Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

perpustakaan nasional di Indonesia

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (disingkat Perpusnas) adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibu kota negara. Gedung Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional berlokasi di Jalan Medan Merdeka Selatan No.11, Jakarta dan sebagian besar perkantorannya di Jalan Salemba Raya No. 28A. Perpustakaan Nasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pada tanggal 14 September 2017, Presiden Joko Widodo meresmikan Gedung Fasilitas Layanan Perpusnas baru yang merupakan perpustakaan nasional tertinggi di dunia (126,3 meter) dengan 24 lantai, ditambah tiga lantai parkir bawah tanah (basement).[1]

Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia
Peta
6°10′54.340″S 106°49′37.045″E / 6.18176111°S 106.82695694°E / -6.18176111; 106.82695694
LokasiLayanan Perpustakaan Umum, Gedung Plaza Perpusnas, Jalan Medan Merdeka Selatan No. 11 dan Sekretariat Jl. Salemba Raya No. 28A, Jakarta, Indonesia
Ruang lingkupUmum
Didirikan17 Mei 1980; 44 tahun lalu (1980-05-17)
Koleksi
Barang yang dikoleksi8.000.000+
Aksesi penggunaan
Persyaratan aksesTerbuka
Informasi lain
DirekturE. Aminudin Azis (Plt.)
Situs webwww.perpusnas.go.id

Gedung fasilitas layanan baru Perpustakaan Nasional dibuat dengan anggaran tahun jamak dari 2013-2016 sebesar Rp465,2 miliar.[2] Per 2023, koleksi Perpusnas mencapai lebih dari 8 juta eksemplar.[3]

Sejarah

sunting
 
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta

Sejarah Perpusnas bermula dengan didirikannya Bataviaasch Genootschap pada 24 April 1778. Lembaga ini adalah pelopor Perpusnas dan baru dibubarkan pada tahun 1950.

Awalnya, Perpustakaan Nasional RI merupakan salah satu perwujudan dari penerapan dan pengembangan sistem nasional perpustakaan, secara menyeluruh dan terpadu, sejak dicanangkan pendiriannya tanggal 17 Mei 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef. Ketika itu kedudukannya masih berada dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setingkat eselon II di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, dan badan ini merupakan hasil integrasi dari empat perpustakaan besar di Jakarta.

Keempat perpustakaan tersebut, yang kesemuanya merupakan badan bawahan DitJen Kebudayaan, adalah:

  • Perpustakaan Museum Nasional;
  • Perpustakaan sejarah, politik dan sosial (SPS);
  • Perpustakaan wilayah DKI Jakarta;
  • Bidang Bibliografi dan Deposit, Pusat Pembinaan Perpustakaan;

Walau secara resmi Perpustakaan Nasional berdiri di pertengahan 1980, namun integrasi keseluruhan secara fisik baru dapat dilakukan pada Januari 1981. Sampai tahun 1987 Perpusnas masih berlokasi di tiga tempat terpisah, yaitu di Jl. Merdeka Barat 12 (Museum Nasional), Jl. Merdeka Selatan 11 (Perpustakaan SPS) dan Jl. Imam Bonjol 1 (Museum Naskah Proklamasi). Sebagai kepala Perpustakaan Nasional adalah ibu Mastini Hardjoprakoso, MLS, mantan kepala Perpustakaan Museum Nasional.

Atas prakarsa Almarhumah Ibu Tien Suharto, melalui Yayasan Harapan Kita yang dipimpinnya, Perpustakaan Nasional memperoleh sumbangan tanah seluas 16,000 m² lebih berikut gedung baru berlantai sembilan dan sebuah bangunan yang direnovasi. Lahan yang terletak di Jl. Salemba Raya 28A, Jakarta Pusat, merupakan lokasi Koning Willem III School (Kawedri), yakni sekolah HBS pertama di Indonesia ketika zaman kolonial. Bangunan sekolah inilah yang kemudian setelah direnovasi menjadi gedung utama yang digunakan untuk kantor pimpinan dan sekretariat. Gedung di sebelahnya yang berlantai sembilan berfungsi sebagai perpustakaan yang sebenarnya, di mana koleksi bahan pustaka tersimpan dan dilayankan untuk umum.

Dengan selesainya pengerjaan sebagian gedung baru maupun yang direnovasi di Jl. Salemba Raya 28A pada awal 1987, pimpinan dan staf dari tiga bidang (kecuali Bidang Koleksi) pindah ke lokasi tersebut. Gedung baru itu beserta segala perlengkapannya menyatukan semua kegiatan di bawah satu atap yang sebelumnya terpencar di beberapa tempat di Jakarta. Pada usia Perpusnas yang ke-9, secara resmi kompleks itu dibuka yang ditandai dengan penandatanganan sebuah prasasti marmer oleh Presiden dan Ibu Tien Suharto pada tanggal 11 Maret 1989.

Namun, sejalan dengan peresmian kompleks tersebut, sebetulnya ada peristiwa lain yang tidak kalah pentingnya. Sejarah mencatat bahwa lima hari sebelumnya, tepatnya tanggal 6 Maret 1989, telah ditandatangani sebuah keputusan monumental oleh Presiden RI melalui keputusan presiden Nomor 11 Tahun 1989 ini menetapkan Perpustakaan Nasional, setelah digabung dengan Pusat Pembinaan Perpustakaan (pimpinan Drs. Soekarman, MLS), menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kenaikan status kelembagaan ini juga berarti Perpusnas dilepas dari jurisdiksi Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi), badan induknya yang telah membesarkannya sejak 1980. Ibu Mastini Hardjoprakoso masih dipercaya oleh Pemerintah untuk memimpin lembaga baru ini. Kenyataan ini sekaligus membuktikan komitmen Pemerintah di dalam menaikkan derajat perpustakaan (dan pustakawan) yang selama itu dirasakan selalu "dilupakan". Menurut catatan ketika penggabungan, jumlah koleksi berkisar di angka 600 ribu eksemplar, ditangani oleh sekitar 500 orang karyawan yang berlokasi di dua tempat terpisah, Jl. Salemba Raya 28A dan Jl. Merdeka Selatan 11. Saat ini (Desember 1999) jumlah koleksi diperkirakan 1,100,00 eks, dan jumlah karyawan 700 orang.

Dengan semakin bertambahnya beban tugas dan sejalan dengan kiat Perpusnas dalam menerapkan layanan prima kepada masyarakat, maka diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1997 tertanggal 29 Desember 1997. Keppres ini menyempurnakan susunan organisasi, tugas dan fungsi Perpustakaan Nasional guna mengantisipasi era globalisasi informasi yang sudah kian mendekat. Di antara penyempurnaan tersebut adalah menciptakan jabatan deputi setingkat eselon IB dan menaikkan status Perpustakaan Nasional Provinsi (d.h. Perpustakaan Daerah) menjadi eselon II. Melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, Hernandono, MA, MLS, menjadi kepala Perpusnas sejak Oktober 1998.

Perpustakaan Nasional RI kini menjadi perpustakaan yang berskala nasional dalam arti yang sesungguhnya, yaitu sebuah lembaga yang tidak hanya melayani anggota suatu perkumpulan ilmu pengetahuan tertentu, tetapi juga melayani anggota masyarakat dari semua lapisan dan golongan. Walau terbuka untuk umum, koleksinya bersifat tertutup dan tidak dipinjamkan untuk dibawa pulang. Layanan itu tidak terbatas hanya pada layanan untuk upaya pengembangan ilmu pengetahuan saja, melainkan pula dalam memenuhi kebutuhan bahan pustaka, khususnya bidang ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, guna mencerdaskan kehidupan bangsa.[4]

Pada 27 Agustus 2020, Perpusnas memberikan sumbangan 500 buku dengan 250 judul yang disalurkan ke RSUD Bengkalis dengan diterima oleh Wakil Direktur Pelayanan, Rita Puspa Zakaria, dan Kadis Persip, Suwarto.[5]

Fasilitas

sunting
 
Taman dan pintu masuk Perpusnas
 
Galeri Kepresidenan di Perpustakaan Nasional, Jl Merdeka Selatan, Jakarta.

Perpusnas tidak hanya menjadi tempat koleksi buku, tetapi juga memiliki berbagai fasilitas lainnya, seperti ruang teater, layanan audiovisual, area budaya baca, pusat data, layanan koleksi buku langka, serta menjadi lokasi kantor Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Fasilitas per lantai Perpusnas:[6]

Lantai 1 Lobi Utama, Cafe, dan Ruang Penyimpanan Tas/Loker
Lantai 2 Ruang Layanan Keanggotaan Perpustakaan, Layanan Informasi dan Pengaduan, Ruang Media Center, dan Auditorium
Lantai 3 Layanan Penelusuran Informasi dan Fasilitas Peneliti, Layanan Koleksi Buku Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Lantai 4 Ruang Pameran dan Kantin
Lantai 5 Perkantoran
Lantai 6 Pusat data dan Masjid
Lantai 7 Layanan Anak, Layanan Lansia dan Difabel, Musholla
Lantai 8 Layanan Audiovisual dan Mikrofilm
Lantai 9 Layanan Naskah Nusantara
Lantai 10–11 Penyimpanan Koleksi Monograf Tertutup
Lantai 12–13 Ruang Baca Koleksi Monograf Tertutup, Musholla (Lt. 12)
Lantai 14 Layanan Koleksi Buku Langka
Lantai 15 Layanan Referensi, Koleksi Online dan Ilmu Perpustakaan
Lantai 16 Layanan Koleksi Foto, Peta dan Lukisan
Lantai 17–18 Kantor Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Lantai 19 Layanan Multimedia, Musholla
Lantai 20 Layanan Koleksi Berkala Mutakhir dan Mancanegara
Lantai 21 Layanan Koleksi Monograf Terbuka (klas 000-499)
Lantai 22 Layanan Koleksi Monograf Terbuka (klas 500-999)
Lantai 23 Layanan Koleksi Majalah Terjilid
Lantai 24 Layanan Koleksi Budaya Nusantara, Executive Lounge, dan Ruang Penerimaan Tamu Mancanegara
sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Kuwado, Fabian Januarius. Gatra, Sandro, ed. "Jokowi Resmikan Gedung Perpustakaan Nasional Tertinggi di Dunia". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-09-18. 
  2. ^ Burhani, Ruslan (ed.). "Perpustakaan Nasional usung bangunan efisiensi energi". ANTARA News. Diakses tanggal 2017-10-01. 
  3. ^ "Perpusnas Dorong Penyediaan Bahan Perpustakaan Bermutu dan inklusif". Perpusnas. Diakses tanggal 2024-11-12. 
  4. ^ "SEJARAH PERPUSTAKAAN NASIONAL RI Sebuah Kajian". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-13. Diakses tanggal 2016-09-14. 
  5. ^ antaranews.com (2020-08-27). "RSUD Bengkalis terima bantuan 500 buku dari Perpusnas". Antara News. Diakses tanggal 2023-10-22. 
  6. ^ Hidayati, Nurul. "Perpustakaan Nasional Tertinggi Sedunia di Jakarta, Apa Saja Isinya?". Kumparan. Diakses tanggal 2017-09-18. 

Pranala luar

sunting