Peraturan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi


Peraturan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi di Indonesia megacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) No. 29 Tahun 2008.[1] Peraturan tersebut terdiri atas 11 bab dan 43 pasal, diterbitkan pada tanggal 9 September 2008 dan ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Prof.Mohammad Nuh.

Latar Belakang sunting

Penetapan Permen Kominfo No. 29 Tahun 2008 sebagai regulasi utama sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi di Indonesia ini dilatarbelakangi oleh anggapan yang memandang bahwa Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 10 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi masih belum bisa mengakomodasi ketentuan yang mampu meningkatkan efektivitas serta efisiensi proses sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi di Indonesia.[1] Beberapa tujuan utama yang ingin dicapai dari proses sertifikasi alat dan perangkat komunikasi pada hakikatnya telah diatur dan dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000, sebagai berikut:[2]

  • Memberikan jaminan konektivitas dalam jaringan telekomunikasi yang tersedia.
  • Mencegah gangguan antar alat dan perangkat telekomunikasi.
  • Memberikan upaya perlindungan konsumen dari kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi.
  • Menstimulasi perkembangan industri, inovasi, dan rekayasa teknologi telekomunikasi nasional.

Proses sertifikasi sunting

Definisi proses sertifikasi menurut Pasal 1 Permen Kominfo No. 29 Tahun 2008 adalah segala proses yang berkaitan dengan pemberian sertifikat.[1] Sertifikat adalah dokumen-dokumen yang memuat kesesuaian tipe alat serta perangkat telekomunikasi terhadap persyaratan-persyaratan yang bersifat teknis dan standar yang telah ditentukan. Inti dari proses sertifikasi adalah adanya verifikasi pemenuhan persyaratan yang bersifat teknis dari berbagai alat dan perangkat telekomunikasi.[3] Pelaksanaan proses sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi mencakup tiga tahapan yaitu permohonan sertifikasi, pengujian dan penerbitan sertifikat.[1] Proses sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi dipantau oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian.[1]

Alat dan Perangkat Telekomunikasi sunting

Alat telekomunikasi adalah alat-alat perlengkapan yang dimanfaatkan dalam bertelekomunikasi, sedangkan yang dimaksud dengan perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan terjadinya proses telekomunikasi.[1] Alat-alat dan perangkat telekomunikasi yang dimaksud dalam pasal 2 Permen Kominfo No. 29 Tahun 2008 terdiri dari empat kelompok; kelompok jaringan, kelompok akses, kelompok alat pelanggan serta kelompok alat dan perangkat pendukung telekomunikasi.

  • Kelompok jaringan adalah kelompok alat-alat dan perangkat telekomunikasi yang ditempatkan dalam jaringan utama (core network).
  • Kelompok akses adalah kelompok alat-alat dan perangkat telekomunikasi yang ditempatkan di antara jaringan utama dan terminal serta antar jaringan utama.
  • Kelompok alat pelanggan adalah kelompok alat-alat serta perangkat telekomunikasi yang ditempatkan di ujung jaringan akses.
  • Kelompok alat dan perangkat pendukung telekomunikasi adalah kelompok alat-alat dan perangkat telekomunikasi yang dimanfaatkan sebagai pendukung pada berbagai alat dan perangkat telekomunikasi.

Tata Cara Sertifikasi sunting

Permohonan Sertifikasi sunting

Tata cara proses sertifikasi alat-alat dan perangkat telekomunikasi dimulai dengan pengajuan permohonan. Permohonan sertifikasi alat-alat dan perangkat telekomunikasi dapat diajukan oleh:[1]

  • Pabrikan atau representatifnya, yaitu produsen sebagai badan usaha yang membuat barang yang akan disertifikasi.
  • Distributor, yaitu badan atau lembaga yang secara sah dipilih oleh pabrikan.
  • Importir, yaitu korporasi yang memegang Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK) dalam bidang telekomunikasi.
  • Badan atau lembaga yang merakit alat-alat dan perangkat telekomunikasi.
  • Institusi, yaitu badan atau lembaga yang memanfaatkan alat-alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluannya sendiri.

Permohonan sertifikasi alat-alat dan perangkat komunikasi dapat diajukan oleh pihak-pihak tersebut secara tertulis kepada Lembaga Sertifikasi. Lembaga Sertifikasi adalah lembaga yang dipilih Badan Tetap Direktorat Jenderal Pos dan Komunikasi untuk memiliki otoritas dalam perihal penerbitan sertifikat. Permohonan sertifikasi wajib melampirkan:[2]

  • Formulir FR PM 4 dan FR PM 5 (diisi terlebih dahulu untuk 1 tipe alat atau perangkat masing-masing)
  • Dokumen-dokumen legal milik perusahaan, yang terdiri dari Akta Pendirian Perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan, NPWP.
  • Dokumen teknis perangkat, brosur, buku manual, serta spesifikasi teknis alat dan perangkat yang akan disertifikat.
  • Bagi pemohon distributor resmi, harus melampirkan surat penunjukan sebagai distributor dari pabrikan.
  • Bagi pemohon importir, melampirkan copy Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK).
  • Khusus sertifikasi dalam hal Mutual Recognizion Arrangement (MRA), dokumen tambahan (Laporan Hasil Uji dari laboratorium pengujian yang telah terakreditasi ISO 17025).

Setelah Lembaga Sertifikasi melakukan verifikasi terhadap surat permohonan sertifikasi yang diajukan, Lembaga Sertifikasi kemudian akan menerbitkan Surat Pengantar Pengujian Perangkat (SP3) terhadap Balai Uji. Balai Uji adalah laboratorium milik negara dan swasta yang dipilih oleh Badan Penetap Direktorat Jenderal Pos dan Komunikasi untuk melakukan pengujian terhadap bebagai alat dan perangkat telekomunikasi.[1]

Pengujian sunting

Balai Uji melakukan pengujian alat-alat dan perangkat telekomunikasi berdasarkan SP3 yang diajukan oleh Lembaga Sertifikasi.[1] Pengujian yang dilakukan harus berpedoman pada persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.[1] Persyaratan teknis adalah parameter, persyaratan keselamatan atau (electromagnetic compatibility) yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Proses pengujian alat-alat dan perangkat telekomunikasi ini terdiri dari:[1]

  • Pengujian Conformance, pengujian untuk membandingkan hasil uji dan persyaratan teknis.
  • Pengujian Electromagnetic Compatibility (EMC), pengujian kemampuan alat dan perangkat elektronik untuk befungsi dalam lingkungan medan elektromagnetik tanpa mempengaruhi kondisi lingkungannya.

Proses pengujian ini dapat dilakukan dengan dua mekanisme, pengukuran dan evaluasi dokumen.[1] Pengujian dengan mekanisme pengukuran dilakukan oleh Balai Uji dan pengujian dengan mekanisme evaluasi dokumen dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi. Pengujian dengan mekanisme pengukuran dilakukan melalui uji laboratorium (in-house test) serta uji lapangan (on-site test).

 
Prosedur pengujian melalui evaluasi dokumen

Penerbitan Sertifikat sunting

Lembaga Sertifikasi harus menerbitkan sertifikat bagi alat dan perangkat telekomunikasi yang telah memenuhi persyaratan teknis paling lambat 2 hari setelah dikeluarkannya evaluasi Laporan Hasil Uji atas alat dan perangkat telekomunikasi tersebut.[1] Sertifikat alat-alat dan perangkat telekomunikasi terdiri dari:[1]

  • Sertifikat A, ditujukan untuk pabrikan atau distributor;
  • Sertifikat B, ditujukan untuk importir, perakit atau institusi

Sertifikat-sertifikat ini memiliki masa berlaku selama 3 tahun.[1] Setelah mendapatkan sertifikat, label wajib dicantumkan pada alat dan perangkat telekomunikasi.[1] Label tersebut meliputi dua komponen data yaitu Nomor sertifikat dan Nomor PLG ID, dengan ukuran label bervariasi tergantung dari permukaan alat dan atau perangkat.[1]

Sanksi sunting

Beberapa sanksi hukum yang ditentukan terhadap alat atau perangkat telekomunikasi yang tidak memiliki dan mencantumkan sertifikasi serta label resmi dari Direktorat Jenderal Pos dan Komunikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dijelaskan sebagai berikut:[3]

  • Berdasarkan UU No.36 tahun 1999, pasal 52: Barang siapa memperdagangkan, merakit, memasukan, atau menggunakan perangkat telekomunikasi diwilayah negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagai mana diatur dalam pasal 32 (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
  • Merujuk pada Permen Kominfo No.:29/PER/M.KOMINFO/09/2008: Pelanggaran terhadap ketentuan label dapat dikenakan sanksi yang berlaku khususnya peraturan perundang-undangan dibidang telekomunikasi dan perundang-undangan dibidang perlindungan konsumen

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2008. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 Tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi http://publikasi.kominfo.go.id/handle/54323613/316 Diarsipkan 2012-04-24 di Wayback Machine.. [diakses 20 Februari 2012]
  2. ^ a b Direktoral Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2008. Proses Sertifikasi. http://ipv6.postel.go.id/postelfinal/postelweb/?act=procedure&task=detail&id=16 Diarsipkan 2011-09-10 di Wayback Machine.. [diakses 10 Maret 2012]
  3. ^ a b Soamole, P.T. 2009. Jenis-jenis Sertifikasi di Bidang IT. Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Palangkaraya. http://www.scribd.com/doc/46421891/Sertifikasi-Di-Bidang-It. [diakses 28 Februari 2012]