Rumah Bolaang Mongondow

rumah tradisional di Indonesia

Rumah Bolaang Mongondow merupakan rumah adat tradisional dari suku Bolaang Mongondow atau juga biasa disebut suku Bolmong yang nama tempat asalnya pun sama dengan nama suku itu sendiri yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow yang terletak di sebelah barat provinsi Sulawesi Utara. Mirip seperti Rumah Pewaris, Rumah Bolaang Mongondow juga sama-sama mengadopsi rumah panggung yang sebagian besar terbuat dari kayu jati.[1] Bentuk dari Rumah Bolaang Mongondow ini adalah bangunan rumah berupa rumah panggung dengan atap melintang memanjang ke belakang yang terbuat dari bahan ijuk dengan sebuah tangga di bagian depan rumah. Tinggi Rumah Bolmung umumnya sekitar satu setengah meter sampai dua meter dengan sebuah serambi muka yang dikenal sebagai Dungkolon.[2] Sepanjang tahun 1957 sampai 1959 Rumah Bolaang Mongondow banyak dibakar karena kesalahpahaman yang terjadi pada peristiwa yang disebut Perjuangan Semesta atau dalam sejarah disebut sebagai Permesta.[1]

Asal Muasal Suku Bolaang Mongondow sunting

Daerah Bolmong dikenal dengan istilah Tanah Totabuan yang artinya Tempat mencari nafkah ini berjarak sekitar 3.5 jam dari ibu kota provinsi Sulawesi Utara yaitu Manado. Nama Bolaang itu sendiri berasal dari kata Bolango atau Balangon yang artinya Laut. Kata itu juga bisa berasal dari kata Golaang yang artinya menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap. Sementara kata Mongondow berasal dari kata Momondow yang artinya berseru tanda kemenangan.[3]

Leluhur suku Bolmung diyakini berasal dari rombongan Deutro Melayu periode gelombang kedua yang hijrah ketika dinasti Kublai Khan runtuh pada abad XII. Diantara orang-orang Mongolia tersebut terdapat 2 pasang suami istri yang diyakini sebagai leluhur dari suku Bolmung yaitu:

  • GUMALANGIT atau BUDU LANGIT (laki-laki yang turun dari langit) menikah dengan TENDEDUATA atau SANGO-SANGONDO (perempuan cantik seperti dewi) kemudian memperoleh dua anak perempuan bernama DUMONDOM atau DININDONG dan SAMALATITI.
  • TUMOTOI BOKOL (laki-laki yang berjalan diatas ombak) menikah dengan TUMOTOI BOKAT (perempuan yang berjalan dipecahkan ombak) kemudian memperoleh seorang anak laki-laki bernama SUGEHA.
  • SUGEHA dan DUMONDOM kemudian menikah setelah beranjak dewasa.[4]

Ketiga rumah tangga tersebut kemudian terus melahirkan keturunan yang nantinya menjadi cikal bakal lahirnya suku Bolaang Mongondow.

Setiap kelompok keluarga dalam suku Bolaang Mongondow biasanya dipimpin oleh seorang Bogani yang dapat berupa laki-laki maupun perempuan yang dipilih dari anggota kelompok keluarga dengan syarat: memiliki rasa tanggung jawab yang kuat terhadap keselamatan dari gangguan pihak musuh maupun terhadap kesejahteraan kelompok, cerdas, berani, bijaksana, serta memiliki kemampuan fisik yang kuat.[5]

Sejak awal masyarakat Bolaang Mongondow mengenal tiga macam nilai-nilai gotong royong yang masih lestari dan terpelihara sampai sekarang yaitu: Pogogutat (potolu adi’), Tonggolipu’, Posad (mokidulu).

Ketika kedatangan tamu yang sedang bertandang pada masa kerajaan dahulu, biasanya suku Bolaang Mongondow menyuguhi tamu tersebut sirih pinang baik pada tamu laki-laki maupun perempuan terutama tamu yang berumur lebih tua. Sirih pinang tersebut ditempatkan didalam kabela (dari kebiasaan dalam menyambut tamu inilah tercipta Tari Kabela sebagai Tari Menjemput Tmu). Tamu dari kalangan terhormat terutama dari kalangan pejabat di jemput dengan sambutan upacara adat tersebut. Tarian Kabela sampai saat ini masih tetap dilestarikan pemda setempat dalam menyambut tamu terutama tamu yang berasal dari Ibu kota maupun luar negeri. Selain Tari Kabela, terdapat beragam tarian yang ada di Bolaang Mongondow lainnya diantaranya tarian tradisional yang terdiri dari Tari Tayo, Tari Rongko atau Tari Ragai, Tari Mosau, Tari Joke’, Tari Tuitan, juga tarian kreasi baru seperti Tari Pomamaan, Tari Kabela, Tari Monugal, Tari Kalibombang, Tari Mokoyut, Tari Mokosambe, dan Tari Kikoyog.[5]

Otonomi Kabupaten Boolang Mongondow sunting

Setelah terjadinya Proklamasi 17 Agustus 1945 yang artinya negara Indonesia baru merdeka, Bolaang Mongondow kemudian menjadi bagian wilayah Propinsi Sulawesi yang berpusat ibu kota di kota Makassar, kemudian pada tahun 1953 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 1953 yang berisi bahwa provinsi Sulawesi Utara sah dijadikan sebagai daerah otonom tingkat I. Setelah itu daerah Bolaang Mongondow kemudian dipisahkan menjadi daerah otonom tingkat II pada tanggal 23 Maret 1954. Pada tanggal tersebut berdasarkan PP No.24 Tahun 1954 yang berisi bahwa Bolaang mongondow telah resmi menjadi daerah otonom sehingga berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Atas dasar itulah, pada tanggal tersebut yaitu tanggal 23 Maret diperingati oleh seluruh rakyat Bolaang Mongondow sebagai HUT (Hari Ulang Tahun) Kabupaten Bolaang Mongondow.

Istilah-istilah Rumah Bolaang Mongondow sunting

Ada beberapa istilah yang digunakan oleh suku Bolmung dalam penamaan berbagai bangunan tempat tinggal seperti Komalig, Silidan, Genggulang, Baloi, dan Lurung atau Laig.

  • Komalig merupakan istilah untuk menyebut rumah-rumah bagi para raja (istana raja).
  • Silidan merupakan istilah untuk menyebut rumah-rumah bagi para penduduk biasa.[6]
  • Genggulang merupakan istilah untuk menyebut rumah-rumah darurat yang khusus dibangun di kebun-kebun sebagai tempat istirahat setelah mengerjakan kebunnya.
  • Baloi merupakan istilah untuk menyebut rumah penduduk yang sudah permanen
  • Lurung (Laig) merupakan istilah untuk menyebut rumah penduduk atau pondok kecil yang bentuknya masih sederhana.[2]

Bagian-bagian Rumah Bolaang Mongondow sunting

Mirip seperti Rumah Pewaris atau sering disebut Rumah Walewangko, Rumah Bolaang Mongondow memiliki tiga bagian, yaitu bagian bawah, bagian tengah, dan bagian atas.[2]

Bagian Bawah Rumah sunting

Untuk bagian bawah Rumah Bolaang Mongondow terdiri dari kayu melintang selebar dengan lebar rumah yang disebut Olad, lantai rumah yang disebut sebagai Talog, tiang-tiang penyangga rumah yang disebut Oigi, bagu sendi yang disebut Otong atau Kopatudama, tangga beserta teralis, dan kayu yang membujur dari muka rumah sampai belakang rumah yang disebut Langko.

Bagian Tengah Rumah sunting

Untuk bagian tengah Rumah Bolaang Mongondow terdiri dari kayu yang membujur dari muka rumah sampai belakang rumah yang disebut Baratan, tiang-tiang penyangga rumah yang disebut Solabako, kayu yang melintang diantara tiang rumah yang disebut Pangariang, pintu rumah, dan dinding rumah yang disebut Dopi.

Untuk Dopi sendiri biasanya terbuat dari kayu atau papan, bambu, atau kayu nibung. Jika terbuat dari kayu atau papan biasanya memiliki lebar 30 cm dengan tebal 2 cm dan panjang antara 2 - 3 meter. Begitupun dinding yang terbuat dari bambu atau kayu nibung yang hanya bedanya terdapat pada lebarnya menyesuaikan dari lebar asal kayu masing-masing. Dinding Dopi biasanya dipasanng dengan cara diikat atau dipaku berdiri atau miring diantara tiang-tiang kayu yang membujur.

Untuk bagian lantai bahannya dibuat sama dengan bahan dinding rumah yang dipasang melintang diantara kayu membujur dari muka ke belakang. Sedangkan untuk bagian serambi muka rumah terdapat sebuah tangga yang sejajar dengan pintu utama rumah. Makin tinggi rumah dibangun makin banyak pula anak tangga yang dibangun.

Bagian Atas Rumah sunting

Untuk bagian atas Rumah Bolaang Mongondow terdiri dari kaso atau totara yang disebut Katou, kayu bumbungan yang disebut Bindubungan, tiang raja yang disebut Oigi Binubungan, kayu penyangga antara kayu bumbungan dan kayu tiang raja yang letaknya miring yang disebut Bentanga, kayu untuk penyangga atap yang disebut Lotad dan atap yang biasanya terdiri dari rumbia atau daun nipah yang disebut atop.

Untuk Atop Rumah Bolaang Mongondow sendiri terdiri dari banyak macam, diantaranya: Rumah Binou, Rumah Sinumuntotoi, Rumah Lumalako, dan Rumah Bungkus Nasi.

Susunan Ruangan Rumah Bolaang Mongondow sunting

Rumah Bolaang Mongondow umumnya memiliki empat ruangan, yaitu serambi muka yang disebutDungkolon, kamar yang disebutDodungon, dapur yang terletak di bagian belakang yang disebut Dodungon, dan satu ruangan besar yang terletak di tengah rumah yang disebut Yu'ong In Baloi. Sedangkan untuk bagian atas terdapat sebuah kamar khusus untuk anak gadis yang akan dipingit ketika menjelang dewasa. Terdapat sebuah tangga naik melalui kamar pada bagian bawahnya yang bertujuan agar anak gadisnya ketika keluar dapat diketahui oleh kedua orang tuanya.[2] Ritual pingitan anak gadis tersebut dijalani sampai 40 hari lamanya sehingga anak gadis tersebut tidak boleh menyentuh tanah.[1]

Bagian depan Rumah Bolaang Mongondow biasanya terdapat hiasan berupa patung burung hantu yang melambangkan sifat kebijaksanaan.[7]

Fungsi dari ruangan serambi muka atau Dungkolon adalah menerima tamu dan melakukan musyawarah perihal urusan keluarga seperti jika salah satu anggota keluarga ada yang ingin menikah, jika salah satu anggota keluarga ingin mendirikan rumah, dan sebagainya. Sementara untuk ruangan tengah yang disebut Yu'ong In Baloi berfungsi sebagai tempat bermain anak-anak, tempat makan keluarga, jika malam berfungsi sebagai kamar dengan memasang penyekat ruangan yang akan dilepas kembali jika pagi tiba. Untuk kamar atau yang disebut Situp berfungsi sebagai kamar orang tua beserta anaknya ketika masih kecil sementara Situp diatas berfungsi untuk tempat dipingitnya anak gadis yang akan beranjak dewasa. Terakhir adalah ruangan dapur yang disebut Dodunguon berfungsi untuk menyimpan dan memasak berbagai bahan makanan.

Sejarah Unik Rumah Bolaang Mongondow sunting

Terdapat salah satu Rumah dari suku Bolaang Mongondow milik Suhartien Tegela yang merupakan warisan turun temurun dejak tahun 1940. Menurut pengakuannya, proses penebangan kayu untuk pembangunan rumah tersebut dilakukan oleh nenek moyangnya saat melihat bulan di langit dan menggunakan peralatan gergaji manual. Kayu yang digunakan berupa kayu besi yang tahan sampai saat ini bahkan sudah beberapa kali dicat dan tahan terhadap serangan rayap. Rumah milik Suhartien inilah merupakan salah satu rumah yang menjadi saksi terjadinya gerakan Permesta yang bahkan dinding rumahnya pernah sengaja dilepas agar tidak dibakar warga.[8]

Referensi sunting

  1. ^ a b c "Rumah Adat Bolaang Mongondow, Hilang akibat Trauma Perang Saudara". Tribun Manado. Diakses tanggal 2019-03-22. 
  2. ^ a b c d Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Utara. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1991. hlm. 97. 
  3. ^ "Daerah Bolaang Mongondow (Tanah Totabuan) Di Sulawesi Utara | nraymondf.1 | Indonesiana". INDONESIANA.TEMPO.CO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-22. 
  4. ^ admin (2017-10-23). "Asal Usul Orang Bolaang Mongondow". TOMINI NEWS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-09. Diakses tanggal 2019-03-22. 
  5. ^ a b "Sejarah | Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow". Diakses tanggal 2019-03-22. 
  6. ^ "(PDF) ARSITEKTUR BENTENG DAN RUMAH ADAT DI SULAWESI". ResearchGate. Diakses tanggal 2019-03-22. 
  7. ^ "Manguni (Burung Hantu), Burung Suci di Minahasa | nraymondf.1 | Indonesiana". INDONESIANA.TEMPO.CO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-22. 
  8. ^ "Rumah Adat Bolmong Miliki Sejarah Tinggi, Suhartien Sebut Warga Asing Terpikat". Tribun Manado. Diakses tanggal 2019-03-22.