Pulau Motuo
Pulau Motuo atau pulau Raja adalah pulau yang berada di Laut Sulawesi dan termasuk dalam wilayah administrasi desa Dunu, kecamatan Monano, kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo. Pulau ini dikenal angker dikarenakan kisah masa lalunya dan juga karena adanya cerukan dengan air yang berputar dan membuat arus liar yang bisa menelan nelayan yang tidak paham.
Koordinat | 0°59′46.758″S 122°39′37.733″E / 0.99632167°S 122.66048139°E |
---|---|
Negara | Indonesia |
Gugus kepulauan | Sulawesi |
Provinsi | Gorontalo |
Kabupaten | Gorontalo Utara |
Luas | 144,95 ha |
Pulau Motuo berasal dari kata Motutuo yang berarti pulau yang berbentuk kerucut atau menyerupai gunung. Hanya ada gubuk kecil dengan kapasitas 5 orang di pulau ini, namun pulau ini populer sebagai lokasi wisata bagi turis asing untuk menyendiri dan mencari keheningan.[1] Topografi pulau Motua berbukit dengan tutupan pohon yang rapat dan juga terumbu karang di pesisirnya.
Pulau Motuo termasuk dalam Kawasan Cagar Alam Popaya Mas Raja dan harus meminta izin ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam Gorontalo untuk dapat mengunjungi pulau ini. Hal ini dikarenakan pulau Motuo bersama dengan pulau Popaya dan pulau Mas menjadi habitat penting empat jenis penyu, yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu belimbing hijau (Chelonia mydas).[1] Tercatat terdapat 27 jenis burung dan 20 jenis tumbuhan di kawasan cagar alam ini.[2] Pada malam hari sering dijumpai ratusan kepiting besar berwarna hitam keunguan di sekitar pulau ini yang sekaligus habitat burung Gosong.[3]
Pada 1990-an, pulau Raja pernah mengalami kebakaran hebat yang bersumber dari bekas perapian nelayan yang merembet ke dedaunan kering dan menyebabkan pulau ini terbakar habis. Kebakaran ini terus berlangsung selama dua minggu dikarenakan terbatasnya sumber daya untuk memadamkan.[3] Ancaman lain pulau ini adalah adanya perburuan liar terhadap telur penyu, telur burung gosong serta biawak dan kelelawar. Perburuan ini dilakukan selain karena faktor ekonomi juga karena hobi dan konsumsi untuk tujuan tertentu seperti pengobatan ataupun sesaji ritual.[3]
Sejarah
suntingPenamaan pulau ini menjadi pulau Raja dikarenakan ukuran pulau yang lebih besar dari pulau-pulau disekitarnya. Namun nama pulau Raja ini juga merujuk pada cerita yang berkembang di masyarakat Monano ketika pulau ini dulunya dikuasai oleh seorang tinggi besar, berkulit putih dan memiliki anting sebelah. Masyarakat menyebut orang asing ini dengan Loloda.[4]
Orang-orang asing ini berbuat semena-mena terhadap nelayan yang singgah di pulau ini dan sering kali membunuh dengan tega. Korban pembunuhan bahkan dijadikan umpan ikan hiu oleh Loloda. Aksi kejam ini berlangsung bertahun-tahun dan para nelayan menjadikan pulau ini sebagai pulau angker. Kondisi ini didengar oleh seorang warga desa Dunu yang bernama Raja. Ia mendatangi pulau tersebut dan menemui para Loloda. Akhirnya, Raja berhasil membalas dendam dan menghabisi seluruh Loloda yang ada di pulau tersebut.[4]
Pulau Raja kemudian ditunjuk menjadi bagian dari kawasan cagar alam sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda, yaitu ketika pulau ini diperintah oleh seorang Raja perempuan bernama Malio yang memerintah Kerajaan Kwandang. Pada 1929, seorang Bosch Arsshetek (pegawai zaman Belanda) Gorontalo, A Uno, melakukan kunjungan kerja dan penelitian di pulau ini. Kunjungan tersebut merekomendasikan agar Pulau Raja dan sekitarnya ditetapkan sebagai kawasan cagar alam. Pemerintah Belanda melalui sang Ratu Wilhelmina, menetapkan ketiga pulau itu sebagai kawasan konservasi melalui surat keputusan penunjukan oleh Belanda Nomor BG.29. Stbl.629, tanggal 17 Oktober 1939.[2]
Akses
suntingPulau ini dapat ditempuh dari pusat kota Gorontalo menuju desa Dunu selama 2 jam perjalanan darat. Kemudian dilanjutkan dengan menumpang kapal nelayan selama 20-30 menit.
Gugusan pulau
suntingDi sekitar pulau Motuo terdapat pulau kecil bernama yang dijadikan tempat nelayan ba daseng atau istirahat. Selain itu juga terdapat Botulobuntho Da'a dan pulau Botulobuntho Kiki.[4]
Selain itu juga terdapat pulau Popaya yang merupakan pulau kecil dengan luas 2,42 ha dan panjang garis pantai 0,62 km yang berfungsi sebagai tempat bertelurnya penyu.[2] Penamaan pulau ini dikarenakan banyaknya pohon pepaya yang tumbuh di pulau ini.[3]
Pulau keempat yang berada dalam gugusan pulau Motuo adalah pulau Mas yang dulunya merupakan area penambangan emas.
Lihat juga
suntingReferensi
sunting- ^ a b Asdhiana, I Made, ed. (2014-10-10). "Mencari Sunyi di Pulau Raja". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-09-24.
- ^ a b c R, Rahmadi (2017-02-28). "Mongabay Travel: Berteman Sepi di Pulau Cantik Popaya". Mongabay.co.id. Diakses tanggal 2022-09-24.
- ^ a b c d Paat, Hence (13 Oktober 2014). "Bermalam di Cagar Alam Mas Popaya Raja". ANTARA News. Diakses tanggal 2022-09-24.
- ^ a b c Batubara, Rido (2016). Gorontalo, Antara Teluk Tomini dan Laut Sulawesi. Jakarta: Kompas. hlm. 90–94. ISBN 978-979-709-976-3.