Pulau Laiya (Liukang Tupabbiring Utara)
Laiya (Ejaan Van Ophuijsen: Laija) adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Spermonde, perairan Selat Makassar dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Mattiro Labangeng, Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau ini merupakan salah satu dari dua pulau yang di Desa Mattiro Labangeng. Menurut data BPS dalam buku "Kota Makassar Dalam Angka, BPS, 2012", Pulau Laiya memiliki wilayah seluas 94.094,7566323 m2.[2] Sementara dalam data PMU Coremap Pangkep (2007), Pulau Laiya memiliki wilayah seluas 3 km².[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat .[3] Pulau ini merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan dasar hukum penetapannya melalui Surat Keputusan Bupati Pangkajene dan Kepulauan Nomor 290 Tahun 2015 yang diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2015.
Geografi | |
---|---|
Lokasi | Selat Makassar Asia Tenggara Samudra Hindia |
Koordinat | 4°49′13.000″S 119°25′11.000″E / 4.82027778°S 119.41972222°E |
Kepulauan | Kepulauan Spermonde, Kepulauan Sunda Besar (Pulau Sulawesi dan Pulau-pulau Kecil di Sekitarnya), Kepulauan Indonesia |
Dibatasi oleh | Selat Makassar |
Luas | 3 km2[1] |
Pemerintahan | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Selatan |
Kabupaten | Pangkajene dan Kepulauan |
Kecamatan | Liukang Tupabbiring Utara |
Desa | Mattiro Labangeng |
Kependudukan | |
Penduduk | 866 jiwa (2007)[1] |
Bahasa | Bugis dan Makassar |
Kelompok etnik | Bugis dan Makassar |
Info lainnya | |
Zona waktu | |
Aksesibilitas
suntingUntuk mencapai Pulau Laiya diperlukan waktu kurang lebih 1 jam dari Pangkajene dengan menggunakan perahu motor. Angkutan umum berupa perahu motor yang melayani jalur Pulau Laiya menuju Pangkajene mengenakan tarif Rp. 35.000,-/penumpang.
Sarana dan prasarana
suntingSarana yang tersedia di Pulau Laiya (sebagai pusat pemerintahan desa) adalah sarana pemerintahan berupa kantor desa dan balai pertemuan desa serta sebuah Pustu yang menjadi satu-satunya fasilitas pelayanan kesehatan umum bagi masyarakat dua pulau (bersama masyarakat di Pulau Polewali). Kebutuhan air minum warga dapat terpenuhi melalui keberadaan sumber air sehingga pada musim kemarau mereka tidak kekurangan air meskipun air tersebut tergolong payau. Kebutuhan listrik terpenuhi dengan keberadaan mesin generator pembangkit listrik berbahan bakar solar yang menyuplai listrik ke rumah-rumah warga.
Demografi
suntingPulau Laiya dihuni oleh 866 jiwa. Secara etnisitas, penduduknya terdiri dari percampuran antara etnis Bugis dan Makassar demikian halnya dengan bahasa sehari-hari mereka (PMU Coremap Pangkep, 2007).
Aktivitas masyarakat
suntingSebagian besar warga bermatapencaharian sebagai nelayan dengan alat tangkap yang bervariasi menurut komoditi target nelayan seperti alat tangkap lanra' dan mini trawl untuk menangkap kepiting dan udang. Sedangkan warga yang mencari ikan seperti banyara' atau ikan-ikan karang umumnya menggunakan pukat khusus banyara' .
Di pulau ini terdapat usaha budidaya rumput laut, jenis rumput laut yang mereka usahakan adalah Eucheuma Cottonii. Jenis komoditi lain yang ada di Pulau Laiya adalah pohon sukun dan kelor. Kedua komoditi ini tidak saja untuk dikonsumsi penduduk Pulau Laiya, tetapi juga dijual sampai ke Kota Pangkep. Kedua komoditi ini dapat dijumpai hampir sepanjang tahun. Namun masa dimana hasil panen melimpah berlangsung pada bulan Juni sampai Oktober untuk kelor sedangkan sukun pada bulan Oktober sampai Maret. Beberapa warga menggeluti usaha pembuatan perahu. Pembuatan perahu ini dilakukan sesuai dengan pesanan, karena jumlah penduduk yang membuat perahu ini tidak banyak, dan jumlah yang dibuat juga sesuai dengan pesanan.
Lokasi dan waktu penangkapan
suntingLokasi penangkapan udang dan kepiting, banyara', dan ikan karang relatif dekat, yakni di sekitar pulau tempat tinggal mereka. Pemancingan ikan dilakukan oleh masyarakat ketika musim Barat tiba, dimana ombak relatif besar, sehingga kegiatan penangkapan tersebut tidak dilakukan di lokasi yang jauh, tetapi di daerah terumbu karang sekitar pulau dengan menggunakan pancing tradisional. Hasil yang mereka dapatkan hanya diperuntukkan bagi pemenuhan konsumsi rumah tangga sehari-hari.
Masa-masa paceklik terjadi pada musim Barat, banyak nelayan yang tidak melaut ke lokasi yang relatif jauh karena kondisi perairan laut yang berombak tinggi. Berdasarkan kalender musim, kepiting dan udang paling melimpah masa penangkapannya, antara bulan Oktober dan Maret. Seperti beberapa di pulau lain, kedua komoditi ini merupakan andalan masyarakat. Jenis tangkapan lainnya adalah ikan, seperti ikan banyara' dan sunu. Beberapa nelayan juga adalah nelayan teripang, dimana waktu penangkapannya tidak mengenal musim, (setiap hari meskipun jumlahnya sedikit).
Biofisik perairan
suntingPada Pulau Laiya, terumbu karang kurang subur karena kekeruhan yang tinggi dan jarak pandang hanya 6 meter akibat suplai sedimen dari daratan. Tipe terumbu karang finging reef dengan kemiringan lereng terumbu sekitar 40°, kondisi terumbu karang yang telah rusak. Kombinasi antara pasir dan pecahan karang mati menjadi pemandangan yang biasa pada kedalaman lebih dari 5 meter, sementara karang keras yang hidup tinggal 14-46% (Lemsa, 2006 dan LIPI, 2006). Di beberapa titik ditemukan pemutihan karang (bleaching) di sekitar reef flat dan reef edge, akibat surut terendah. Karang Acropora tidak ditemukan, sementara karang batu bentuk masif dan encrusting serta karang bertentakel acap kali ditemukan seperti Goniopora, Euphyllia, Heliofungia, Lobophyllia, Symphyllia, dan kelompok Faviidae masih dominan. Diantara karang mati ditumbuhi karang lunak, biota-biota aosiasipun jarang ditemukan, kecuali kelompok filum Tunicata. Ikan karang di Pulau Laiya masih didominasi oleh jenis-jenis dari famili Pomacentridae, Caesionidae, Acanthuridae dan Lutjanidae.
Referensi
sunting- ^ a b c Profil Pulau-pulau Kecil Kabupaten Pangkajene Kepulauan. 2007.
- ^ Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari.Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
- ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 1 Oktober 2022.