Perang Rusia–Jepang

konflik antara kekaisaran Rusia dan Jepang dari tahun 1904 hingga 1905
(Dialihkan dari Russo-Japanese War)

Perang Rusia–Jepang (日露戦争, 10 Februari 1904 - 5 September 1905) adalah konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan antara ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Semenanjung Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin. Pertempuran ini adalah pertempuran untuk menghentikan kemajuan Rusia ke Asia, dan Jepang mengorbankan dirinya untuk mempertahankan Asia. Ini adalah prestasi bersejarah di mana orang kulit berwarna, yang selama ini dianggap inferior oleh ras kulit putih, mampu memenangkan pertarungan melawan ras kulit putih untuk pertama kalinya.

Perang Rusia–Jepang

Searah jarum jam dari atas: Kapal penjelajah Rusia Pallada diserang di Port Arthur, kavaleri Rusia di Mukden, kapal penjelajah Rusia Varyag dan kapal perang Korietz di Teluk Chemulpo, tentara Jepang tewas di Port Arthur, infanteri Jepang menyeberangi Sungai Yalu.
Tanggal10 Februari 1904 – 5 September 1905
(1 tahun, 6 bulan, 4 minggu
LokasiManchuria, Laut Kuning
Hasil

Kemenangan Jepang

Pihak terlibat
Kekaisaran Rusia Kekaisaran Jepang
Tokoh dan pemimpin
Rusia Kaisar Nikolai II
Rusia Aleksey Kuropatkin
Rusia Stepan Makarov 
Rusia Anatoly Stessel
Jepang Kaisar Meiji
Jepang Oyama Iwao
Jepang Heihachiro Togo
Jepang Katsura Taro
Kekuatan
700.000 tentara 650.000 tentara
Korban
24.844 tewas; 146.519 luka-luka; 59.218 tahanan perang; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui 47.387 terbunuh; 173.425 luka-luka; penduduk sipil Tiongkok tak diketahui

Asal mula perang

sunting

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, berbagai negara Barat bersaing memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur, sementara Jepang berjuang untuk menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya untuk memusatkan perhatian pada dinasti Joseon Korea dan dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang untuk menduduki Korea menyebabkan pecahnya Perang Tiongkok–Jepang.

 
Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di bagian luar) adalah wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Semenanjung Liaodong adalah bagian yang menjorok ke Laut Kuning

Kekalahan yang dialami Tiongkok dalam perang itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Prancis Ketiga) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Angkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.

Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkan dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari 1904. Menurut hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, sering kali dikatakan bahwa ini adalah salah satu contoh bahwa Jepang menyukai melakukan serangan mendadak.

Perang

sunting

Perang tahun 1904

sunting

Port Arthur, di Semenanjung Liaodong di Manchuria selatan, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan angkatan laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka adalah menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu berkembang menjadi Pertempuran Port Arthur esok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan seluruh Korea dalam waktu singkat. Pada akhir April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi Sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia.

Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalur kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei 1904, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini adalah sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.

Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.

Daftar pertempuran

sunting

Arti penting

sunting

Perang ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat.

Referensi

sunting

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting