Penguntitan

pengamatan atau pengawasan yang tidak diinginkan

Penguntitan, pembuntutan, atau pengekoran adalah pengawasan yang tidak diinginkan dan berulang oleh individu atau kelompok terhadap orang lain.[1] Perilaku tersebut erat dengan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung serta cenderung melecehkan dan mengintimidasi. Istilah penguntitan digunakan dengan beberapa definisi berbeda dalam psikiatri dan psikologi, serta dalam beberapa yurisdiksi hukum sebagai istilah untuk tindak pidana.[2][3]

Laporan tahun 2002 oleh lembaga Pusat Korban Kejahatan Nasional Amerika Serikat, "Penguntitan merupakan kegiatan kontak yang tidak diharapkan di mana menempatkan korban dalam posisi terancam dan ketakutan entah secara langsung maupun tidak langsung",[4] walaupun dalam kenyataan standar hukum biasanya lebih ketat dari definisi tersebut.

Definisi sunting

Sulit mendefinisikan istilah ini, tetapi terdapat dokumentasi yang baik akan hal ini.[5]

Istilah ini digunakan sejak abad ke-16 untuk merujuk pada pencuri atau pemburu. Menurut Oxford English Dictionary, istilah penguntit pada awalnya digunakan oleh media di abad ke-20 untuk menggambarkan orang yang mengganggu dan melecehkan orang lain, awalnya dengan referensi khusus ke pelecehan terhadap selebritas oleh orang asing yang "terobsesi".[6] Istilah ini tampaknya diciptakan oleh pers tabloid di Amerika Serikat.[7] Seiring berjalannya waktu, makna penguntitan berubah dan memasuki definisi "Individu yang dilecehkan oleh mantan pasangan mereka".[8] Pathé dan Mullen mencatatkan kuntit-menguntit sebagai "Konstelasi perilaku ketika seorang individu menimbulkan gangguan dan komunikasi berulang yang tidak diinginkan."[9] Penguntitan dapat dijelaskan sebagai tindakan mengikuti, memerhatikan atau melecehkan orang lain yang disengaja dan berulang-ulang. Tak seperti kejahatan umumnya yang hanya melibatkan satu tindakan, menguntit merupakan serangkaian tindakan yang terjadi selama periode waktu tertentu.

Meskipun menguntit adalah tindakan ilegal di sebagian besar wilayah dunia, beberapa tindakan yang berkontribusi terhadap penguntitan mungkin legal, seperti untuk mengumpulkan informasi, menelepon seseorang di telepon, mengirim pesan, mengirim hadiah, mengirim surel, atau mengirim pesan instan. Tindakan seperti itu menjadi ilegal ketika melanggar definisi hukum pelecehan (misalnya, tindakan seperti mengirim teks biasanya tidak ilegal, tetapi ilegal ketika sering diulangi ke penerima yang tidak berkenan dikirimi). Faktanya, hukum di Britania menyatakan bahwa pelaku seharusnya menyadari tindakannya intolerir tersebut setelah dua kali pengulangan (misalnya, dua panggilan telepon ke orang asing, dua buah hadiah, mengikuti korban kemudian menelepon mereka, dsb.).[10]

Norma sosial memengaruhi cara menjelaskan apa itu penguntitan. Para pakar mencatat bahwa mayoritas laki-laki dan perempuan mengaku pernah terlibat dalam berbagai perilaku seperti menguntit setelah putus, tetapi menghentikan perilaku seperti itu seiring berjalannya waktu, menunjukkan bahwa "Keterlibatan dalam tingkat rendah dari perilaku pengejaran yang tidak diinginkan untuk waktu yang relatif singkat, terutama di konteks putus hubungan, mungkin [merupakan suatu fenomena] normatif untuk hubungan kencan heteroseksual yang terjadi dalam budaya Amerika Serikat."[11]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Spitzberg, Brian H.; Cupach, William R. (Januari–Februari 2007). "The state of the art of stalking: Taking stock of the emerging literature". Aggression and Violent Behavior (dalam bahasa Inggris). London, Britania: Elsevier. 12 (1): 64–86. doi:10.1016/j.avb.2006.05.001. ISSN 1359-1789. 
  2. ^ "State and Federal Stalking Laws". The Berkman Klein Center for Internet & Society at Harvard University. Diakses tanggal 5 Juli 2019. 
  3. ^ "18 U.S. Code § 2261A. Stalking". Legal Information Institute. Diakses tanggal 5 Juli 2019. 
  4. ^ "Stalking Victimization". Office for Victims of Crime. Februari 2002. 
  5. ^ Sheridan, L. P.; Blaauw, E. (2004). "Characteristics of False Stalking Reports". Criminal Justice and Behavior. SAGE Publications. 31: 55–72. doi:10.1177/0093854803259235. Menguntit kebanyakan tidak lebih dari pengulangan perilaku yang ditargetkan dan tampak biasa atau rutin, pada dasarnya penguntitan sulit untuk dijelaskan. 
  6. ^ Pathé, Michele; Mullen, Paul E.; Purcell, Rosemary (2000). Stalkers and Their Victims. Cambridge, Britania: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-66950-4. 
  7. ^ Lawson-Cruttenden. New Law Journal. LexisNexis. doi:10.1016/S1359-1789(02)00068-X.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  8. ^ Mullen, Paul E.; Pathé, Michele (1 Januari 2002). "Stalking". Crime and Justice. Chicago, Amerika Serikat: University of Chicago Press. 29: 273–318. doi:10.1086/652222. JSTOR 1147710. 
  9. ^ Pathe, M.; Mullen, P. E. (1997). "The impact of stalkers on their victims". The British Journal of Psychiatry. London, Britania: Royal College of Psychiatrists. 170: 12–17. doi:10.1192/bjp.170.1.12. PMID 9068768. 
  10. ^ "Stalking". sexualharassmentsupport.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Agustus 2010. Diakses tanggal 20 Oktober 2010. 
  11. ^ Langhinrichsen-Rohling, Jennifer (1 Maret 2011). "Gender and Stalking: Current Intersections and Future Directions". Sex Roles. New York, Amerika Serikat: Springer US. 66 (5–6): 418–426. doi:10.1007/s11199-011-0093-3.