Peternakan sapi di Indonesia
Peternakan sapi di Indonesia dilakukan dengan kegiatan pembiakan dan penggemukan sapi. Pola peternakan di Indonesia pernah dilakukan dengan pola pastura dan inseminasi buatan. Para peternak sapi khususnya sapi potong di Indonesia memanfaatkan sapi untuk dijual dan membantu pekerjaan pertanian.
Pengelolaan
suntingPembiakan dan penggemukan
suntingPeternakan sapi potong di Indonesia terbagi menjadi dua kegiatan pengelolaan, yaitu pembiakan dan penggemukan. Pembiakan dilakukan untuk memperoleh anak dari sapi potong yang berkualitas. Sedangkan penggemukan dilakukan untuk memperoleh pertambahan bobot harian pada sapi. Sapi potong mulai dipelihara dengan pemilihan bibit yang baik. Setelah itu, pemeliharaannya ditentukan oleh kondisi pengelolaan pakan, perkandangan, reproduksi, dan pencegahan dari penyakit.[1]
Kegiatan pembiakan diawali dengan pemilihan induk sapi dan sapi jantan. Dalam kawin silang, pertimbangan pembiakannya adalah ukuran sapi Induk sapi yang baru pertama kali kawin tidak disilangkan dengan jenis sapi lain yang berukuran lebih besar. Sementara persilangan dilakukan antara induk sapi berukuran kecil dengan sapi jantan yang berukuran lebih besar darinya.[2]
Pembiakan dan pengembangbiakan sapi potong di Indonesia dilakukan langsung oleh rakyat Indonesia. Kegiatannya ditentukan oleh kondisi wilayah dan keinginan peternak. Hal ini membuat nutrien pakan pada induk sapi berkurang. Kawin berulang terjadi sehingga angka kebuntingan berkurang dan jarak beranak menjadi lebih lama.[3]
Kebijakan
suntingPada dekade 1970-an, Indonesia menjadi pengekspor sapi ke Hongkong dalam jumlah besar. Kondisi ini membuat peternakan sapi di Indonesia menerapkan pola pastura. Pola pastura diterapkan di wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat dan Kepulauan Nusa Tenggara. Penyelenggaraan peternakan ini menggunakan sapi-sapi berukuran besar dari Australia dan Amerika Serikat. Jenis sapi yang diternakkan antara lain Santa Gertrudis, Aberdeen Angus, Charolais, sapi Simmental, dan sapi Hereford. Namun, usaha peternakan ini berakhir karena keuntungan yang diperoleh tidak memadai.[4]
Pada dekade 1980-an, Pemerintah Indonesia menetapkan Program Inseminasi Buatan yang diberlakukan secara nasional. Pengembangbiakan sapi berasal dari berbagai jenis pejantan dengan kawin silang. Sapi hasil persilangan memiliki ukuran yang besar dengan harga jual yang mahal. Namun, sapi hasil persilangan ini mudah terkena penyakit tropis dan sakit jika pakannya tidak mencukupi. Jenis peternakan ini akhirnya hanya berkembang di peternakan dengan kemampuan yang memadai dalam penyediaan pakan.[5]
Populasi
suntingIndonesia mengalami peningkatan populasi sapi potong setiap tahunnya sejak tahun 2009 hingga 2018. Pada tahun 2009, populasi sapi potong di Indonesia sebanyak 12.759.838 ekor. Lalu pada tahun 2018, jumlah meningkat menjadi 17.050.006 ekor.[6]
Peran
suntingPeternakan sapi di Indonesia khususnya peternakan sapi potong memberikan beberapa manfaat kepada peternak dan petani. Sapi potong yang diternakkan merupakan tabungan bagi peternak. Sapi potong juga digunakan oleh petani untuk memperoleh pupuk kandang dan pengolahan lahan pertanian.[1]
Referensi
suntingCatatan kaki
sunting- ^ a b Ismaya, dkk. 2016, hlm. 2.
- ^ Ismaya, dkk. 2016, hlm. 3.
- ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 60.
- ^ Suryana, dkk. 2005, hlm. 1.
- ^ Suryana, dkk. 2005, hlm. 1-2.
- ^ Hasnudi, dkk. 2019, hlm. 19.
Daftar pustaka
sunting- Hasnudi, dkk. (2019). Auliah, Nur Latifa, ed. Pengelolaan Ternak Sapi Potong (PDF). Medan Deli: CV. Anugrah Pangeran Jaya. ISBN 978-623-904-104-5.
- Ismaya, dkk. (2016). Integrated Farming System dalam Pengentasan Kawasan Rawan Pangan (PDF). Yogyakarta: CV. Kolom Cetak. ISBN 978-602-749-291-2.
- Suryana, dkk. (2005). Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi (PDF). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Ringkasan.