Rishabhanatha
Rishabhanatha atau dikenal juga dengan penyebutan lain Ṛṣabhadeva, Rishabhadeva, atau Ṛṣabha sebenarnya secara harfiah berarti banteng, namun juga bisa berarti pemimpin mistis, yang telah hidup sejak beberapa eons lamanya. Dipercaya bahwa ia adalah salah satu dari 24 guru yang merupakan bagian dari kosmologi Jain, terutama pertengahan siklus pertama. Ia merupakan pembuka jalan, sebutan untuk seseorang yang menolong begitu banyak orang untuk melepaskan diri dari lingkaran samsara. Dengan mencegah orang terlahir kembali dalam lingkaran penderitaan ini, ia telah mencapai tingkatan yang begitu tingginya. Berdasarkan tradisi, Rishabhanatha sebenarnya anak dari raja dan ratu di India Utara, yang memiliki 99 putra dan satu putri bernama Brahmi. Ia kemudian berkelana tanpa makan apapun selama setahun. Ia dideskripsikan memiliki tinggi 1200 kaki dan hidup dalam berjuta-juta tahun purva. Ajarannya terus diajarkan dan disebarkan hingga saat ini.[5]
Rishabhanatha | |
---|---|
First Tirthankara | |
Nama lain | Adinatha, Aadeesh Jina (first conqueror), Adarsh Purush (first Perfect Man), Ikshvaku |
Penerus | Ajitanatha |
Simbol | Bull |
Tinggi | 500 arc-lengths (800 ells, 1200 feet)[1] |
Umur | 8,400,000 purva years[1][2][3] |
Pohon | Banyan |
Warna | Golden |
Informasi pribadi | |
Lahir | |
Meninggal | |
Pasangan | Sunanda & Sumangala |
Anak | 100 sons including Bharata Chakravartin and Bahubali, and 2 daughters: Sundari, Brahmi[4] |
Orang tua |
Rishabhanatha juga dikenal dengan oleh banyak tokoh Jain lainnya seperti Adinatha, Adishwara, Yugadeva dan Nabheya.[6]
Masa kecil
suntingRishabhanatha adalah anak dari Raja Nabhi dan Ratu Marudevi di Ayodhya, pada hari kesembilan dari pertengahan bulan yang gelap dari Chaitra-caitra krişna navamĩ. Kejadian ini disebut sebagai Janma Kalyanaka. Kaitannya dengan Kerajaan Ayodhya membuatnya menjadi kota keramat bagi pemeluk Jain, seperti juga pemeluk Hindu menganggap kota ini sebagai tempat lahirnya Rama.[7] Dalam tradisi Jain, lahirnya Tirthankara ditandai oleh beberapa mimpi besar. Ratu Marudevi mengalami empat belas mimpi seperti ini, dan dijelaskan oleh Raja bahwa hal tersebut adalah tanda kelahirannya. Rishabhanatha, sebagaimana dijelaskan dalam tradisi Jain, lahir setelah mimpi-mimpi ini.[7]
Pernikahan
suntingRishabhanatha menikah dengan Sunanda dan Sumangala. Bersama Sumangala ia memiliki 99 orang putra dan satu orang putri, Brahmi. Bersama Sunanda, ia memiliki dua orang anak, Bahubali dan Sundari. Rishabhanatha disebut mengajarkan Brahmi lipi (naskah tua brahmi) dan sains angka (ank-vidya) kepada anaknya, Brahmi dan Sundari. Pannava Sutra (Abad 2 SM) dan Sammavayanga Sutra (Abad 3 SM) menyimpan beberapa catatan bahwa nama naskah Brahmi diambil dari nama anaknya.[8]
Anak tertuanya, Bharata Chakravartin, disebut-sebut sebagai penguasa di India Kuno, memerintah dari Kota Ayodhya. Nama Bharata disebutkan dalam naskah-naskah Jain sebagai raja yang baik bijaksana, karena tidak melekat kepada kekayaan atau sifat-sifat buruk.[8]
Pencerahan
suntingPada suatu hari, Dewa Indra, mengadakan sebuah tarian oleh para penari di aula pertemuan Rishabahanatha. Salah seorang penari tersebut adalah Nilanjana. Saat sedang menari, ia tiba-tiba meninggal. Kematian ini menyadarkan Rishabhanatha bahwa dunia ini hanyalah persinggahan. Ia kemudian meninggalkan ratusan anak-anaknya. Bharata mendapatkan singgasana di Vinita (Ayodhya) dan Bahubali Podanapur (Taxila). Ia kemudian mempraktekkan asketikisme sejak hari kesembilan dari Bulan Chaitra Krhisna dalam penanggalan Hindu. Menurut mitos Jain, ia berpuasa selama seribu tahun lamanya, tercerrahkan, dan menjadi Jina.[9]
Kematian
suntingRishabhanatha disebut mengajarkan Jainisme hingga ke daerah yang jauh. Pada saat kematiannya, ia mencapai Nirvana (diebut juga Moksha), keempat ghati karmanya dihancurkan, jiwanya terbebas dari lingkaran kelahiran kembali, dan secara abadi menempati siddhaloka. Kematiannya diyakini dalam Jainisme terjadi di Ashtapada (Disebut juga Gunung Kailash) pada hari keempat belas dari Magha Khrisna dalam penanggalan Hindu, dalam usia 84 tahun lakh purva.[10]
Perwujudan
suntingRishabhanatha biasanya digambarkan dalam posisi lotus atau kayotsarga, postur berdiri dalam meditasi. Pembedanya dari sosok lain adalah rambut panjang yang terurai dari bahunya dan penggambaran banteng dalam patung-patungnya. Lukisan mengenai dirinya biasanya memperlihatkan perjalanan hidupnya yang melegenda, beberapa di antaranya pernikahan dan saat melakukan abhiskeka. Ia kadang digambarkan pula sedang memegang mangkuk dan mengajarkan seni tanah liat, mengecat rumah, atau menenun kain. Momen datangnya ibunya, Marudevi, juga sering digambarkan dalam lukisan. Ia diasosiasikan dengan emblem benteng, pohon nyagrodha, dan Yaksha yang bermuka gomukha (benteng), serta Chakreshvari Yakshi
Referensi
sunting- ^ a b von Glasenapp 1925, hlm. 16.
- ^ Jacobi 1968, hlm. 284–285.
- ^ Saraswati 1908, hlm. 444.
- ^ Dalal 2010, hlm. 311.
- ^ Who is Rishabhanatha. dari situs anekant.org
- ^ Shah, Umakant P. (1987), Jaina-rūpa-maṇḍana: Jaina iconography, Abhinav Publications, ISBN 81-7017-208-X
- ^ a b Adinath Bhagwan - Tirthankara Rishabhanatha. Diarsipkan 2017-10-02 di Wayback Machine. dari situs sanghijimandir.com
- ^ a b Salomon, Richard (1998), Indian Epigraphy: A Guide to the Study of Inscriptions in Sanskrit, Prakrit, and the other Indo-Aryan Languages, Oxford University Press, ISBN 978-0-19-535666-3
- ^ Cort, John E. (2010), Framing the Jina: Narratives of Icons and Idols in Jain History, Oxford University Press, ISBN 978-0-19-538502-1
- ^ Dalal, Roshen (2010), Hinduism: An Alphabetical Guide, Penguin Books, ISBN 978-0-14-341421-6
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Januari 2023. |