Pulau Bungin, Alas, Sumbawa
Pulau Bungin merupakan sebuah pulau terpencil yang terletak secara administratif merupakan salah-satu desa di Kec. Alas, Kab. Sumbawa, provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Pulau ini berada 70 kilometer arah barat dari pusat kecamatan Sumbawa Besar. Dari daratan utama, Pulau Bungin dapat dijangkau menggunakan perahu motor maupun sebuah jalan buatan. Desa Pulau Bungin ini disebut sebagai pulau yang terpadat di dunia.[1] Pulau kecil ini dihuni oleh penduduk dari suku Bajo yang berasal dari Sulawesi Selatan. Hampir tidak dijumpai lahan yang kosong di pulau ini. Setiap tahun pulau yang sangat padat ini terus bertambah luasnya karena adanya reklamasi untuk menampung penambahan keluarga yang baru menikah. Rata-rata di setiap tahunnya, bertambah 100 buah rumah baru di Pulau Bungin.[2] Asal mula dari suku Bajo menghuni pulau ini adalah ketika pemukiman pertama disana dirintis oleh Palema Mayu, salah seorang dari 6 orang anak raja Selayar, di abad ke-19. Menurut cerita rakyat yang berkembang, Palema Mayo datang ke Sumbawa sebelum meletusnya gunung Tambora di daratan utama, pada 1812. Saat itu, pulau Bungin yang berpasir putih ini masih kosong dan hanya ditumbuhi pepohonan bakau saja.[1]
Pulau Bungin | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Nusa Tenggara Barat | ||||
Kabupaten | Sumbawa | ||||
Kecamatan | Alas | ||||
Kode pos | 84353 | ||||
Kode Kemendagri | 52.04.05.2007 | ||||
Luas | 0.085 km² per 2014[1] | ||||
Jumlah penduduk | 5.025 jiwa per 2014[2] | ||||
Kepadatan | 59.100-an jiwa/km² | ||||
|
Sejarah
suntingVersi pertama sejarah pulau ini adalah Suku Bajo dari Sulawesi, cikal bakal pemukim pulau ini, yang dulu hanya menggunakan pulau ini (semula disebut gusung) untuk menjemur jala. Kemudian gusung yang sering timbul-tenggelam itu ditimbun dengan batu karang, jadilah dataran yang sampai sekarang disebut lokasi.
Versi kedua sejarah pulau ini adalah datangnya 12 orang bersaudara dari Pulau Selayar sebelum Gunung Tambora meletus, yakni sekitar tahun 1800. Dari mereka hanya 7 orang yang diingat namanya oleh sumber yang diteliti, masing-masing Mbo Leso, Mbo Beda Mangintan, Mbo Sakati, Mbo Mamaha, Pua Maha, Mbo Gigih, Mbo Punggawa, dan Mbo Salina, si bungsu yang terkenal. Pada suaru saat ia diculik bajak laut dari Johor dan dibawa ke Labuan Bajo di Manggarai, Flores Barat. Kerika diadu dengan sesama tawanan, Mbo Dalina bersepakat secara rahasia dengan bakal lawannya untuk menyerang orang yang mengadu mereka. Ia melarikan diri dan kembali ke Pulau Bungin. Berkat kekebalan dan keampuhannya bertarung, ia menugaskan diri sebagai pengawal perairan Sumbawa dari serbuan bajak laut. Akibatnya, Belanda justru mencurigai Pulau Bungin sebagai tempat persembunyian bajak laut. Mbo Salina dituduh bersekongkol dengan bajak laut dan dijatuhi hukuman mati.
Pulau ini juga pernah dilanda kebakaran tahun 1904.
Rujukan
sunting- ^ a b c http://travel.kompas.com/read/2014/09/17/095100227/Pulau.Bungin.Hidup.Sesak.di.Pulau.Terpadat
- ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-05. Diakses tanggal 2014-09-18.
Pranala luar
sunting- Pulau Bungin @Pulau Sumbawa Diarsipkan 2014-07-26 di Wayback Machine.
- Organisasi.org Diarsipkan 2012-04-06 di Wayback Machine.
Daftar Pustaka
suntingG Sujayanto, Mayong S. Laksono. Juli 1991. Intisari. Indonesia