Rene Louis Conrad (wafat September 1970) adalah mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang tewas karena kekerasan oleh anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Latar belakang sunting

Sekitar tahun 1970 muncul rasa tidak puas di kalangan sebagian masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa, terhadap militer. Apalagi saat itu mahasiswa dikenakan kurikulum "Wajib Latih Mahasiswa" (Walawa). Dalam rangka Dwifungsi ABRI, pemerintah Orde Baru menempatkan militer di berbagai posisi di masyarakat.

Menjelang dibunuhnya Rene, pihak kepolisian Bandung melakukan razia besar-besaran terhadap mahasiswa yang berambut gondrong. Banyak mahasiswa dan pemuda yang ditangkapi di jalan-jalan, lalu digunduli. Hal ini menimbulkan ketegangan antara mahasiswa dan polisi.

Untuk meredakanya diadakanlah pertandingan sepak bola antara pihak AKABRI Kepolisian dengan mahasiswa ITB. Namun kesempatan ini digunakan oleh sebagian mahasiswa untuk melampiaskan rasa kesalnya terhadap polisi. Sejumlah mahasiswa dari perguruan tinggi lain, seperti Universitas Padjadjaran dan Universitas Parahyangan pun datang menyaksikan pertandingan itu. Sebagian lagi membawa gunting dan mengejek-ejek pihak polisi, meminta supaya digunduli.

Hal ini membangkitkan keberangan di pihak taruna kepolisian, sebagian malah mengeluarkan pistol. Karena itu, mereka kemudian dikeluarkan dari kampus. Namun sebaliknya, mereka malah kembali dan membawa bala bantuan. Selain itu, Brimob juga datang untuk mengatasi keributan.

Penembakan Rene sunting

Rene Louis Conrad sebetulnya sama sekali tidak terlibat dalam pertandingan sepak bola itu, ataupun menyaksikannya. Ia hanya kebetulan berkeliling kampus dengan sepeda motor Harley Davidson. Kebetulan ketika terjadi keributan Rene lewat di depan kampus, dan ia ditembak hingga tewas. Mayatnya dibuang ke atas kendaraan polisi begitu saja, lalu ditaruh di gudang. Menurut sebagian pihak, andaikan Rene segera dibawa ke dokter, kemungkinan ia tidak harus mati.

Buntut kejadian sunting

Penembakan Rene membangkitkan kemarahan di pihak mahasiswa. Terjadi unjuk rasa besar-besaran oleh mahasiswa di kota Bandung. Kendaraan-kendaraan umum dicegati dan bila ditemukan ada tentara di dalamnya, mereka akan diturunkan lalu diusir. Markas polisi di Jalan Dago menjadi kosong karena semua polisinya menyembunyikan diri. Panser-panser yang dikerahkan untuk menghentikan kerusuhan ini pun tidak berdaya.

Belakangan diketahui bahwa yang menembak Rene adalah seorang taruna AKABRI Kepolisian. Namun karena taruna itu konon adalah anak seorang jenderal, maka yang dikorbankan adalah seorang anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman.

Pada saat anggota Brimob itu diajukan ke pengadilan, mahasiswa justru melakukan protes karena menyadari ketidakadilan yang berlangsung. Meskipun anggota Brimob itu dibela oleh pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, ia tetap dinyatakan bersalah. Sidang Mahkamah Militer Priangan-Bogor pada Desember 1970 memberikan vonis 5 tahun 8 bulan tetapi kemudian pengadilan banding Mahkamah Kepolisian Tinggi 13 April 1972 memberikan vonis berbeda yaitu 1 tahun 6 bulan. Selesai menjalani hukuman Djani Maman Surjaman kembali berdinas pada kesatuan Brimob dan pada permulaan 1974 berpangkat Pembantu Letnan II.

Bacaan lanjutan sunting

  • Rum Aly, Menyilang Jalan Kekuasaan Militer Otoriter - Gerakan Kritis Mahasiswa Bandung Di Panggung Politik Indonesia 1970-1974 456 halaman, ISBN 979-709-133-3

Pranala luar sunting