Penyakit refluks laringofaring

Penyakit refluks larangofaring (RLF; bahasa Inggris: Laryngpharinx reflux, LPR) adalah penyakit yang disebabkan aliran balik dari cairan lambung menuju laring, faring, dan saluran pernapasan lainnya.[4] Cairan lambung yang masuk merupakan dampak dari kerusakan membran mukosa esofagus dan tampilan klinisnya sering didefinisikan sebagai kelanjutan dari refluks gastroesofagus, walau ada perbedaan patofisiologi.[5]

Penyakit refluks laringofaring
Ilustrasi potongan sagital kepala dan leher manusia. Pada LPR, faring (1) dan laring (3) terpapar cairan lambung yang mengalir balik melalui esofagus (4)
Informasi umum
Nama lainExtraesophageal reflux disease (EERD),[1] Silent reflux,[2] dan Supra-esophageal reflux,[3]
SpesialisasiGastroenterologi Sunting ini di Wikidata

Pada penderita RLF biasanya menunjukan gejala-gejala seperti batuk, suara serak, disfagia, sensasi globus, dan sakit tenggorok.[6][7] Pada kondisi lanjut dapat muncul tanda-tanda infeksi hidung, sinus, telinga, dan paru.[6][7]

Diagnosis RLF ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan penunjang seperti laringoskopi fleksibel atau pH.[8][9][10] Sementara pengobatan RLF meliputi kombinasi diet, modifikasi perilaku, antagonis reseptor H2, penghambat pompa proton (PPI), dan tindakan bedah.[11]

Tanda dan gejala

sunting

Penderita RLF biasanya akan mengeluhkan rasa tersangkut di tenggorok (sensasi globus), mendehem (throat clearing), batuk, dan suara serak. Dapat diikuti keluhan lain seperti nyeri tenggorok, dahak tertumpuk di tenggorok, sesak napas, mulut berbau (halitosis), hingga sulit menelan (disfagia).[9] Pada sekitar 25% kasus, gejala esofagus seperti rasa seperti terbakar di dada juga dapat ditemui.[8][12] Keluhan lebih lanjut dapat menyebabkan keluhan pada hidung, sinus, dan paru.[8]

Keluhan rasa tersangkut di tenggorok serta mendehem kemungkinan disebabkan oleh dua teori. Teori pertama karena paparan langsung asam pepsin dari lambung hingga menimbulkan kerusakan jaringan laring dan sekitarnya. Kerusakan jaringan menyebabkan silia pada mukosa laring rusak, sehingga menyebabkan lendir menumpuk. Teori kedua karena paparan isi lambung pada bagian bawah esofagus sehingga menimbulkan refleks vagal. Refleks tersebut menyebabkan penyempitan bronkus dan menimbulkan efek mendehem dan batuk.[13]

Diagnosis

sunting

Diagnosis RLF ditegakkan dengan anamnesis gejala klinis dan riwayat penyakit, pemeriksaan laringoskopi, serta menentukan adanya aliran balik cairan lambung ke laringofaring. Penentuan adanya aliran balik merupakan baku emas dalam penegakan diagnosis RLF, baik dengan menggunakan ambulatory 24 hours double probe pH monitoring ataupun metode ELISA. Namun, pemeriksaan baku emas tersebut mahal dan tidak nyaman digunakan pada penderita.[10]

Pada anamnesis, dapat dibantu dengan penilaian indeks gejala refluks (Reflux Symptoms Index, RSI). Indeks tersebut dapat digunakan untuk menilai gejala RLF sebelum dan sesudah mulai pengobatan. Setiap gejala ditanyakan derajat keparahannya dari 0 hingga 5. Apabila didapatkan hasil lebih dari 13, maka dicurigai RLF. Gejala-gejala refluks pada RSI antara lain:[8][9][11]

  1. Suara serak
  2. Mendehem
  3. Penumpukan dahak di tenggorok (post nasal drip)
  4. Sulit menelan
  5. Batuk setelah makan atau berbaring
  6. Tersedak
  7. Batuk yang sangat mengganggu
  8. Rasa mengganjal, lengket, dan panas di tenggorok
  9. Nyeri ulu hati atau panas di dada

Penatalaksanaan

sunting

Penatalaksanaan RLF meliputi kombinasi diet, modifikasi perilaku, obat, dan tindakan bedah.[11] Penderita RLF dianjutkan untuk mengurangi porsi makan dan membiasakan makan terakhir 2-4 jam sebelum berbaring. Penderita juga diminta untuk menghindari makanan-makanan yang dapat menurunkan tonus otos sfingter esofagus, seperti makanan bersoda, mengantung kafein, soda, alkohol, mint, coklat, buah-buahan asam, cuka, dan rokok.[8] Penderita juga diminta meninggikan bantal saat berbaring dan mengurangi stres.[12]

Penatalaksanaan RLF dengan obat paling utama dengan menggunakan penghambat pompa proton (PPI), sama seperti terapi obat pada refluks gastroesofagus (GERD). Hal membedakan adalah dosis dan durasi terapi. Pada RLF, dosisnya dua kali lipat dari dosis GERD dengan durasi terapi tiga hingga enam bulan. Derivat PPI yang dipergunakan antara lain omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol. PPI dapat dikombinasikan dengan zat proteksi mukosa seperti sukralfat.[9][14]

Terapi pembedahan dilakukan untuk memperbaiki penahan pada daerah pertemuan esofagus dan lambung untuk mencegah refluks isi lambung. Terapi ini dianjurkan pada penderita yang telah lama menggunakan terapi obat dan dosis yang telah dinaikan. Walau begitu, terapi ini dapat menimbulkan komplkasi lain.[9]

Referensi

sunting
  1. ^ Kahrilas PJ (October 2000). "Maximizing outcome of extraesophageal reflux disease". Am J Manag Care. 6 (16 Suppl): S876–82. PMID 11184658. 
  2. ^ Koufman JA (2002). "Laryngopharyngeal reflux is different from classic gastroesophageal reflux disease". Ear, Nose, & Throat Journal. 81 (9 Suppl 2): 7–9. PMID 12353431. 
  3. ^ Zerbib F, Stoll D (2010). "Management of laryngopharyngeal reflux: an unmet medical need". Neurogastroenterol Motil. 22 (2): 109–12. doi:10.1111/j.1365-2982.2009.01437.x. PMID 20067549. 
  4. ^ Galluzzi, F; Schindler, A; Gaini, RM; Garavello, W (October 2015). "The assessment of children with suspected laryngopharyngeal reflux: An Otorhinolaringological perspective". International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. 79 (10): 1613–9. doi:10.1016/j.ijporl.2015.07.037. PMID 26279249. 
  5. ^ Johnston, Nikki; Dettmar, Peter W.; Strugala, Vicki; Allen, Jacqui E.; Chan, Walter W. (October 2013). "Laryngopharyngeal reflux and GERD". Annals of the New York Academy of Sciences. 1300 (1): 71–79. Bibcode:2013NYASA1300...71J. doi:10.1111/nyas.12237. PMID 24117635. 
  6. ^ a b Cazzola, M; Segreti, A; Calzetta, L; Rogliani, P (January 2013). "Comorbidities of asthma: current knowledge and future research needs". Current Opinion in Pulmonary Medicine. 19 (1): 36–41. doi:10.1097/MCP.0b013e32835b113a. PMID 23114561. 
  7. ^ a b Dhillon, VK; Akst, LM (August 2016). "How to Approach Laryngopharyngeal Reflux: An Otolaryngology Perspective". Current Gastroenterology Reports. 18 (8): 44. doi:10.1007/s11894-016-0515-z. PMID 27417389. 
  8. ^ a b c d e Diamond, Linda (2005-08). "Laryngopharyngeal reflux—Itʼs not GERD". Journal of the American Academy of Physician Assistants. 18 (8): 50–53. doi:10.1097/01720610-200508000-00008. ISSN 1547-1896. 
  9. ^ a b c d e Tokashiki, Ryoji; Nakamura, Kazuhiro; Watanabe, Yusuke; Yamaguchi, Hiroya; Suzuki, Mamoru (2005-09). "The relationship between esophagoscopic findings and total acid reflux time below pH 4 and pH 5 in the upper esophagus in patients with laryngopharyngeal reflux disease (LPRD)". Auris Nasus Larynx. 32 (3): 265–268. doi:10.1016/j.anl.2005.03.002. ISSN 0385-8146. 
  10. ^ a b Asyari, Ade; Amri, Deni; Novialdi, Novialdi; Fitri, Fachzi; Yerizal, Eti; Bachtiar, Hafni; Rachmawati, Elvie Zulka Kautzia (2018-06-28). "Deteksi pepsin pada saliva pasien refluks laringofaring". Oto Rhino Laryngologica Indonesiana. 48 (1): 65–73. doi:10.32637/orli.v48i1.257. ISSN 2598-3970. 
  11. ^ a b c Belafsky, Peter C.; Postma, Gregory N.; Koufman, James A. (2001-08). "The Validity and Reliability of the Reflux Finding Score (RFS)". The Laryngoscope. 111 (8): 1313–1317. doi:10.1097/00005537-200108000-00001. ISSN 0023-852X. 
  12. ^ a b Koufman, James A.; Aviv, Jonathan E.; Casiano, Roy R.; Shaw, Gary Y. (2002-07). "Laryngopharyngeal Reflux: Position Statement of the Committee on Speech, Voice, and Swallowing Disorders of the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery". Otolaryngology–Head and Neck Surgery. 127 (1): 32–35. doi:10.1067/mhn.2002.125760. ISSN 0194-5998. 
  13. ^ Iannuzzi, Ralph A. (2020). Laryngopharyngeal and Gastroesophageal Reflux. Cham: Springer International Publishing. hlm. 109–118. ISBN 978-3-030-48889-5. 
  14. ^ Lam, Paul; Wei, William Ignace; Hui, Yau; Ho, Wai-kuen (2006-05). "Prevalence of pH-documented laryngopharyngeal reflux in Chinese patients with clinically suspected reflux laryngitis". American Journal of Otolaryngology. 27 (3): 186–189. doi:10.1016/j.amjoto.2005.09.012. ISSN 0196-0709.