Pulau Sailus Besar

pulau di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan
(Dialihkan dari Pulau sailus besar)

Sailus Besar (Ejaan Van Ophuijsen: Sailoes Besar), Sailus Lompo, atau hanya Sailus adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Tengah, perairan Laut Flores dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Sailus, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Sailus Besar memiliki wilayah seluas 3.922.234,8192700 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 7°31′27.01″LS,117°26′23.75″BT.[2]

Sailus Besar
Koordinat7°31′27.010″LS,117°26′23.750″BT
NegaraIndonesia
Gugus kepulauanTengah
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
Luas3.922.234,8192700 m²
Peta

Pulau Sailus Besar merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam wilayah Desa Sailus. Pulau lainnya adalah Pulau Makaranganan, Pulau Marabatuang, dan Pulau Saujung. Pulau Sailus Besar merupakan pusat pemerintahan Desa Sailus. Pulau ini di sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Marabatuang, di sebelah Selatan dengan Pulau Sailus Kecil, di sebelah Barat dengan Pulau Satanger dan di sebelah Timur dengan Perairan Selat Makassar. Pulau ini memiliki luas 18,6 km² (termasuk wilayah perairannya). Pulau ini dapat dicapai dengan menempuh perjalanan selama 25 sampai 30 jam dari Pelabuhan Paotere Kota Makassar, dan antara 6 sampai 8 jam dari Pulau Sumbawa/Lombok dengan menggunakan perahu motor, sehingga kebutuhan hidup sehari-hari maupun kenelayanan umumnya dibeli di Sumbawa, Lombok atau Bima, karena jarak tempuh ke pulau-pulau tersebut relatif lebih dekat jika dibandingkan jarak tempuh ke Makassar atau Pangkajene.

Pulau Sailus Besar berbatasan dekat dengan Pulau Marabatuang dan Pulau Sailus Kecil (sekarang Pulau Poleonro) yang tergabung dalam Kecamatan Liukang Tangaya. Namun, terpisah cukup jauh dari Kepulauan Pangkajene lainnya. Berdasarkan dari penelusuran di Google Earth, Pulau Sailus Besar berjarak sekitar 500 km dari Kota Makassar ke arah Barat Laut. Pulau ini posisinya lebih dekat ke Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan estimasi sekitar 90 km. Perjalanan yang ditempuh dengan menggunakan kapal nelayan berukuran kecil (lebar 1,5 meter dengan panjang hanya 5 meter) dari Sumbawa atau Lombok menghabiskan waktu sekitar 10 jam jika laut dan ombak sedang bersahabat, namun dapat memakan waktu hingga 16 jam terombang-ambing di laut jika kondisi ombak terlalu tinggi dan angin cukup kencang. Sedangkan kalau dari Makassar atau Pangkep, bisa ditempuh tiga hari tiga malam dengan menumpang kapal berukuran sedang seperti Perintis, dengan panjang 20 meter dan lebar 5 meter.

Penduduk Pulau Sailus Besar, yang berjumlah sekitar 2000 penduduk, cukup berpuas diri dengan kondisi pulau yang begitu terbatas. Dengan kondisi penerangan yang terbatas, masyarakat hanya bisa mengakses listrik dari pukul 6 sore hingga pukul 10 malam. Selain itu, masyarakat sering kali menggunakan jenset atau tenaga surya yang disalurkan ke aki. Tak hanya listrik, ketersediaan komunikasi juga belum cukup memadai di desa ini. Hingga bulan September 2017, masyarakat belum bisa menikmati alat komunikasi karena tidak adanya jaringan seluler atau bahkan jaringan internet. Satu-satunya alat komunikasi yang dimiliki oleh masyarakat adalah satelit radio yang hanya tersedia di kantor desa.

Daratan di Pulau Sailus Besar bersifat datar dan sangat landai dengan posisi tertinggi, yaitu 22 meter di atas permukaan laut. Tidak ada dataran tinggi ataupun bukit di pulau seluas 4,17 km² (termasuk wilayah perairan). Dengan bentangan 3,1 km dari utara ke selatan dan 2,3 km dari barat ke timur. Secara meteorologis, Pulau Sailus memiliki curah hujan paling rendah pada bulan Januari yaitu 395 mm, dan hampir tidak ada hujan sepanjang tahun, sehingga komoditas yang bisa dibudidaya juga terbatas, yaitu kelapa dan pisang. Adapun tanaman Jagung, hanya bisa dibudidayakan pada akhir bulan Desember hingga Februari, menyesuaikan intensitas hujan tahunan. Musim terkering di Pulau Sailus besar berlangsung dari Agustus hingga Oktober dengan curah hujan hanya 1 mm. Kondisi Pulau Sailus Besar sangat memprihatinkan disebabkan adanya penerapan bom ikan dan pembius ikan yang merajalela. Jaringan seluler juga tidak ada dan penyalaan lampu yang sangat terbatas dari pukul 18.00-22.00 WITA.

Demografi

sunting

Berdasarkan data tahun 2007, pulau ini dihuni 1.515 jiwa warga yang terdiri dari 748 laki-laki dan 767 perempuan (PMU Coremap II Kabupaten Pangkep, 2007). Mereka umumnya beretnis Mandar meskipun terdapat beberapa etnis lain, seperti Bajoe, Bugis, dan Makassar, serta warga pendatang dari Sumbawa, Lombok, dan Bima. Bahasa sehari-hari mereka gunakan adalah bahasa Mandar.

Ekosistem dan sumberdaya hayati

sunting

Pulau Sailus Besar merupakan salah satu dari 4 pulau di Desa Sailus, tiga lainnya adalah Pulau Makaranganan, Pulau Marabatuang, dan Pulau Saujung. Kondisi terumbu karang Pulau Sailus Besar masih rusak di sekitar reef flat yang berbatasan dengan tubir terumbu. Namun pada lereng terumbu kondisinya bervariasi hingga kondisi 'sedang'. Tutupan komponen pasir dan hancuran karang mati mencapai lebih dari 60 %. Rataan terumbu yang berada pada zona intertidal ditumbuhi oleh karang genus Acropora bercabang, Porites, Seriatopora dan Pocillopora. Sementara pada lereng terumbu jenis-jenis Acropora, Echynopora, Porites dan Montipora sangat umum ditemukan.

Tercatat 4 jenis vegetasi yaitu ; Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea, rotundatayang tumbuh sekeliling paparan intertidal substrat pasir. Kelimpahan ikan karang masih tinggi sekitar 1211 individu/500 m² yang didominasi oleh kelompok ikan-ikan yang berkelompok (schooling) terutama Pomacentridae dan Caesionidae. Ikan-ikan lain seperti Acanthuridae, Scaridae, Siganidae, dan Lutjanidae tidak sulit ditemukan. Demikian halnya dngan ikan indikator kepe-kepe (Chaetodontidae).

Aktivitas pengelolaan sumberdaya

sunting

Menangkap ikan adalah mata pencaharian yang digeluti oleh sebagian besar warga. Mata pencaharian lainnya adalah usaha pertanian berupa perkebunan kelapa dan singkong. Beberapa bagian perairan pantai pulau dimanfaatkan sebagai areal penanaman rumput laut jenis Euchema dengan menggunakan metode bentang. Rumput laut diikatkan pada utas tali yang diapungkan dengan menggunakan botol plastik bekas/gabus sebagai pelampung. Setelah 30 sampai 40 hari, rumput laut dipanen. Pengolahan pasca panen yang dilakukan dengan menjemur rumput laut di tempat yang terkena sinar matahari. Setelah kering mereka kadang menjual langsung ke Makassar, Sumbawa atau Lombok dengan harga antara Rp 4.500,- sampai Rp 5.000,-/kg. Rumput laut juga kadang dijual ke pengumpul yang kemudian membawanya ke Makassar, Lombok atau Sumbawa. Pada waktu waktu tertentu para petani mengeluhkan adanya penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada rumput laut yang mereka tanam. Masalah lain yang mereka hadapi adalah minimnya kemampuan untuk menyediakan modal peningkatan skala produksi usaha. Keuntungan yang didapatkan dari penjualan hasil panen relatif tidak mencukupi untuk peningkatan skala produksi dan lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja keluarga yang kian waktu kian membengkak.

Alat tangkap berupa kail dan tali pancing digunakan untuk menangkap ikan di daerah-daerah terumbu karang. Lokasi pemancingan ditempuh dalam waktu 30 menit sampai 1 jam dengan menggunakan perahu bermesin kecil. Ikan hasil tangkapan mereka adalah jenis ikan katambak, ikan sunu maupun ikan kerapu. Ikan hidup dijual kepada pengumpul sedangkan ikan tangkapan yang bukan ikan hidup, dikeringkan terlebih dahulu sebelum dijual kepada para pengumpul. Lokasi pemancingan umumnya berada di sekitar Pulau Sailus Besar, Makarangana Marabatuang dan Taka Satanger.

Alat tangkap lain yang digunakan berupa jaring berpelampungyang dibentangkan memanjang di laut untuk menjerat ikan yang berenang di kolong dan permukaan air. Ikan tendro merupakan ikan yang sering diperoleh. Ikan kemudian diolah dengan jalan dikeringkan sebelum dijual. Untuk mendapatkan hasil laut berupa ikan, sebagian warga menggunakan bom dan bius. Penggunaan bom dilakukan untuk mendapatkan ikan ekor kuning dan ikan rappo-rappo. Alat pendukung kegiatan berupa terdiri atas jolloro', sampan, dan kompresor penyelaman, sedangkan bius digunakan untuk menangkap ikan hidup (ikan yang dijual dalam keadaan hidup) seperti ikan kerapu, ikan sunu dan ikan napoleon. Kegiatan pengambilan hasil laut menggunakan bom dan bius ini dilakukan tidak saja di perairan sekitar pulau tempat tinggal mereka, tapi juga di perairan pulau lainnya seperti Pulau Satanger, Pulau Sapuka Lompo, dan Pulau Sailus Kecil. Beberapa taka lokasi penggunaan bom dan bius ini adalah Taka Satanger, Taka Satuko, Taka Makarangana, Taka Saujung, dan taka disekitar Pulau Sailus Kecil. Hasil tangkapan berupa ikan hidup kadang ditampung terlebih dahulu di keramba penampungan agar ukuran ikan bertambah sehingga harganya menjadi lebih tinggi. Hasil tangkapan berupa ikan rappo-rappo dan ekor kuning, biasanya dijual ke pengumpul dalam keadaan basah atau kering yang kemudian membawanya ke Lombok atau Sumbawa untuk dijual.

Sarana dan prasarana

sunting

Sarana pendidikan yang terdapat di pulau ini terdiri atas SD dan SMP Paket B. Fasilitas pendidikan ini dimanfaatkan oleh warga Pulau Sailus Besar maupun pulau lain di sekitarnya, sedangkan pelayanan kesehatan warga dilakukan oleh satu unit Pustu yang dilengkapi dengan tenaga medis setingkat mantri. Kebutuhan tenaga listrik warga, dipenuhi oleh mesin generator yang menyuplai tenaga listrik ke rumahrumah, sedangkan kebutuhan air bersih dipenuhi dengan cara menggali dan membuat sumur di sekitar rumah mereka. Sumber air tawar yang ada, relatif dapat memenuhi keperluan masyarakat untuk keperluan hidup sehari-hari. Sarana dan prasarana umum lain yang terdapat di pulau ini adalah dermaga berbahan kayu, jalan berbahan paving block, mesjid dan kantor desa.

Referensi

sunting
  1. ^ Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 3 Oktober 2022. 

Pranala luar

sunting