Perang Kamboja–Spanyol


Perang Kamboja–Spanyol (Spanyol: Guerra hispano-camboyana; Filipina: Digmaang Kambodyano-Espanyol; Khmer: សង្គ្រាមកម្ពុជា-អេស្ប៉ាញ) yang terjadi antara tahun 1593-1597 adalah upaya Kerajaan Spanyol bersama dengan Portugis untuk menaklukkan Kamboja atas permintaan Raja Satha I dan mengkristenkan penduduk Kamboja.[1][2] Orang-orang Filipina dan Meksiko yang direkrut serta tentara bayaran Jepang turut berpartisipasi dalam serangan terhadap Kamboja ini.[3]

Latar belakang

sunting

Perang Kamboja-Spanyol merupakan salah satu imbas dari kondisi perpolitikan di daratan Asia Tenggara kala itu yang dimulai dengan peningkatan serangan terhadap Kamboja oleh penguasa Siam Naresuan pada 1593.[2] Raja Kamboja Satha I berupaya untuk mencari sekutu asing dan berhasil menemukan petualang Portugis Diogo Veloso dan rekan-rekannya dari Spanyol Blas Ruiz de Hernán Gonzáles dan Gregorio Vargas Machuca sebagai sekutu baru.[4]

Portugal berupaya mendatangkan pasukan dari Malaka Portugis tetapi tidak berhasil. Spanyol juga berupaya melakukan hal yang sama dengan meminta bantuan Filipina Spanyol tetapi Gubernur Gómez Pérez Dasmariñas menolak untuk bersekutu dengan Kamboja dan lebih memilih opsi untuk menengahi konflik antara Kamboja dengan Siam. Siam berhasil menaklukkan ibu kota Kerajaan Kamboja kala itu, Longvek, pada bulan Juli 1594 dan nasib Satha kemudian tidak diketahui—antara dieksekusi atau melarikan diri ke Laos.[4]

Ketiga petualang dari Iberia beserta dua orang asal Iberia lainnya, Pantaleón Carnero dan Antonio Machado, ditangkap dan dikirim ke Siam. Veloso dan Vargas berhasil meyakinkan Naresuan untuk membebaskan mereka dan mengirim mereka sebagai utusan ke Manila, di mana mereka berhasil melarikan diri. Sementara Ruiz dan para petualang lain berhasil mengambil alih kapal yang membawa mereka sebagai tawanan. Mereka semua kembali bersatu di Manila dan merencanakan ekspedisi militer ke Kamboja.[4]

Konflik

sunting

Ekspedisi Spanyol yang pertama tiba di Kamboja pada tahun 1596. Ekspedisi tersebut terdiri atas tiga kapal di bawah komando Juan Juárez Gallinato, membawa 140 tentara Spanyol dan beberapa penduduk dari kepulauan Filipina serta tentara bayaran Kristen Jepang. Kapal Gallinato terbawa badai, tetapi dua kapal lainnya yang masing-masing dipimpin oleh Ruiz dan Veloso berhasil mencapai Kamboja. Di sana mereka baru mengetahui bahwa tahta Kerajaan Kamboja telah direbut oleh mantan pengikut Satha, Preah Ram I.[2][4]

Kehadiran pasukan Iberia di Kamboja kemudian menjadi masalah bagi pemimpin dan warga setempat setelah mereka bertempur dan mengalahkan pasukan Tiongkok yang terdiri dari 2.000 orang. Mempertimbangkan kehadiran mereka yang juga tidak disambut hangat oleh raja yang baru, Veloso meminta awak mereka untuk menyerang istana kerajaan dan menangkap sang raja. Sang raja meninggal dan mereka harus bergabung kembali dengan Gallinato, yang telah berhasil mencapai Kamboja, agar dapat melarikan diri. Gallinato kemudian memerintahkan awaknya untuk mencari sekutu di Laos tetapi gagal. Mereka terpaksa harus meninggalkan Kamboja dan tak lama kemudian ekspedisi tersebut dibubarkan.[2][4]

Pada bulan Oktober di tahun yang sama, Ruiz dan Veloso menemukan ahli waris Satha yang ternyata adalah putra keduanya, Barom Reachea II, yang mendapat dukungan Laos. Dengan bantuan mereka, sang ahli waris tersebut menyerbu Kamboja dan naik tahta pada Mei 1597.[2] Sang raja baru kemudian memberikan hak atas tanah khusus kepada bangsa Iberia di dua provinsi yang berada di sisi barat dan timur Sungai Mekong.[5] Veloso kemudian mendapatkan izin dan pendanaan untuk membangun sebuah benteng. Pada tahun 1599, dia memimpin empat kapal dari Manila tetapi dua diantaranya karam akibat badai.[5]

Laksamana Melayu Muslim yang menentang kehadiran bangsa-bangsa Iberia memanfaatkan situasi tersebut dengan memprovokasi serangan terhadap salah satu anak buah mereka, Luis Ortiz. Orang-orang Spanyol membalas dengan menyerang pemukiman Melayu, yang kemudian dilawan balik oleh orang-orang Melayu, Cham, serta sekutu mereka dengan menyerang dan membantai orang-orang Spanyol dan Portugis, termasuk Diogo Veloso.[6][7][8]

Hanya beberapa orang Filipina dan satu orang Spanyol yang berhasil selamat dari pembantaian tersebut. [9] Akibat kekalahan tersebut, rencana Spanyol untuk mengkristenkan Kamboja gagal.[10] Laksamana kemudian mengeksekusi Barom Reachea II dan Kamboja kemudian didominasi oleh bangsa Siam pada bulan Juli 1599.[11]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Jaques, Tony; Showalter, Dennis Edwin (2007). Dictionary of battles and sieges: a guide to 8500 battles from Antiquity through the twenty-first century. Westport (Conn.): Greenwood press. ISBN 978-0-313-33536-5. 
  2. ^ a b c d e Hall, D. G. E. (1981). History of South East Asia (edisi ke-4TH REVISED EDITION). London: Bloomsbury Academic. ISBN 978-0-333-24163-9. 
  3. ^ "Samuel Hawley - The Spanish Plan to Conquer China". web.archive.org. 2013-01-16. Diakses tanggal 2024-12-11. 
  4. ^ a b c d e Rodao García, Florentino (1997). Españoles en Siam (1540 - 1939): una aportación al estudio de la presencia hispana en Asia Oriental. Biblioteca de historia. Madrid: CSIC - Consejo Superior de Investigaciones Científicas. ISBN 978-84-00-07634-4.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Rodao" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  5. ^ a b Smith, T. O. (2018). Cambodia and the West, 1500-2000. London (G.B.): Palgrave Macmillan. ISBN 978-1-137-55531-1. 
  6. ^ Jaques, Tony; Showalter, Dennis Edwin (2007). Dictionary of battles and sieges: a guide to 8500 battles from Antiquity through the twenty-first century. Westport (Conn.): Greenwood press. ISBN 978-0-313-33536-5. 
  7. ^ Kiernan, Ben (2009). Blood and Soil: A World History of Genocide and Extermination from Sparta to Darfur. New Haven: Yale University Press. ISBN 978-0-300-13793-4. 
  8. ^ Encyclopedia of Asian history. 4: Sri - Zuny. New York: Scribner. 1988. ISBN 978-0-684-18901-7. 
  9. ^ Arthur Cotterell (15 July 2014). A History of South East Asia. Marshall Cavendish International Asia Pte Ltd. hlm. 178–. ISBN 978-981-4634-70-0. 
  10. ^ Milton Osborne (4 September 2008). Phnom Penh: A Cultural History. Oxford University Press. hlm. 44–. ISBN 978-0-19-971173-4. 
  11. ^ Donald F. Lach; Edwin J. Van Kley (1998). A Century of Advance. University of Chicago Press. hlm. 1147–. ISBN 978-0-226-46768-9.