohkan bagaimana isu-isu gender dan kelas mengintensifkan prasangka, membungkam suara yang mungkin menentang urutan yang ada, dan mempersukar berbagai konsepsi Amerika tentang penyebab rasisme dan segregasi." Penggunaan suara narasi kelas menengah Lee adalah sebuah alat sastra yang memberikan keintiman dengan pembaca, terlepas dari kelas maupun latar belakang budaya, dan menjaga nalar nostalgia. Berbagi sudut dengan Scout dan Jem, sang pembaca dapat terlibat dalam hubungan dengan orang antebellum konservatif Ny. Dubose; para Ewell dari kelas bawah dan para Cunningham yang sama miskinnya, tetapi berperilaku sangat berbeda; Tn. Dolphus Raymond yang kaya sekaligus terasing; dan Calpurnia serta anggota komunitas kulit hitam lainnya. Kedua anak menginternalisasi terguran Atticus agar tidak menilai seseorang hingga mereka benar-benar mengenalnya dan memperoleh pemahaman lebih mengenai motif dan perilaku individu tersebut.

Keberanian dan belas kasihan sunting

Novel ini terkenal atas penjelajahan tajamnya terhadap berbagai bentuk keberanian. Kecenderungan impulsif Scout untuk melawan murid lainnya yang menjelekkan Atticus mencerminkan percobaannya untuk membela sang ayah. Atticus adalah sang pusat moral dari novel ini meskipun demikian, dan ia mengajarkan Jem salah satu pelajaran keberanian yang paling signifikan. Dalam sebuah pernyataan yang membayangkan motivasi Atticus membela Tom Robinson sekaligus menggambarkan Ny. Dubose, yang bertekad berhenti dari kecanduan morfin, Atticus memberitahukan Jem bahwa keberanian adalah "ketika kau dikalahkan sebelum kau memulai, tetapi kau tetap memulai dan menyelesaikannya apa pun yang terjadi".

Charles J. Shields, yang menulis buku biografi Harper Lee, mengajukan alasan kepopuleran dan dampak novelnya dapat bertahan lama adalah sebab "pelajaran harga diri manusia dan hormat kepada orang lain tetaplah fundamental dan universal". Pelajaran Atticus kepada Scout bahwa "kau tidak akan pernah memahami seseorang sampai kau mempertimbangkan hal-hal dari sudut pandangnya—sampai kau memanjat di sekitar kulitnya dan berjalan-jalan di dalamnya" mencontohkan keberaniannya. Scout merenungkan komentar tersebut ketika mendengarkan testimoni Mayella Ewell. Ketika Mayella bereaksi dengan kebingungan menanggapi pertanyaan Atticus apakah ia memiliki teman, Scout berasumsi bahwa ia pasti lebih kesepian daripada Boo Radley. Setelah mengantar Boo pulang setelah ia menyelamatkan nywanya, Scout berdiri di teras kediaman Radley dan mempertimbangkan peristiwa yang terjadi selama tiga tahun sebelumnya dari sudut pandang Boo. Salah satu penulis berkomentar, "Sementara novel ini berisi tentang tragedi dan ketidakadilan, duka dan kehilangan, ia juga membawa nalar keberanian dan belas kasihan yang kuat, serta kesadaran akan sejarah untuk menjadi manusia yang lebih baik."

Peran gender sunting

Sementara Lee menjelajahi perkembangan Jem menghadapi masyarakat yang rasis dan tidak adil, Scout menyadari apa makna menjadi perempuan, dan sejumlah tokoh perempuan memengaruhi perkembangannya. Identifikasi utama Scout dengan ayah dan saudaranya membolehkan dirinya menggambarkan keragaman dan kedalaman tokoh-tokoh perempuan dalam novelnya sebagai salah satu dari mereka sekaligus sebagai orang luar. Model perempuan utama Scout adalah Calpurnia dan tetangganya, Nona Maudie, yang keduanya bersifat teguh, independen, dan protektif. Mayella Ewell turut berdampak terhadapnya; Scout menyaksikan dirinya menghancurkan seorang pria tak bersalah demi menyembunyikan gairahnya terhadap sang pria. Para tokoh perempuan yang paling banyak berkomentar mengenai kemauan Scout yang rendah untuk menaati peran yang lebih feminin juga merupakan yang mendukung sudut pandang paling rasis dan klasis. Sebagai contoh, Ny. Dubose menghajar Scout karena tidak mengenakan gaun dan kamisol, dan mengindikasikan bahwa ia tengah merusak nama keluarganya dengan berbuat serupa, selain merendahkan niat Atticus untuk membela Tom Robinson. Dengan menyeimbangkan pengaruh maskulin dari Atticus dan Jem dengan perngaruh feminin dari Calpurnia dan Nona Maudie, salah satu akademisi menulis, "Lee secara bertahap mempercontohkan bahwa Scout tengah menjadi seorang feminis di Selatan, karena dengan penggunaan narasi orang pertama, ia mengindikasikan bahwa Scout ... tetap mempertahankan ambivalensi tentang menjadi wanita Selatan yang ia miliki sejak kecil."

Ketidakhadiran sosok ibu dan ayah yang kasar merupakan satu lagi tema dalam novel ini. Ibunda Scout dan Jem meninggal dunia sebelum Scout dapat mengingatnya, ibu Mayella telah meninggal, dan Ny. Radley bungkam mengenai keterkurungan Boo di rumah. Selain Atticus, para ayah digambarkan sebagai orang-orang kejam. Bob Ewell diisyaratkan melecehkan putrinya secara seksual, dan Tn. Radley memenjarakan putranya di rumah hingga Boo hanya diingat sebagai hantu. Bob Ewell dan Tn. Radley mewakili bentuk maskulinitas yang tidak dimiliki Atticus, dan novelnya mengindikasikan bahwa pria-pria serupa, serta para hipokrit feminin trandisional di Masyarakat Misionaris, dapat menuntun masyarakat menuju kesesatan. Atticus berdiri sendiri sebagai model unik maskulinitas; sebagaimana yang dijelaskan oleh salah satu akademisi: "Meluruskan masyarakat adalah pekerjaan pria sejati yang menyandang kualitas maskulin trandisional individualisme heroik, keberanian, dan pengetahuan yang luas serta dedikasi akan keadilan sosial dan moralitas."

Hukum tertulis dan tidak tertulis sunting

Alusi terhadap isu-isu legal dalam To Kill a Mockingbird, terutama dalam adegan-adegan di luar gedung pengadilan, telah menarik perhatian akademisi legal. Claudia Durst Johnson menulis bahwa "bacaan kritis sudah lebih banyak dikumpulkan oleh dua akademisi legal dalam jurnal-jurnal hukum dibandingkan dengan akademisi sastra dari jurnal-jurnal sastra". Kutipan pembuka oleh esais abad ke-19 Charles Lamb berbunyi: "Pengacara, saya kira, dahulu pernah menjadi anak-anak." Johnson mencatat bahwa bahkan dalam dunia kanak-kanak Scout dan Jem, kompromi dan traktat dicapai dengan meludah di telapak tangan satu sama lain, dan hukum didiskusikan oleh Atticus dan anak-anaknya: apakah benar bahwa Bob Ewell berburu dan menjebak saat tidak musim? Banyak kode sosial dilanggar oleh orang-orang di gedung pengadilan simbolis: Tn. Dolphus Raymond telah diasingkan oleh masyarakat karena mengambil seorang wanita kulit hitam sebagai istrinya secara hukum umum dan memiliki anak antarras; Mayella Ewell dihajar oleh ayahnya sebagai hukuman atas mencium Tom Robinson; dengan diubah menjadi bukan seorang manusia, Boo Radley menerima hukuman yang lebih berat dari segala hukuman yang bisa pengadilan berikan. Scout berulang kali melanggar kode dan hukum serta bereaksi terhadap hukuman yang ia terima. Sebagai contoh, ia menolak menggunakan pakaian berjumbai, mengatakan bahwa percobaan Bibi Alexandra yang "fanatik" untuk memasksanya mengenakannya membuatnya merasa seperti ada "penjara katun merah muda menutup dirinya". Johnson menyatakan, "Novel ini adalah sebuah kajian mengenai bagaimana Jem dan Scout mulai menerima komplesitas kode sosial dan bagaimana konfigurasi hubungan yang diatur oleh atau dimulai oleh kode-kode tersebut gagal atau merawat penduduk dunia kecil (mereka)."

Kehilangan kepolosan sunting

Burung penyanyi dan simbolisme yang berkaitan dengan mereka muncul sepanjang novel ini. Nama keluarga Finch juga merupakan nama gadis ibunda Lee. Ajuk-Ajuk yang digunakan dalam judulnya adalah motif kunci dari tema ini, yang pertama muncul ketika Atticus, setelah memberikan anak-anaknya senapan angin untuk hadiah Natal, membolehkan Paman Jack untuk mengajarkan mereka menembak. Atticus memperingatkan mereka bahwa walaupun mereka dapat "menembak burung blue jay mana pun yang mereka inginkan", mereka perlu mengingat bahwa "berdosa jika membunuh seekor Ajuk-Ajuk". Bingung, Scout mendatangi tetangganya, Nona Maudie, yang menjelaskan bahwa Ajuk-Ajuk tidak pernah membahayakan makhluk hidup lainnya. Ia menunjukkan bahwa Ajuk-Ajuk hanya memberikan kenikmatan dengan lagu-lagu mereka, mengatakan, "Mereka tidak melakukan apa pun selain bernyanyi sepenuh hati untuk kita." Penulis Edwin Bruell menyimpulkan simbolismenya pada tahun 1964, "'Membunuh Ajuk-Ajuk' adalah membunuh yang polos nan tidak berbahaya—seperti Tom Robinson." Para akademisi mencatat bahwa Lee kerap kembali menuju tema Ajuk-Ajuk ketika mencoba menciptakan poin moral.

Tom Robinson, selain beberapa lainnya, adalah contoh utama orang polos dalam novel ini yang secara tidak bertanggung jawab atau sengaja dihancurkan. Namun, akademisi Christopher Metress menghubungkan Ajuk-Ajuk dengan Boo Radley: "Alih-alih menginginkan Boo untuk kesenangannya sendiri (seperti yang ia lakukan pada awal novelnya dengan mementaskan drama gotik mengenai riwayatnya), Scout melihatnya sebagai seorang 'Ajuk-Ajuk'—yakni, sebagai seseorang dengan kebaikan batin dan perlu dihargai." Halaman-halaman terakhir buku ini mngilustrasikan ini sementara Scout mengisahkan pesan moral dari cerita yang telah dibacakan Atticus kepadanya, dan, dalam alusi terhadap Boo Radley dan Tom Robinson, menyatakan tentang seorang tokoh yang salah dipahami, "Ketika mereka akhirnya melihatnya, mengapa ia tidak pernah melakukan hal-hal itu ... Atticus, ia benar-benar baik", yang ditanggapi dengan, "Kebanyakan orang memang begitu, Scout, ketika kau akhirnya melihat mereka."

Novel ini memaparkan kehilangan kepolosan dengan begitu seringnya sehingga pengulas R. A. Davis mengklaim bahwa karena setiap tokoh perlu menghadapi, atau bahkan menderita kekalahan, buku ini mengambil elemen-elemen tragedi klasik. Dalam menjelajahi bagaimana setiap tokoh mengatasi kekalahan pribadi mereka, Lee membangun kerangka untuk menilai apakah para tokoh adalah pahlawan atau orang bodoh. Ia menuntun sang pembaca dalam penilaian serupa, beralih antara kekaguman tanpa rasa malu dan ironi yang menusuk. Pengalaman Scout dengan Masyarakat Misionaris adalah sebuah jukstaposisi ironis antara wanita yang mengolok-olok dirinya, bergosip, dan "mencerminkan sikap sombong nan kolonialis terhadap ras lain" sementara memberikan "penampilan kebangsawanan, kesalehan, dan moralitas". Sebaliknya, ketika Atticus kalah dalam kasus Tom, ia adalah yang terakhir untuk meninggalkan gedung pengadilan, selain anak-anaknya dan para penonton kulit hitam dari balkon bagi orang kulit berwarna, yang diam-diam berdiri sementara Atticus berjalan di bawah mereka, sebagai sebuah penghormatan.

Tanggapan sunting

Meskipun diperingatkan bahwa buku ini mungkin tidak akan berkinerja baik secara penjualan, To Kill a Mockingbird lekas menjadi sebuah sensasi, memberikan Lee pujian-pujian dari perkumpulan kritikus di Monroeville dan sekeliling Alabama. Buku tersebut berkali-kali dicetak ulang dan mencapai ketersediaan meluas melalui ketercakupannya di Book of the Month Club dan edisi-edisi terbitan Reader's Digest Condensed Books. Reaksi awal terhadap buku ini beragam. The New Yorker menyerukan Lee sebagai seorang "penulis yang mahir, bersahaja, dan polos", sementara pengulas The Atlantic Monthly menyebut bukunya sebagai sebuah "bacaan yang ringan nan menyenangkan", tetapi mendapati suara narasinya—"seorang gadis berusia enam tahun dengan gaya prosa seorang dewasa yang terdidik"—tidak masuk akal. Resensi majalah Time tahun 1960 menyatakan bahwa bukunya "mengajarkan sejumlah luar biasa kejujuran yang berguna tentang gadis kecil dan kehidpuan Selatan kepada anak-anak", menyebut Scout sebagai anak yang paling "menarik" sejak Frankie dari The Member of the Wedding (1946) karya Carson McCullers. Chicago Sunday Tribune mencatat pendekatan yang adil terhadap narasi peristiwa-peristiwa dalam novelnya: "Tidak mungkin ini adalah sebuah novel sosiologis. Ia tidak menggarisbawahi sebab apa pun ... To Kill a Mockingbird adalah sebuah novel tentang signifikansi nasional kontemporer."

Tidak seluruh pengulas sama antusiasnya, beberapa di antaranya menyesali penggunaan orang kulit putih Selatan dan korban kulit hitam satu dimensional yang buruk, Granville Hicks melabeli novel tersebut "melodramatis" dan "buat-buatan". Setelah pertama kali dirilis, penulis Selatan Flannery O'Connor berkomentar, "Saya pikir sebagai buku anak novelnya baik-baik saja. Menarik melihat orang-orang yang membelinya tidak mengetahui bahwa ia adalah sebuah buku anak. Seseorang perlu mengatakan yang sebenarnya." Carson McCullers tampak setuju dengan ulasan Time terhadap buku ini, menulis kepada seorang sepupu, "Ya, sayang, satu hal yang kita ketahui adalah bahwa ia telah berburu liar di suaka alam sastraku." Pada tahun-tahun selepas penerbitannya, To Kill a Mockingbird telah menjual lebih dari 40 jutabsalinan dan telah diterjemahkan menuju lebih dari 40 bahasa. Novel ini terus tersedia di percetakan dalam format sampul keras maupun kertas, dan telah menjadi bagian dari kurikulum standar sastra. Sebuah survei tahun 2008 tentang buku sekunder yang dibaca oleh pelajar antara kelas 9–12 di AS mengindikasikan bahwa novel ini merupakan buku yang paling luas dibaca di jangkauan kelas tersebut. Sebuah survei tahun 1991 oleh Book of the Month Club dan Pusat Buku Perpustakaan Kongres menemukan bahwa To Kill a Mockingbird di posisi keempat dalam daftar buku "yang paling sering dikutip sebagai pembuat perubahan". Novel ini telah dianggap sebagai salah satu "Novel Hebat Amerika".

Peringatan 50 tahun perilisan novel ini disambut dengan perayaan dan retrospeksi terhadap dampaknya. Eric Zorn dari Chicago Tribune menyanjung "penggunaan bahasa [Lee] yang kaya", tetapi menulis bahwa pesan utamanyanadalah bahwa "keberanian tidak selalu mencolok, tidak selalu cukup, tetapi selalu bergaya". Jane Sullivan dari The Sydney Morning Herald setuju, meyatakan bahwa bukunya "masih menimbulkan kemarahan segar dan segan" karena menyelidiki moralitas, topik yang kini tidak sebegitu populer. Dalam The Guardian, Chimamanda Ngozi Adichie menyatakan bahwa tidak seperti novelis Amerika lainnya, Lee menulis dengan "tinta progresif yang tegas, yang di dalamnya tidak ada yang tidak terhindarkan dari rasisme, dan dasarnya pun tidak pasti", membandingkannya dengan William Faulkner, yang menulis mengenai rasisme sebagai hal yang pasti terjadi. Kritikus sastra Rosemary Goring dari The Herald Skotlandia, mencatat hubungan antara Lee dan Jane Austen, menyatakan bahwa tema pusat bukunya, bahwa "keyakinan moral seseorang layak diperjuangkan bahkan dengan risiko dicerca", telah fasih didiskusikan.

Wartawan olahraga asal Alabama Allen Barra mengkritik pedas Lee dan novelnya dalam The Wall Street Journal, menyebut Atticus seorang "repositori epigram sederhana" dan mengatakan bahwa novelnya mewakili "mitos buat-buatan" tentang sejarah Alabama. Barra menulis, "Sudah waktunya untuk berhenti berpura-pura menganggap To Kill a Mockingbird sebagai sejenis klasik abadi yang bertempat di antara karya sastra Amerika yang hebat. Humanisme liberal pucat di dalamnya sayangnya sudah kuno." Thomas Mallon dari The New Yorker mengkritik kekakuan moralitas Atticus, dan menyebut Scout seorang "boneka yang sangat terkonstruksi" yang wicara dan tindakannya mustahil. Walaupun mengakui bahwa novelnya layak, Mallon mencela suara naratif Lee yang "luar biasa labil" karena mengembangkan suatu cerita tanpa pertetanggan yang damai sampai moral drama pengadilannya mulai terlibat, melanjutkan dengan pengamatannya bahwa "buku ini sudah mulai menghargai kebaikannya sendiri" saat kasusnya selesai. Membela novel ini, Akin Ajayi menulis bahwa "keadilan memang kerap rumit, tetapi tetap harus ditemukan atas dasar kesetaraan dan keadilan bagi semua". Ajayi menyatakan bahwa bukunya memaksa para pembaca untuk mempertanyakan isu-isu tentang ras, kelas, dan masyarakat, tetapi ia tidak ditulis untuk memecahkan mereka.

Berbagai penulis membandingkan persepsi mereka terhadap To Kill a Mockingbird setelah beranjak dewasa dengan kali pertama mereka membacanya sebagai seorang anak. Mary McDonagh mewawancarai para selebritas seperti Oprah Winfrey, Rosanne Cash, Tom Brokaw, dan saudari Harper, Alice Lee, yang membaca novelnya dan menghimpun kesan mereka terhadap novelnya menjadi sebuah buku bertajuk Scout, Atticus, and Boo.

Atticus Finch dan profesi kehukuman sunting

Salah satu dampak paling signifikan dari To Kill a Mockingbird adalah model integritas Atticus Finch bagi profesi kehukuman. Seperti yang dijelaskan oleh akademisi Alice Petry, "Atticus telah menjadi sejenis pahlawan rakyat dalam lingkaran hukum dan diperlakukan hampir seperti ia adalah seseorang yang nyata." Morris Dees dari Pusat Hukum Kemiskinan Selatan mengutip Atticus sebagai alasan ia menjadi seorang pengacara, dan Richard Matsch, sang hakim federal yang memimpin sidang Timothy McVeigh, menganggap Atticus sebagai suatu pengaruh yudisial yang besar. Salah satu profesor hukum di Universitas Notre Dame menyatakan bahwa To Kill a Mockingbird adalah buku yang paling berpengaruh yang pernah ia ajarkan, dan sebuah artikel dalam Michigan Law Review mengklaim, "Tidak ada seorang pun pengacara nyata yang lebih berjasa terhadap citra diri maupun persepsi publik profesi kehukuman," sebelum mempertanyakan apakah Atticus Finch "seorang paragon kehormatan atau seorang penembak yang licik".

Pada tahun 1992, sebuah artikel menuntut kematian Atticus, mengatakan bahwa seliberal-liberalnya Atticus, ia tetap bekerja di dalam sistem rasisme dan seksisme yang berurat umbi dan tidak seharusnya dihormati. Rencana tersebut menuai beragam respons dari para pengacara yang mengambil pekerjaannya karena Atticus dan mengharagainya sebagai seorang pahlawan. Para pengkritik Atticus mendalilkan bahwa moralnya ambigu dan ia tidak menggunakan keterampilan hukumnya untuk menentang status quo yang rasis di Maycomb. Meskipun demikian, Organisasi Advokat Negara Bagian Alabama membangun sebuah monumen di Monroeville menghormati Atticus, menandai keberadaannya sebagai "tonggak peringatan pertama dalam sejarah yudisial negara bagian tersebut". Pada tahun 2008, Lee sendiri menerima keanggotaan penghormatan istimewa di Organisasi Advokat Negara Bagian Alabama atas menciptakan Atticus yang "telah menjadi personifikasi model pengacara dalam memenuhi kebutuhan hukum orang-orang miskin".

Pendapat sosial dan tentangan sunting

To Kill a Mockingbird telah menjadi sumber kontroversi yang signifikan sejak diikutsertakan dalam pembelajaran ruang kelas setidaknya pada tahun 1963. Julukan etnis, umpatan, dan diskusi tentang pemerkosaan terang-terangan dalam bukunya telah menyebabkan orang-orang untuk menentang kesesuaiannya di perpustakaan dan ruang kelas Amerika Serikat. Asosiasi Perpustakaan Amerika Serikat melaporkan bahwa To Kill a Mockingbird adalah buku ke-21 yang sering ditentang dari dekade 2000-an. Menyusul keluhan orang tua mengenai bahasa rasis yang diikutsertakan, novel ini ditiadakan dari kelas-kelas di Virginia pada tahun 2016 dan Biloxi, Mississippi, tempat bukunya dianggap membuat orang-orang "tidak nyaman", pada tahun 2017. Pada kasus di Mississippi, novel ini dihapus dari daftar pembacaan wajib, sebelum ketersediannya dikembalikan bagi pelajar yang berminat dengan izin orang tua. Keputusan serupa telah dikritik: Persatuan Kebebasan Sipil Amerika Serikat mencatat kepentingan melibatkan tema-tema dari novelnya di tempat ketidakadilan rasial bertahan. Becky Little, dari the History Channel, dan perwakilan dari Mark Twain House mencatat bahwa nilai karya-karya klasik bergantung kepada kekuatan mereka untuk "menantang cara kita berpikir tentang banyak hal". (Adventures of Huckleberry Finn karya Twain telah menuai kontroversi serupa.) Arne Duncan, yang bertgas sebagai Menteri Pendidikan Amerika Serikat di bawah Presiden Obama, mencatat bahwa peniadaan bukunya dari daftar bacaan merupakan bukti dari suatu negara yang penuh "masala nyata". Pada tahun 1966, salah satu orang tua dari Hanover, Virginia, memprotes penggunaan pemerkosaan sebagai alat alur di dalamnya sebagai imoral. Johnson mengutip sejumlah contoh surat kepada koran lokal, mulai dari yang mengekspresikan kejenakaan hingga murka; surat-surat yang paling murka, bagaimanapun, lebih mengeluhkan ketertarikan Mayella Ewell kepada Tom Robinson daripada penggambaran pemerkosaan. Setelah mengetahui bahwa administrator sekolahnya tengah mengadakan engar pendapat guna menentukan kesesuaiannya dalam ruang kelas, Harper Lee mengirimkan $10 kepada The Richmond New Leader untuk digunakan dalam pemberlakuan "Badan Sekolah County Hanover di kelas pertama mana pun pilihan mereka". Asosiasi Pendidikan Nasional Amerika Serikat pada tahun 1968 menempatkan novel ini di nomor dua daftar buku yang paling banyak dikeluhkan oleh organisasi swasta—di bawah Little Black Sambo (1899).

Selepas perubahan sikap terhadap ras pada 1970-an, To Kill a Mockingbird kembali menghadapi tentangan, kini sebab perlakuan rasisme di Maycomb tidak cukup dicela. Ini menimbulkan persepsi berbeda bahwa novelnya telah meninggalkan dampak yang positif terhadap hubungan ras bagi pembaca kulit putih, tetapi tanggapan yang lebih ambigu di antara pembaca kulit hitam. Dalam sebuah kasus terkenal di luar AS, distrik sekolah di provinsi New Brunswick dan Nova Scotia di Kanada mencoba untuk meniadakan buku ini dari kurikulum pengajaran baku pada 1990-an, menyatakan:

Terminologi dalam novel ini menyebabkan pelajar mempermalukan pengalaman yang mencuri hormat mereka kepada diri sendiri dan teman sebaya. Kata 'nigger' diguanakan 48 kali dalam novelnya ... Kami menyakini bahwa kurikulum Ilmu Bahasa Inggris di Nova Scotia harus mengizinkan seluruh pelajar merasa nyaman dengan gagasan, perasaan, dan pengalaman yang ditampilkan tanpa ketakutan akan dipermalukan ... To Kill a Mockingbird jelas adalah sebuah buku yang tidak lagi memenuhi tujuan ini dan oleh karenanya tidak lagi perlu digunakan untuk instruksi ruang kelas.

Lebih lanjutnya, meskipun tema novel ini berfokus kepada ketidakadilan rasial, tokoh kulit hitam di dalamnya dispeenuhnya diselidiki. Karena penggunaan epitet rasialnya, penggambaran terstereotipe dari orang kulit hitam bertakhayul, serta Calpurnia, yang dianggap oleh beberapa kritikus sebagai versi mutakhir dari motif "budak yang diperebutkan" dan bagi beberapa lainnya sama sekali tidak terjelajahi, buku ini dipandang memarginalisasi tokoh kulit hitam. Salah satu penulis menegaskan bahwa penggunaan narasi Scout berperan sebagai mekanisme yang nyaman bagi pembaca sehingga merasa polos dan terlepas dari konflik rasial di dalamnya. Suara Scout "berfungsi sebagai 'bukan saya' yang membolehkan kita semua—kulit hitam dan putih, laki-laki dan perempuan—menemukan posisi relatif kita dalam masyarakat". Sebuah pedoman pengajaran yang diterbitkan dalam The English Journal memperingatkan, "Apa yang tampak menakjubkan atau kuat bagi sekelompok pelajar mungkin terlihat merendahkan bagi yang lain." Seorang penasihat ilmu bahasa asal Kanada menemukan bahwa novelnya diterima dengan baik oleh para pelajar kulit putih, tetapi bahwa para pelajar kulit hitam mendapati bukunya "mendemoralisasi". Dengan rasisme diceritakan dari sudut pandang kulit putih dengan fokus kepada keberanian dan moralitas kulit putih, beberapa komentator telah menanggap novelnya memiliki "kompleks penyelamat kulit putih", kritikan juga ditujukan kepada film adaptasinya akibat narasi penyelamat kulit putih di dalamnya. Satu lagi kritikan, dilafalkan oleh Michael Lind, adalah bahwa novelnya menikmati pemberian stereotipe dan demonisasi klasis terhadpa "sampah putih" desa yang miskin.

Bagaimanapun, novel ini dikutip sebagai suatu faktor keberhasilan Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika pada 1960-an, karena ia "datang di saat yang tepat untuk membatu Selatan dan negara bergumul dengan ketegangan rasial (dari) Gerakan Hak-Hak Sipil yang menguat". Penerbitannya sangat diasosiasikan dengan Gerakan Hak-Hak Sipil hingga banyak kajian bukunya dan biografi Harper Lee mengikutsertakan deskripsi tentang momen penting dalam gerakannya, meski Lee tidak pernah terlibat secara langsung. Pemimpin gerakan tersebut, Andrew Young, beromentar bahwa sebagian dari keefektifan buku ini adalah karena ia "menginspirasi harapan di tengah kekacauan dan kebingungan" dan dengan menggunakan epitet rasial untuk mengambarkan kenyataan selama waktu yang menjadi latar novelnya. Young memandang novel tersebut sebagai sebuah "tindakan kemanusiaan" dalam menunjukkan kemungkinan orang-orang mengalahkan prasangka mereka. Pengarang asal Alabama Mark Childress membandingkannya dengan dampak dari Uncle Tom's Cabin (1852), buku yang banyak dianggap memulai Perang Saudara AS. Childress menyatakan bahwa novel ini

memberikan orang-orang kulit putih Selatan sebuah cara untuk memahami rasisme yang telah mereka timbulkan dan untuk menemukan suatu cara yang lain. Dan kebanyakan orang kulit hitam di Selatan adalah orang baik. Sebagain besar orang di Selatan tidak melempar bom dan membuat onar ... Saya pikir bukunya benar-benar membantu mereka untuk memahami apa yang salah dengan sistemnya dengan cara yang tidak akan pernah tercapai dengan berapapun trakat, karena ia adalah seni populer, karena ia diceritakan dai sudut pandang seorang anak.

Diane McWhorter, seorang sejarawan pemenang Penghargaan Pulitzer dari kampanye Birmingham, menegaskan bahwa To Kill a Mockingbird mencela rasisme alih-alih para rasis, dan menyatakan bahwa setiap anak di Selatan punya saat-saat disonansi kognitif rasial ketiak mereka dihadapkan dengan kenyataan sulit tentang kesenjangan. Perasaan ini menyebabkan mereka mempertanyakan keyakinan yang dikembangkan dalam membesarkan mereka, yang benar terjadi bagi banyak anak-anak. McWhorter menulis tentang Lee, "Bagi seorang yang berkulit putih dari Selatan untuk menulis sebuah buku seperti ini pada akhir 1950-an sangatlah tidak biasa—tetapi keberadaannya adalah sebuah tindakan protes." Pengarang James McBride menyebut Lee cemerlang, tetapi berhenti sejenak mengenai menyebutnya berani:

Saya pikir dengan menyebut Harper Lee berani kau seperti memerdekakan dirimu dari rasismemu sendiri ... Ia tentunya menetapkan standar sehubungan dengan bagaimana isu-isu serupa sbaiknya didiskusikan, tetapi dengan berbagai cara saya merasa speerti ... standar moralnya telah diturunkan. Dan itu sungguh menyedihkan. Kita butuh seribu Atiicus Finch.

McBride, bagaimanapun, membela sentimentalitas bukunya, dan bagaimana Lee mendekati kisahnya dengan "kejujuran dan integritas".

Penghargaan sunting

Pada tahun-tahun menyusul penerbitannya, Harper Lee menikmati perhatian yang diperoleh novel ini, membolehkannya melaksanakan wawancara, mengunjungi sekolah-sekolah, dan menghadiri acara-acara penghargaan terhadap bukunya. Pada tahun 1961, ketika To Kill a Mockingbird masih bertengger di daftar terlaris untuk minggu ke-41, novel tersebut memenangkan Penghargaan Pulitzer untuk Fiksi, mengagetkan Lee. Buku tersebut juga memenangkan Penghargaan Persaudaraan dari Konferensi Nasional Orang Kristen dan Yahudi pada tahun yang sama, dan penghargaan Buku Sampul Kertas Terbaik Tahun Ini dari majalah Bestsellers setahun setelahnya. Mulai tahun 1964, Lee mulai menolak tawaran wawancara, mengeluhkan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kebanyakan monoton, dan kian khawatir tentang atensi yang ia peroleh. Sejak saat itu, ia menolak berbicara bersama wartawan tentang buku ini. Ia juga kukuh menampik permintaan menulis kata pengantar untuk cetakan ulang bukunya, menulis pada tahun 1995: "Kata pengantar menghalangi kenimatan, ia mematikan kesenangan penantian, menggagalkan rasa penarasan. Satu-satunya hal baik tentang kata pengantar adalah dalam beberapa kasus mereka menunda dosis yang akan diterima. Mockingbird masih mengatakan apa yang harus disampaikan; ia telah berhasil bertahan bertahun-tahun tanpa preambul."

Pada tahun 2001, Lee diikutsertakan di Akademi Kehormatan Alabama. Pada tahun yang sama, wali kota Chicago Richard M. Daley menginisiasi sebuah program membaca di seluruh perpustakaan di kota tersebut, dan memilih buku kegemarannya, To Kill a Mockingbird, sebagai judul pertama untuk program "Satu Kota Satu Buku". Lee menyatakan bahwa "tidak ada penghormatan yang lebih mulia yang bisa diterima novel ini". Sejak tahun 2004, novel tersebut telah dipilih oleh 25 komunitas untuk variasi program membaca tingkat kota tersebut, yang terbanyak di antara seluruh buku. David Kipen dari National Endowment of Arts, penyelia The Big Read, menyatakan, "Orang-orang tampak terhubung dengannya. Ia mengangkat kembali hal-hal dalam hidup mereka. Ia adalah kerangka kunci menuju berbagai bagian kehidupan orang, dan mereka menghargainya."

Pada tahun 2006, Lee diberikan gelar kehormatan dari Universitas Notre Dame. Selama upacaranya, para pelajar dan hadirin menangkat salinan To Kill a Mockingbird sebagai bentuk penghormatan. Lee menerima Medali Kedamaian Kepresidenan pada 5 November 2007, dari Presiden George W. Bush. Dalam komentarnya, Bush menyatakan, "Salah satu alasan yang menjadikan To Kill a Mockingbird begitu sukses adalah hati bijak dan mulia dari sang pengarang, yang terlihat di setiap halamannya ... To Kill a Mockingbird telah memengaruhi karakter negara kita untuk yang lebih baik. Ia telah menjadi anugrah bagi seluruh dunia. Sebagai model penulisan layak dan kepekaan yang manusiawi, buku ini akan terus dibaca dan dikaji selamanya."

Pada tahun 2003, buku didaftar di nomor enam di survei The Big Read oleh BBC, posisi tertinggi untuk buku dari luar Inggis. Pad atahun 2006, buku ini didaftar di peringkat pertama oleh para pustakawan Inggris sebagai buku "yang harus di baca semua orang dewasa sebelum meninggal", di atas Alkitab. Setelah menduduki nomor satu selama lima bulan periode pemungutan suara pada tahun 2018, publik Amerika Serikat, melalui program PBS The Great American Read, memilih To Kill a Mockingbird sebagai Buku Kegemaran Amerika. Pada 5 November 2019, BBC Arts mendaftar To Kill a Mockingbird sebagai salah satu dari 100 novel paling berpengaruh. Pada tahun 2020, novel ini menempati posisi kelima untuk buku yang paling banyak dipinjam di Perpustakaan Umum New York. Pada tahun 2021, The New York Times mengumumkan To Kill a Mockingbird sebagai buku terbaik dari 125 tahun terakhir menurut survei pembaca mereka.

Go Set a Watchman sunting

Sebuah draf awal dari To Kill a Mockingbird, berjudul Go Set a Watchman, dirilis menuju kontroversi pada 14Juli 2015. Draf ini, yang diselesaikan pada tahun 1957, berlatar waktu 20 tahun sejak periode yang digambarkan dalam To Kill a Mockingbird, tetapi bukan kelanjutan dari ceritanya. Kisah dalam versi ini mengikuti Scout Finch dewasa yang berkelana dari Kota new York untuk mengunjungi ayahnya, Atticus, di Maycomb, Alabama, sebelum ia dihadapkan dengan intoleransi di komunitasnya. Manuskrip Watchman diyakini telah hilang sampai pengacar Lee, Tonja Carter, menemukannya, tetapi klaim ini banyak diperdebatkan. Watchman berisi versi awal dari banyak tokoh To Kill a Mockingbird. Menurut agen Lee, Andrew Nurnberg, Mockingbird awalnya dimaksudkan menjadi buku pertama dari suatu trilogi: "Mereka mendiskusikan tentang menerbitkan Mockingbird pertama dan Watchman terakhir, dan sebuah novel penghbung yang lebih pendek di antara keduanya." Kendati demikian, pernyataan ini telah disanggah oleh pakar buku langka James S. Jaffe, yang meninjau halaman-halamannya sesuai permintaan pengacara Lee dan menemukan bahwa ia hanya merupakan draf dari To Kill a Mockingbird. Pernyataan Nunberg juga bertengangan dengan deskripsi Jonathan Mahler mengenai bagaimana Watchman hanya dipandang sebagai draf pertama dari Mockingbird. Berbagai bagian dari kedua buku terkadang sama persis, yang lebih lanjut menentang pernyataan tersebut. Kedua buku juga diselidiki dengan bantuan linguistik forensik dan sebuah kajian komparatif mengonfirmasi bahwa Harper Lee adalah pengarang tunggal dari kedua buku.

Media lainnya sunting

Film 1962 sunting

Adaptasi film dari buku ini, yang dirilis pada tahun 1962 dengan judul yang sama dan dibintangi oleh Gregory Peck sebagai Atticus Finch, menerima tanggapan positif. Produser filmnya, Alan J. Pakula, mengingat eksekutif Universal Pictures meragukan dirinya atas salah satu naskah: "Mereka berkata, 'Cerita apa yang kau berencana akan kisahkan untuk film ini?' Saya mengatakan, 'Sudahkan kau membaca bukunya?' Mereka bilang, 'Ya.' Saya berkata, 'Itulah ceritanya.'" Film tersebut meraih kesuksesan di box office, lekas menghasilkan lebih dari $13 juta dengan anggaran $2 juta. Ia memenangkan tiga Piala Oscar: Aktor Terbaik untuk Peck, Pengarahan Seni-Dekorasi Set Terbaik, Hitam Putih, dan Penulisan Terbaik, Skenario Didasarkan dari Materi dari Medium Lain untuk Horton Foote. Film ini menerima lima nominasi tambahan, termasuk Film Terbaik, Akrtis Terbaik dalam Peran Pendukung untuk Mary Badham yang memerankan Scout. Pada saat itu, Badham adalah aktris termuda untuk dinominasikan di kategori tersebut.

Lee puas dengan filmnya, "Dalam film itu, sang pria sesuai dengan bagiannya ... Saya telah menerima berbagai tawaran untuk membuat novelnya menjadi musikal, menjadi drama TV atau panggung, tetapi saya selalu menolak. Film itu adalah sebuah karya seni." Peck bertemu ayah Lee, model untuk Attcius, sebelum perekaman. Lee dan Peck berteman dekat hingga lama setelah filmnya dibuat. Cucu dari Peck dinamakan Harper sebagai bentuk penghormatan kepada sang pengarang.

Tidak biasa, Lee muncul di Perpustakaan Umum Los Angeles pada Mei 2005 sesuai permintaan janda Peck, Veronique, yang mengatakan tentang Lee:

Ia seperti harta negara. Ia adalah seseorang yang telah membuat perbedaan ... dengan buku ini. Buku tersebut masih tetap kuat layaknya biasa, dan begitu pula dengan filmnya. Semua anak di Amerika Serikat membaca buku ini dan menonton filmnya di kelas tujuh dan delapan dan menulis makalah dan esai. Suami saya dahulu menerima ribuan surat dari para guru.

Drama sunting

Buku ini telah diangkat menjadi sebuah drama oleh Christopher Sergel. Dramanya dipentaskan secara perdana pada tahun 1990 di Monroeville, sebuah kota yang melabeli dirinya sebagai "Ibu Kota Sastra Alabama". Pementasan dramanya dilaksanakan setiap bulan Mei di lantai gedung pengadilan county dan para warga memerankan tokoh-tokohnya. Selama adegan di gedung pengadilan, produksinya berpindah menuju Gedung Pengadilan County Monroe dan para penonton dipisah menurut ras. Pengarang Albert Murray mengatakan mengnai hubungan antara kotanya dengan novel ini serta pementasan tahunan tersebut: "Ia menjadi bagian dari ritual kotanya, seperti dasar religius Mardi Gras. Dengan seluruh kota berkerumun di sekeliling gedung pengadilannya, ia adalah bagian dari sebuah pusat pendidikan kewarganegaraan—yang merupakan aspirasi Monroeville."

Drama Sergel memulai tur Inggrisnya di West Yorkshire Playhouse di Leeds pada tahun 2006, sebelum kembali pada tahun 2011 dimulai dari York Theatre Royal, kedua produksi menampilkan Duncan Preston sebagai Atticus Finch. Drama tersebut juga memulai musim 2013-nya di Regent's Park Open Air Theatre di London, yang penuh dihadiri penonton dan dibintangi oleh Robert Sean Leonard sebagai Atticus, penampilan London pertamanya sejak 22 tahun. Produksi dramanya kembali ke lokasi tersebut menjelang musim 2014, sebelum satu lagi tur Inggris.

Menurut National Geographic, novel ini begitu dihormati di Monroeville sehingga orang-orang mengutip bukunya bagai sebuah kitab suci; meski demikian, Harper Lee sendiri menolak menghadiri pementasan mana pun, kare ia "membenci segala kegiatan dagang di atas ketenaran bukunya". Untuk menekankan sentimen ini, Lee juga menentang pernitan buku resep dengan judul Calpurnia's Cookbook. David Lister dalam The Independent menyatakan bahwa Lee yang terus menolak berbicara kepada wartawan membuat mereka makin ingin mewawancarainya, dan kesunyian darinya "membuat Bob Dylan tampak seperti kue tar media". Meskipun Lee sendiri menentang, sejumlah wisatawan yang kian naik telah memilih Monroeville sebagai destinasi mereka, berharap bisa melihat inspirasi Lee untuk bukunya, atau pengarangnya langsung. Warga setempat menamai mereka para "groupie Mockingbird", dan walau Lee tidak begitu tertutup, ia tetap menolak keras publisitas dan wawancara.

Novel grafis sunting

Pada Oktober 2018, Fred Fordham menangkat dan mengilustrasikan cerita buku ini menjadi sebuah novel grafis. Beberapa bagian deskriptif dan komentar yang lebih panjang telah dipotong, yakni "bagian yang anak-anak cenderung lewatkan" menurut C. J. Lyons dari New York Journal of Books, yang kemudian mengatakan, "hati dari Maycomb tahun 1933 yang fiksional telah dibuat ulang dengan setia melalui seni dan dialognya".

Referensi sunting

  1. ^ Crespino, Joseph (Musim panas 2000). "The Strange Career of Atticus Finch". Southern Cultures (dalam bahasa Inggris). 6 (2): 9–30. doi:10.1353/scu.2000.0030. 
  2. ^ Pauli, Michelle (2 Maret 2006). "Harper Lee Tops Librarians' Must-Read List". The Guardian (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Februari 2023. Diakses tanggal 25 Juli 2023. 
  3. ^ Zipp, Yvonne (7 Juli 2010). "Scout, Atticus & Boo". The Christian Science Monitor (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Juni 2023. Diakses tanggal 25 Juli 2023. 
  4. ^ Shields 2006, hlm. 39.
  5. ^ Shields 2006, hlm. 16–17.
  6. ^ a b c Shields 2006, hlm. 6.
  7. ^ Shields 2006, hlm. 79–80, 89–90.
  8. ^ Shields 2006, hlm. 109, 20.
  9. ^ a b "Nelle Harper Lee" (dalam bahasa Inggris). Akademi Kehormatan Alabama. 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 November 2001. Diakses tanggal 25 Juli 2023. 
  10. ^ Shields 2006, hlm. 112–114.
  11. ^ Mahler, Jonathan (12 Juli 2015). "The Invisible Hand Behind Harper Lee's To Kill a Mockingbird" . The New York Times (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Juni 2023. Diakses tanggal 25 Juli 2023. 
  12. ^ Shields 2006, hlm. 114.
  13. ^ Shields 2006, hlm. 129.
  14. ^ Shields 2006, hlm. 180.
  15. ^ Shielder 2006, hlm. 14.
  16. ^ Lacher, Irene (21 Mei 2005). "Harper Lee Steps Out" . Los Angeles Times (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 25 Juli 2023 – via Newspapers.com. 
  17. ^ Shields 2006, hlm. 242.
  18. ^ Johnson 1994a, hlm. xii.
  19. ^ Hoby, Hermione (8 Februari 2015). "Harper Lee: A Late Twist in the Tale of an Adored Writer". The Observer (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 April 2023. Diakses tanggal 25 Juli 2023. 
  20. ^ Shields 2006, hlm. 120–121.
  21. ^ Shields 2006, hlm. 122–125.
  22. ^ Shields, hlm. 42, 109.
  23. ^ Shields 2006, hlm. 40–41.
  24. ^ Shields 2006, hlm. 127.
  25. ^ Krebs, Albin (26 Agustus 1984). "Truman Capote Is Dead at 59; Novelist of Style and Clarity" . The New York Times (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 Oktober 2022. Diakses tanggal 25 Juli 2023. 
  26. ^ Shields 2006, hlm. 33.
  27. ^ Anderson, Nancy Grisham (2017). "Harper Lee: To Kill a Mockingbird and 'A Good Woman's Words'" . Dalam Ashmore, Susan Youngblood; Dorr, Lisa Lindquist. Alabama Women: Their Lives and Times (dalam bahasa Inggris). University of Georgia Press. hlm. 334. doi:10.1353/book52089. ISBN 978-0-8203-5078-3. JSTOR j.ctt1g2km7b. 
  28. ^ Steinem, Gloria (November 1967). "An Interview with Truman Capote" . McCall's (dalam bahasa Inggris). Vol. 95 no. 2. Diakses tanggal 25 Juli 2023. 
  29. ^ Clasen, Sharon (29 April 2016). "Read Harper Lee's Profile of In Cold Blood Detective Al Dewey That Hasn't Been Seen in More Than 50 Years". Smithsonian (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Juni 2023. Diakses tanggal 26 Juli 2023. 

Daftar pustaka sunting