Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia dengan penduduk 136 juta. Pulau ini merupakan pulau berpenduduk terpadat di dunia dan merupakan salah satu wilayah berpenduduk terpadat di dunia. Pulau ini dihuni oleh 60% penduduk Indonesia. Ibu kota Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa bagian barat. Banyak catatan sejarah Indonesia bertempat di Jawa, dahulu Jawa merupakan pusat kerajaan-kerajaan Hindu-Budha, Kesultanan Islam, Jantung Hindia Belanda Timur kolonial, dan merupakan pusat kampanye kemerdekaan Indonesia. Pulau ini mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi bangsa Indonesia.
Jawa terbentuk oleh peristiwa-peristiwa vulkanik, Jawa merupakan pulau ketiga belas terbesar di dunia dan terbesar kelima di Indonesia. Rantai gunung-gunung vulkanik membentuk tulang belakang yang terbentang sepanjang timur hingga barat pulau ini. Jawa menggunakan tiga bahasa utama yakni Sunda, Betawi & Jawa. Sebagian besar dari penutur bahasa-bahasa tersebut bisa memahami dua bahasa, dengan bahasa Indonesia baik sebagai bahasa pertama maupun ke dua. Sementara itu sebagian besar masyarakat Jawa adalah Muslim. Jawa memiliki percampuran beragam kepercayaan-kepercayaan religius, kesukuan dan budaya.
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940 (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk, maka pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewasetingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
"... bahwa pada masa penjajahanBelanda, terdapat 2 orang aktivis dari pulau Jawa di Suriname yang paling menonjol? Mereka adalah Salikin Mardi Hardjo dan Iding Soemita. Meskipun sama-sama memperjuangkan hak-hak suku Jawa di Suriname, mereka menempuh jalan politik yang berbeda. Bila Salikin Hardjo lebih memperjuangkan perbaikan kondisi kehidupan masyarakat Jawa di Suriname, Iding Soemita lebih memperjuangkan kembalinya suku Jawa ke Indonesia. Di kemudian hari, Salikin kembali lagi ke Indonesia, sementara Iding yang memperjuangkan kembalinya suku Jawa, menetap di Suriname hingga akhir hayatnya."