Ra Semi
Ra Semi adalah tokoh yang menjadi salah satu dari 7 orang anggota Dharmaputra-raja yang tertulis dalam kitab Pararaton, atau disebut juga Dharmaputra Winehsuka. Anggota Dharmaputra tersebut adalah Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.
Jabatan Dharmaputra
suntingAdanya jabatan Dharmaputra diketahui dari naskah Pararaton. Jabatan ini tidak pernah dijumpai dalam sumber-sumber sejarah lainnya, baik itu Nagarakretagama ataupun prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Majapahit.
Tidak diketahui dengan pasti apa tugas dan wewenang Dharmaputra. Pararaton hanya menyebutkan bahwa para Dharmaputra disebut sebagai pengalasan wineh suka, yang artinya "pegawai istimewa yang disayangi raja". Mereka dikisahkan diangkat oleh Raden Wijaya dan tidak diketahui lagi keberadaannya setelah tahun 1328. Ketujuh orang ini semuanya tewas sebagai pemberontak pada masa pemerintahan raja kedua, yaitu Jayanagara.
Jabatan
suntingDikisahkan bahwa sebelumnya, Ra Semi adalah seorang pemangku kekuasaan Majapahit di Lasem (mungkin pada masa Kekuwuan Lasem). Dia ditugaskan menjadi Dharmaputra dan mendapat gelar Rakrian (Ra) Semi. Jika Ra Semi adalah seorang pemangku kekuasaan Majapahit di Lasem (Kekuwuan Lasem) maka bisa jadi dia adalah akuwu Lasem tepat sebelum Mpu Mettabhadra atau jarak satu akuwu sebelum Metthabadra. Sebab, jarak antara kematian Ra Semi dan masa ditaklukkannya Metthabadra oleh Gajah Mada adalah 33 tahun.
Kematian
suntingKidung Sorandaka menyebutkan pada tahun 1316 ayah Patih Nambi yang bernama Pranaraja meninggal dunia di Lumajang. Tokoh Ra Semi ikut dalam rombongan pelayat dari Majapahit. Kemudian terjadi peristiwa tragis di mana Nambi difitnah melakukan pemberontakan oleh seorang tokoh licik bernama Mahapati. Raja Majapahit saat itu adalah Jayanagara putra Raden Wijaya. Karena terlanjur percaya kepada hasutan Mahapati, ia pun mengirim pasukan untuk menghukum Nambi.
Saat pasukan Majapahit datang menyerang, Ra Semi masih berada di Lamajang bersama anggota rombongan lainnya. Mau tidak mau ia pun bergabung membela Nambi. Akhirnya, Nambi dikisahkan terbunuh beserta seluruh pendukungnya, termasuk Ra Semi.
Namun, Pararaton menyebutkan pada tahun 1318 Ra Semi melakukan pemberontakan terhadap Majapahit. Berita ini cukup berbeda dengan naskah Kidung Sorandaka yang menyebutkan Ra Semi tewas membela Nambi tahun 1316, candrasengkala dengan tahun saka nora-weda-paksa-wong (1240 Syaka).
Pararaton mengisahkan secara singkat 'pemberontakan' Ra Semi terhadap pemerintahan Jayanagara. Pemberontakannya itu ia lakukan di daerah Lasem. Akhirnya pemberontakan kecil ini dapat ditumpas oleh pihak Majapahit di mana Ra Semi akhirnya tewas dibunuh di bawah pohon kapuk.
Makam
suntingPernyataan menurut Pararaton tentang tewasnya Ra Semi tersebut mirip dengan apa yang ada di sekitar Ngeblek (Ngargomulyo) dimana terdapat makam tokoh besar (tokoh agung) di bawah pohon randu/kapuk. Namun keadaan sekarang, karena proses islamisasi maka masyarakat sekitar menamai makam itu dengan nama Islam.