Prostitusi di Filipina

Prostitusi di Filipina merupakan kegiatan ilegal walaupun begitu kegiatan ini ditoleransi, penegak hukum sangat jarang melakukan tindakan hukum kepada pekerja seks. Hukuman terkait prostitusi mulai dari penjara seumur hidup untuk pelaku yang terlibat dalamperdagangan manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Anti Perdagangan Orang tahun 2013.[1] Prostitusi bisa ditemui di bar, bar karoke (KTVs), panti pijat, rumah bordil (casa), prostitusi jalanan, dan jasa escort[2].

"Studi Kesuburan dan Seksualitas Remaha Dewasa" pada 2002 yang dilakukan oleh Institut Populasi University of the Philippines dan Yayasan Penelitian dan Pengembangan Demografi menemukan bahwa 19% dari pemuda membayar untuk kegiatan seks dan 11% menerima pembayaran terhadap kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan seks.[3]

Pada 2013, diperkirakan terdapat lebih dari 500.000 pekerja seks di Filipina,[4] dari total populasi sekitar 97,5 juta jiwa. Mengutip sebuah penelitian pada 2005, Senator Pia S. Cayetano menegaskan pada "Undang-Undang Anti Prostitusi"-nya (Undang-Undang Senat No. 2341 s.2010) bahwa jumlah orang yang dieksploitasi sebagai pekerja seks di Filipina bisa mencapai jumlah 800.000 orang.[5][6] Undang-Undang tersebut diperkenalkan kembali pada 2013 sebagai RUU Senat No. 3382[7] dan pada 2015 sebagai RUU Senat No. 2621.[8]

Prostitusi di Berbagai Daerah sunting

Pekerja seks melayani pelanggan lokal maupun warga negara asing. Perhatian media cenderung lebih fokus kepada area-area wisata seks terutama yang melalui bar yang mempekerjakan bargirl. Kota-kota dimana tinggi insiden terkait dengan prostitusi adalah Kota Olongapo, Kota Angeles, Kota Legazpi di Provinsi Albay, Pasay dan Teluk Subic di Provinsi Zambales[9] dimana pelanggan terutama pengusaha asing dari negara-negara timur tengah dan barat.[10][11]

Prostitusi di Kota Olongapo dan Kota Angeles sangat menonjol saat terdapat pangkalan militer Amerika Serikat yaitu Pangkalan Angkatan Laut Teluk Subic dan Pangkalan Angkatan Udara Clack.[12][13] Ketika Gunung Pinatubo meletus paa 1991 menghancurkan sebagian besar dari Pangkalan Angkatan Udara Clack dan pada 1992 diputuskan untuk menutup pangkalan tersebut.

Beberapa tempat yang terkait dengan prostitusi tutup karena penutupan pangkalan, tetapi ketika Walikota Manila Alfredo Lim menutup industri seks yang berada di wilayah Ermita, Manila pada masa jabatan pertamanya pada tahun 1992, banyak bisnis prostitusi yang pindah ke Kota Angeles, untuk menemukan pelanggan baru diantara wisatawan seks.[14]

Daerah wisata lain seperti Cebu juga telah mengembangkan industri prostitusi yang terkenal.

Alasan sunting

Tidak ada satu alasan tunggal untuk meluasnya kelaziman kegiatan prostitusi di Filipina. Kemiskinan adalah salah satu alasannya tetapi satu alasan lainnya adalah faktor budaya dan sikap orang terhadap uang dan penerima sosial terhadap kegiatan prostitusi memainkan peran utama[2].

Kemiskinan sunting

Menurut Otoritas Statistik Filipina, pada 2015 Filipina memiliki persentase kemiskinan mencapai 26,3%.[15] Walaupun angka tersebut menurun dalam beberapa tahun belakangan,[15] hal tersebut merupakan salah satu alasan mengapa gadis dan keluarganya terlibat prostitusi untuk menjaga gaya hidup tertentu daru sebuah keluarga.[16] Sejumlah besar gadis yang datang ke Kota Angeles terutama dari daerah provinsi seperti dari Pulau Samar, Pulau Leyte, Kepulauan Bisaya, melihat teman-teman mereka hidup lebih baik karena bekerja di industri prostitusi.[17][18]

Pangkalan Angkatan Laut dan Udara Amerika Serikat sunting

Prostitusi mulai ada di sekitar Pangkalan Udara Clarck di Angeles sejak awal 1960an, ketika pangkalan dianggap penting karena perang Vietnam. Selama 1970an, jalan utama di Kota Olongapo memiliki tidak kurang dari 30 bar wanita melayani kebutuhan dari prajurit Angkatan Laut Amerika Serikat yang mengunjungi Pangkalan Laut Subic. Kota ini mendapatkan julukan sebagai "Kota Dosa" (Sin City).

Otoritas Amerika Serikat mendukung pengujian penyakit menular seksual untuk pekerja seks oleh otoritas kesehatan lokal. Tanpa lisensi yang diterbitkan bersama pengujian ini, pekerja seks dilarang untuk bekerja. Otoritas Kesehatan Angeles dan Olongapo memberikan foto pekerja seks yang gagal test kepada pangkalan Amerika Serikat.[19]

Penutupan pangkalan Amerika Serikat di dua tempat tidak merubah skenario terlalu banyak, penutupan hanya menyebabkan perubahan pelanggan. Fields Avenue yang terletak di dekat Pangkalan Udara Clark di Angeles terus tumbuh sebagai pusat dari industri pariwisata seks, di bawah payung "hiburan" dan "bisnis perhotelan". Bar gadis di Olongapo ditutup karena perintah dari mantan Gubernur Jane Gorden, merekapun hanya bergeser ke kota tetangga yaitu Barrio Baretto yang memiliki setidaknya 40 bar yang menjadi pusat prostitusi.[20]

Ibu Tunggal sunting

Beberapa wanita terjun ke industri prostitusi setelah menjadi ibu tunggal yang tidak menikah.[21] Alasannya bervariasi, tidak populernya alat kontrasepsi di Filipina,[22] kurangnya pendidikan seks, penundaan implementasi peraturan pengendalian kelahiran, dan sikap maskulin diantara pria Filipina. Lebih dari setengah anak yang lahir di Filipina setiap tahunnya merupakan anak tidak sah secara hukum,[23] dan persentase anak tidak sah secara hukum setiap tahunnya naik 2% di Filipina.[24][25][26][27]

Kekerasan dan Paksaan terhadap Pekerja Seks sunting

Wanita dan anak-anak yang terlibat dalam prostitusi rentan untuk menjadi korban pemerkosaan, pembunuhan, dan AIDS dan juga penyakit menular seksual.[28]

Survei dari wanita yang bekerja sebagai tukang pijit mengindikasikan 34% dari mereka memilih bekerja sebagai tukang pijit untuk menghidupi orang tua mereka yang miskin, 8% untuk menghidupi saudara kandung, dan 28% untuk menghidupi suami atau kekasih.[29] Lebih dari 20% menyatakan bahwa pekerjaannya memberikan penghasilan yang baik, tetapi hanya 2% yang menyatakan bahwa pekerjaan mereka mudah dan hanya 2% yang menyatakan bahwa mereka menikmati pekerjaannya.[29]

Lebih dari sepertiganya melaporkan bahwa mereka merupakan korban kekerasan atau pelecehan, sering kali dilakukan oleh pihak kepolisian tetapi juga dari pejabat kota dan anggota geng.[29]

Menurut survei yang dilakukan oleh Organisasi Buruh Internasional, prostitusi merupakan satu bentuk lain dari perburuhan.[29] Lebih dari 50% wanita yang disurvei di panti pijat Filipina menyatakan bahwa mereka bekerja dengan "berat hati" dan 20% menyatakan bahwa mereka "melukai hati nurani karena mereka menganggap berhubungan seks dengan pelanggan adalah perbuatan dosa".[29] Wawancara dengan pramusaji wanita di bar menemukan bahwa setengah dari mereka "tidak merasakan apa-apa" saat berhubungan seks dengan klien, dan sisanya menyatakan sedih dengan transaksi yang dilakukan.[29]

Perang Narkoba Filipina yang dijalankan oleh Presiden Rodrigo Duterte sejak 2016 digunakan oleh beberapa oknum kepolisian untuk melecehkan wanita yang ada didunia prostitusi dan memeras uang atau jasa seksual dari mereka.[30]

Perdagangan Seks sunting

Filipina merupakan negara sumber dan, dalam taraf yang lebih kecil merupakan negara destinasi dan transit bagi wanita dan anak-anak korban perdagangan seks. Diestimasikan 10 juta warga Filipina yang tinggal atau bekerja di luar negari dan pemerintah memproses kurang lebih 2,3 juta kontrak baru atau perpanjangan untuk warga negara Filipina yang bekerja di luar negeri setiap tahun. Jumlah signifikan dari pekerja migran ini merupakan subjek dari perdagangan seks, terutama di wilayah Timur Tengah dan Asia tetapi juga di seluruh regional lainnya. Pedagang manusia, biasanya bermitra dengan fasilitator dan jaringan lokal, terlibat dalam praktik perekrutan ilegal yang menyebabkan pekerja migran rentan terhadap praktik perdagangan seperti membebankan biaya berlebihan, memberikan dokumen kontrak dan perjalanan palsu, dan menyita dokumen identitas. Perekrutan ilegal menggunakan visa pelajar, magang, program pertukaran, dan turis, dan juga perjalanan melalui beberapa negara untuk mengelabui pemerintah Filipina dan kerangka hukum negara tujuan untuk pekerja asing. Pedagang juga merekrut warga negara Filipina yang sudah pekerja di luar negeri melalui tawaran pekerjaan yang menipu dari negara lain.[31]

Perdagangan seks wanita dan anak-anak di dalam negeri tetap menjadi masalah yang besar. Wanita dan anak-anak dari komunitas asli dan area terpencil Filipina merupakan pihak yang paling rentan menjadi korban perdagangan seks. Orang-orang yang kehilangan tempat tinggal karena konflik di Mindanao, warga negara Filipina yang kembali dari negara-negara perbatasan tanpa dokumen, dan komunitas masyarakat lokal yang kehilangan tempat tinggal karena bencana topan merupakan pihak yang rentan atas perdagangan seks di daerah metropolitan Manila, metropolitan Cebu, utara dan tengah bagian pulau Luzon, dan daerah urban di Mindanao. Perdagangan seks juga muncul di daerah turis seperti Boracay, Angeles, Olongapo, Puerto Galera, dan Surigao, dimana terdapat permintaan yang tinggi untuk aksi seks komersial. Walaupun keberadaan korban prostitusi anak di tempat-tempat komersial menurun di beberapa area urban, perdagangan seks anak tetap menjadi masalah yang meluas, biasanya didukung dengan pengemudi taksi yang memiliki pengetahuan mengenai tempat-tempat rahasia tersebut. Selain itu, keterlibatan anak muda pria dan wanita Filipina pada kegiatan pornoaksi langsung melalui internet kepada orang asing semakin meningkat, kegiatan ini biasanya ditemukan di rumah pribadi dan kafe internet kecil, dan mungkin difasilitasi oleh anggota keluarga dan tetangga korban. LSM melaporkan jumlah yang tinggi dari pariwisata seks anak di Filipina, yang kebanyakan berasal dari Australia, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, dan beberapa negara lain di benua Eropa. Pria Filipina juga membeli aksi seks komersial dari korban perdagangan anak. Sindikat organisasi kriminal diduga mentransportasikan korban perdagangan seks dari TIongkok melalui Filipina untuk menuju negara lain.[31]

Pejabat pemerintah, termasuk pejabat pada misi diplomatik, lembaga penegak hukum, dan entitas pemerintah lainnya diduga terlibat dalam perdagangan atau mengizinkan para pedagang yang terlibat beroperasi tanpa dihukum. Laporan dari beberapa tahun sebelumnya menyatakan bahwa pihak kepolisian melakukan pengerebekan tanpa pandang bulu atau palsu pada bisnis seks komersil untuk mendapatkan uang dari manajer, pelanggan, dan korban.[31]

Kantor Departemen Luar Negeri Amerika Serikat untuk Memantau dan Memerangi Perdagangan Orang menempatkan Filipina sebagai negara yang termasuk 'tingkat 1'.[32]

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ "Republic Act No. 9208 (Anti-Trafficking in Persons Act of 2003)". Chan Robles Virtual Law Library. May 26, 2003. Diakses tanggal January 6, 2016. 
  2. ^ a b McEvoy, Mary. "Gender Issues in the Informal Sector: A Philippine Case Study". www.trocaire.org. Trocaire. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 6, 2011. Diakses tanggal June 10, 2014. 
  3. ^ 2002 Young Adult Fertility and Sexuality Study (PDF) (Laporan). yafs.com. July 23, 2003. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal April 11, 2005. 
  4. ^ "Number of prostitutes in the Philippines". September 23, 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 16, 2013. 
  5. ^ "Privilege speech on prostitution". Official website of Senator Pia S. Cayetano. September 26, 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 1, 2018. Diakses tanggal November 18, 2016. 
  6. ^ "Senate Bill No. 2341 : ANTI-PROSTITUTION ACT OF 2010". Senate of the Philippines. August 3, 2010. 
  7. ^ "Senate Bill No. 3382 : ANTI-PROSTITUTION ACT". Senate of the Philippines. January 14, 2013. 
  8. ^ "Senate Bill No. 2341 : ANTI-PROSTITUTION ACT OF 2010". Senate of the Philippines. August 3, 2010. 
  9. ^ "Prostitution and sex tourism – About Philippines". Rough Guides. Diakses tanggal April 17, 2018. 
  10. ^ "Empowering Street Children". Diarsipkan dari versi asli tanggal October 10, 2007. 
  11. ^ Parwel, Tezza (June 27, 1987). "The Victimless Crime" (27). National Midweek II. 
  12. ^ Martin Brass (2004). The Modern Scourge of Sex Slavery. Soldier of Fortune Magazine. 
  13. ^ Lin Lean Lim (1998). The Sex Sector: The Economic and Social Bases of Prostitution in Southeast Asia. International Labour Organization. ISBN 978-92-2-109522-4. 
  14. ^ Lauber, Sabina (1995). "Confronting Sexual Exploitation". Australian Law Reform Commission Reform Bulletin. Winter 1995 (67). Diarsipkan dari versi asli tanggal July 19, 2012. Diakses tanggal February 7, 2007. 
  15. ^ a b "Poverty incidence among Filipinos registered at 26.3%, as of first semester of 2015 – PSA | Philippine Statistics Authority". psa.gov.ph (dalam bahasa Inggris). March 18, 2016. Diakses tanggal April 17, 2018. 
  16. ^ "2012 Full Year Official Poverty Statistics". www.nscb.gov.ph. Philippine Statistics Authority – National Statistical Coordination Board. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 16, 2016. Diakses tanggal June 10, 2014. 
  17. ^ "Prostitution in the Philippines – A report". feminism.eserver.org. feminism and Women's studies, Campaign against military prostitution. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 22, 2007. Diakses tanggal June 10, 2014.  (Reprinted from Summer 1993 issue of The Mobilizer, the publication of the National Mobilization for Survival organization which campaigned against foreign military bases.)
  18. ^ Hays, Jeffrey (June 2015). "PROSTITUTION IN THE PHILIPPINES | Facts and Details". factsanddetails.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal April 17, 2018. 
  19. ^ Enloe, Cynthia. "It takes more than two". RAF Wives. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 10, 2016. Diakses tanggal December 31, 2017. 
  20. ^ "The Philippines—Trafficking – A Report". www.catwinternational.org. Coalition against trafficking in women. Diakses tanggal June 10, 2014. 
  21. ^ Raymond, Janice G. "Sex Trafficking is Not "Sex Work" (Spring 2005). Conscience XXVI:1. 
  22. ^ Paul II, Pope John (2006). Man and Woman He Created Them: A Theology of the Body. Boston: Pauline Books and Media. Diakses tanggal June 10, 2014. 
  23. ^ 2015 PSA data on live births by legitimacy by regions
  24. ^ "The Last Country in the World Where Divorce Is Illegal". Diakses tanggal December 21, 2017. 
  25. ^ "The fight to make divorce legal in the Philippines.", CNN, October 6, 2014.
  26. ^ Stephanie Hepburn and Rita J. Simon, 2007, "Women's Roles and Statuses the World Over", pp51.
  27. ^ "Catholic Bishops Conference of the Philippines (CBCP): There is no need for divorce in PH", Inquirer News, March 27, 2015.
  28. ^ Dennis A. Ahlburg, Eric R. Jensen and Aurora E. Perez, Determinants of extramarital sex in the Philippines Diarsipkan May 16, 2008, di Wayback Machine., Health Transition Review, Supplement to Volume 7, 1997, 467–479
  29. ^ a b c d e f "Sex industry assuming massive proportions in Southeast Asia" (Siaran pers). International Labour Organization. August 19, 1998. 
  30. ^ Parmanand, Sharmila (April 29, 2019). "The Philippine Sex Workers Collective: Struggling to be heard, not saved". Anti-Trafficking Review. 0 (12): 57–73. doi:10.14197/atr.201219124 . ISSN 2287-0113. Recently, PresidentRodrigo Duterte’s war on drugs has been weaponised by some members of the police to harass sex workers. 
  31. ^ a b c "Philippines 2018 Trafficking in Persons Report". U.S. Department of State. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 30, 2018. Diakses tanggal July 30, 2018.    Artikel ini memuat teks dari sumber tersebut, yang berada dalam ranah publik.
  32. ^ "Philippines 2018 Trafficking in Persons Report". U.S. Department of State. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 30, 2018. Diakses tanggal July 30, 2018.    Artikel ini memuat teks dari sumber tersebut, yang berada dalam ranah publik.

Pranala luar sunting