Rollo May adalah psikolog eksistensial dari Amerika Serikat paling terkenal.[1][2] Ia melakukan penafsiran ulang dan penyebutan istilah-istilah baru terhadap istilah-istilah lama dalam eksistensialisme, seperti "takdir" yang merupakan padanan dari "keterlemparan" dan "keberanian" yang merupakan padanan dari "otentisitas".[1] May adalah satu-satunya psikolog eksistensial yang membicarakan tahap-tahap perkembangan, tetapi bukan dalam pengertian Freudian.[1] Tahap-tahap tersebut adalah:

  • Tahap Kepolosan yang merupakan tahap pra-kesadaran diri yang ada pada bayi.[1] Kepolosan adalah tahap pra-moral, artinya perilaku yang dilakukan bayi tidak bisa dianggap baik ataupun jelek.[1]
  • Tahap Pemberontakan adalah tahap di mana kesadaran diri anak-anak dan remaja mengalami perkembangan ke arah perlawanan dengan orang dewasa.[1] Pribadi pemberontak menginginkan kebebasan tanpa memahami apa tanggung jawab di balik kebebasan tersebut.[1]
  • Tahap Awam adalah tahap kesadaran diri orang dewasa yang normal.[1] Pribadi tahap ini belajar bertanggungjawab namun merasakan beban yang terlalu berat sehingga berusaha berontak dari nilai-nilai tradisional.[1]
  • Tahap Kreatif adalah tahap kedewasaan yang telah melampaui ego dan berusaha mencari aktualisasi diri.[1] Pribadi di tahap ini adalah orang-orang yang menerima nasib, serta menghadapi kecemasan dengan sikap berani.[1]
Rollo May
Rollo May (1977)
Lahir21 April 1909
Ada, Ohio
Meninggal22 Oktober 1994
Tiburon, California
KebangsaanAmerika Serikat

Pemikiran psikologi

sunting

Psikologi humanis

sunting

Rollo May merupakan salah satu tokoh pendukung psikologi humanis.[3] Psikologi humanis ditetapkan sebagai sebuah gerakan sosial dalam psikologi. Penetapannya dilakukan dalam sebuah konferensi di Old Saybrook pada tahun 1964. Dalam gerakan psikologi humanis, May berperan sebagai salah satu pengembang dari segi keilmuan bersama dengan Carl Rogers dan Abraham Maslow.[4]

Psikologi eksistensial

sunting

May juga merupakan salah satu tokoh pendukung psikologi eksistensial. Ia menetapkan dua konsep dasar yang digunakan dalam pengkajian psikologi, yaitu keberadaan di dunia dan ketidakberadaan. Konsep keberadaan dibaginya menjadi tiga aspek yang menyebabkan manusia memiliki keberadaan di dunia. Aspek-aspek ini yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitar, hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, dan hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri.[5]

May juga merupakan pendukung aliran filsafat eksistensialisme. Aliran ini berpengaruh dalam psikologi.[6] May menjadi salah satu tokoh yang menjadi promotor dalam konseling eksistensialis.[7] May menetapkan sebuah karakter bagi konselor yang disebut penyembuh luka. Ia mengartikan kemampuan ini sebagai kemampuan untuk bekerja dari sudut pandang pengalaman emosional yang sudah teratasi. Kemampuan ini membuat seseorang dapat peka terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.[8]

Patologi

sunting

May menyatakan bahwa gejala patologi timbul pada manusia akibat ketidakmampuannya dalam memperoleh kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri. Ia meyakini bahwa pada kondisi ketidakbebasan, manusia tersesat akibat penghayatan yang tidak mampu memikirkan masa depan.[9] Menurut May, gangguan secara psikologi diakibatkan oleh rasa ketidakberdayaan yang dialami oleh manusia modern. Mereka mengalami ketidaktahuan menegenai identitas diri dan tujuan hidupnya. Ketidaktahuan akan keberadaan tersebut kemudian memunculkan gangguan psikologis antara lain kehampaan, ketidakberartian, dan kekosongan spiritual.[10] May menyatakan bahwa kondisi ketidakberdayaan tersebut merupakan akibat dari peradaban modern yang tidak dapat dihentikan oleh manusia modern.[11]

Pemikiran humanisme

sunting

Keberadaan manusia

sunting

May meyakini bahwa ciri khas dari manusia adalah adanya kesadaran akan keberadaan dirinya sendiri. Hal ini menjadi sumber kualitas tertinggi bagi manusia. Adanya kesadaran akan keberadaan diri sendiri membuat manusia mampu membedakan dirinya dengan dunia.[12] Dalam pandangan May, hubungan antara waktu, tempat dan makna tertentu merupakan penyebab keberadaan dari manusia.[13]

May meyakini bahwa kesadaran akan keunikan diri sendiri dapat mengurangi kecemasan. Ia menyatakan bahwa kecemasan meliputi ketakutan dan ancaman dalam bentuk nilai-nilai yang dianut secara pribadi. Menurutnya, ancaman dapat dibedakan menjadi ancaman fisik, ancaman keberadaan secara psikologis, maupun ancaman yang mengganggu keberadaan nilai dari orang lain. Ancaman fisik misalnya ancaman kematian. Ancaman keberadaan secara psikologis misalnya ancaman akan kehilangan kebebasan atau mengalami ketidakbermaknaan hidup. Sedangkan ancaman yang mengganggu keberadaan nilai dari orang lain misalnya patriotisme atau rasa cinta kepada orang lain.[14]

Tahapan perkembangan manusia

sunting

May merupakan satu-satunya tokoh psikologi eksistensialis yang membahas tentang tahap-tahap perkembangan manusia. Ia menyatakan bahwa tahap remaja merupakan tahap pemberontakan dan perlawanan terhadap orang dewasa. Penyebabnya adalah adanya perkembangan dari ego atau kesadaran diri dari remaja.[15]

Sementara itu, May menyatakan bahwa orang dewasa memiliki perbedaan tingkat perkembangan secara individu. Perbedaan ini terletak pada pandangan subjektif mengenai partisipasi dirinya terhadap lingkungannya. May juga menyatakan bahwa orang dewasa juga memiliki perbedaan dalam perilaku. Perbedaan perilaku ini merupakan akibat dari perbedaan tingkat kecenderungan dalam mempertahankan keunikan diri.[16]

Kebebasan manusia

sunting

May meyakini bahwa kebebasan untuk memilih merupakan takdir yang diberikan kepada manusia. Pilihan yang dilakukan oleh manusia kemudian akan menghasilkan tindakan. Adanya tindakan kemudian memunculkan tanggung jawab. Sedang pilihan yang tidak diwujudkan menjadi tindakan hanya akan menjadi harapan saja. Menurutnya, kebebasan dan tanggung jawab akan diterima oleh individu yang sehat. Penerimaan ini dilakukan meskipun telah mengetahui bahwa tindakan dan tanggung jawab tersebut sering menghasilkan kecemasan, perasaan yang menyakitkan, maupun kesulitan.[17]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia) George Boeree. 2008. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta: Prismasophie. Hal. 339-341.
  2. ^ (Inggris) Clifford T. Morgan, et. al. 1986. Introduction to Psychology. New York: McGraw-Hill Inc. P. 692.
  3. ^ Rahayu, Y. P. (2001). "Perkembangan Pendekatan Kuantitatif dalam Penelitian Psikologi" (PDF). Anima: Indonesian Psychological Journal. 16 (3): 315. 
  4. ^ Nurhilaliati (2011). Salahuddin, M., dan Leon, M. M., ed. Pendidikan Islam dan Psikologi Humanisme: Relasi atau Negasi? (PDF). Mataram: Alam Tara Institute. hlm. 90. ISBN 978-623-90165-5-5. 
  5. ^ Pratiwi, A. I., dan Ahmadi, A. (2022). "Eksistensi Tokoh Utama dalam Novel Lebih Senyap dari Bisikan Karya Andina Dwifatma: Kajian Psikologi Eksistensial Rollo May". Bapala. 9 (2): 133. 
  6. ^ Perbowosari, H., dkk. (2020). Gelgel, I. P., dan Tim Qiara Media, ed. Pengantar Psikologi Pendidikan (PDF). Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media. hlm. 26. ISBN 978-623-7925-39-2. 
  7. ^ Masdudi (2015). Bimbingan dan Konseling Perspektif Sekolah (PDF). Cirebon: Nurjati Press. hlm. 61. 
  8. ^ Diniaty, Amirah (2018). Dinamika Perubahan dalam Konseling: Memahami Permasalahan Klien dan Penanganannya (PDF). Pekanbaru: Kreasi Edukasi. hlm. 42. 
  9. ^ Sa’adah, Diana Zumrotus (2020). "Konseling Eksistensial Humanistik untuk Mengurangi Kecemasan terhadap Masa Depan" (PDF). Procedia: Studi Kasus dan Intervensi Psikologi. 8 (3): 113. doi:10.22219/procedia.v8i3.14303. ISSN 2722-7669. 
  10. ^ Tim Asosiasi Psikologi Islam (2020). Rusdi, A., dan Subandi, ed. Psikologi Islam: Kajian Teoritik dan Penelitian Empirik (PDF). Yogyakarta: Asosiasi Psikologi Islam. hlm. 115. ISBN 978-602-5963-89-6. 
  11. ^ Ridhwan (2018). Hasanah, Uswatun, ed. Islam dalam Lanskap Sosial: Memahami Teks Dalam Bingkai Konteks (PDF). Sleman: Zahir Publishing. hlm. 121. ISBN 978-602-5541-26-1. 
  12. ^ Priyambodo, Yulius Eko (2014). "Homo Ridens: Suatu Tawaran 'Menjadi' Manusia di Zaman Ini" (PDF). Melintas. 30 (1): 60. 
  13. ^ Evanytha (2012). "Pengaruh Perspektif Waktu (Time Perspectif) terhadap Kualitas Relasi Sosial". Jurnal Psikologi Ulayat. 1: 140. 
  14. ^ Rusydi, Ahmad (2015). Yaqin, Maulana Aenul, ed. Kecemasan dan Psikoterapi Spiritual Islam: Dari Spiritual Disorder hingga Pesoalan Eksistensial Menuju Kesehatan Psiko-Spiritual (PDF). Yogyakarta: Istana Publishing. hlm. 207–208. 
  15. ^ Sejati, Sugeng (2019). "Implikasi Egosentris dan Spiritual Remaja dalam Mencapai Perkembangan Identitas Diri" (PDF). Jurnal Ilmiah Syiar. 19 (1): 111. 
  16. ^ Anra, Yusdi (2018). Hakim, Lukman, ed. Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran (PDF). Jambi: Penerbit CV. Timur Laut Aksara. hlm. 73–74. ISBN 978-602-51990-2-8. 
  17. ^ Hadinata, Eko Oktapiya (2015). Religiusitas dan Adversity Quotient: Studi Kasus Jama'ah Majelis Zikir Az-Zikra Bogor (PDF). Penerbit YPM. hlm. 3. ISBN 978-602-7775-34-3.