Perhimpunan Indonesia

organisasi pelajar Indonesia di Belanda

Perhimpunan Hindia (Bahasa Belanda: Indische Vereeniging), dikenal juga sebagai Perhimpunan Indonesia atau PI (Bahasa Belanda: Indonesische Vereeniging), adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda yang berdiri pada tahun 1908.

Bendera Perhimpoenan Indonesia

Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada Harahap dan R.M. Noto Soeroto .

Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat masuk, pada 1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah Indische Vereeniging memasuki kancah politik. Waktu itu pula Indische Vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik.

Perhimpunan Indonesia

sunting
 
Pertemuan Perhimpunan Indonesia, diperkirakan di Leiden, ca 1924–1927

Semula, gagasan nama Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia)[1](Lihat: Sejarah nama Indonesia).

Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Saat itu istilah "Indonesier" dan kata sifat "Indonesich" sudah tenar digunakan oleh para pemrakarsa Politik Etis. Para anggota PI juga memutuskan untuk menerbitkan kembali majalah Hindia Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Majalah ini terbit dwibulanan, dengan 16 halaman dan biaya langganan seharga 2,5 gulden setahun. Penerbitan kembali Hindia Poetra ini menjadi sarana untuk menyebarkan ide-ide antikolonial. Dalam 2 edisi pertama, Hatta menyumbangkan tulisan kritik mengenai praktik sewa tanah industri gula Hindia Belanda yang merugikan petani.[2]

Saat Iwa Koesoemasoemantri menjadi ketua pada 1923, PI mulai menyebarkan ide non-kooperasi yang mempunyai arti berjuang demi kemerdekaan tanpa bekerjasama dengan Belanda. Tahun ][1924]], saat M. Nazir Datuk Pamoentjak menjadi ketua, nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka. Tahun 1925 saat Soekiman Wirjosandjojo nama organisasi ini resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Hatta menjadi Voorzitter (Ketua) PI terlama yaitu sejak awal tahun 1926 hingga 1930, sebelumnya setiap ketua hanya menjabat selama setahun. Perhimpunan Indonesia kemudian menggalakkan secara terencana propaganda tentang Perhimpunan Indonesia ke luar negeri Belanda.

Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota organisasi ini antara lain: Achmad Soebardjo, Soekiman Wirjosandjojo, Arnold Mononutu, Mr. Dr. Mohamad Nazif, Prof Mr Sunario Sastrowardoyo, Sastromoeljono, Abdulmadjid Djojoadiningrat, Sutan Sjahrir, Sutomo, Ali Sastroamidjojo, Wreksodiningrat, Soedibjo Wirjowerdojo dll.

Akhir organisasi dan dikuasai komunis

sunting

Dipimpin Mohammad Hatta

sunting
 
Pengurus Perhimpoenan Indonesia. Kiri ke kanan: Gunawan Mangunkusumo, Mohammad Hatta, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, dan R.M. Sartono

Pada 1926, Mohammad Hatta diangkat menjadi ketua Perhimpunan Indonesia/Indische Vereeniging.[3] Di bawah kepemimpinannya, PI memperlihatkan perubahan. PI lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan nasional di Indonesia dengan memberikan banyak komentar di media massa di Indonesia.[4] Semaun dari PKI datang kepada Hatta sebagai pimpinan PI untuk menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara umum kepada PI.[4] Stalin membatalkan keinginan Semaun dan sebelumnya Hatta memang belum bisa percaya pada PKI.[5]

Pada masa kepemimpinannya, majalah PI, yakni Indonesia Merdeka banyak disita pihak kepolisian, maka masuknya majalah ini dengan cara penyelundupan.[6]

Rujukan

sunting
  1. ^ Revitalisasi Keindonesiaan[pranala nonaktif permanen], Kompas 28 Oktober 2005
  2. ^ Majalah Tempo, Edisi Khusus 80 Tahun Sumpah Pemuda, 27 Oktober 2008
  3. ^ Noer 2012, hlm. 21.
  4. ^ a b Noer 2012, hlm. 19.
  5. ^ Noer 2012, hlm. 19-20.
  6. ^ Noer 2012, hlm. 23-24.

Bacaan

Pranala luar

sunting