Sanggramawijaya Tunggadewi
Sanggramawijaya Tunggadewi adalah putri Airlangga yang menjadi putri mahkota sekaligus pewaris takhta Kerajaan Medang Kahuripan, namun ia memilih mengundurkan diri untuk menjalani hidup suci sebagai pertapa bergelar Dewi Kili Suci Sanggramawijaya.
Sanggramawijaya Tunggadewi | |
---|---|
Rakryan Mahamantri i Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Uttunggadewi | |
Putri Mahkota Medang-Kahuripan | |
Berkuasa | 1042-1043 (mengundurkan diri) |
Pendahulu | Airlangga |
Penerus | |
Kelahiran | Kerajaan Kahuripan Jawa Timur |
Wangsa | Wangsa Isyana |
Ayah | Airlangga |
Agama | Buddha |
Putri Mahkota
suntingMenjelang akhir hayatnya, Airlangga dihadapkan pada persoalan suksesi. Ahli warisnya, putri mahkota Sanggramawijaya Tunggadewi memilih mengundurkan diri dan menjadi pertapa Bhikkuni Buddha. Kisah seorang puteri mahkota yang turun takhta menjadi pertapa dikaitkan dengan legenda populer Dewi Kili Suci yang bersemayam di Gua Selomangleng di bawah Gunung Klotok, 5 kilometer di sebelah barat kota Kediri.
Pada tahun 1042, Airlangga kemudian membagi wilayah kerajaannya menjadi dua yang diwarisi oleh kedua putranya; Mapanji Garasakan wilayah Janggala dan Sri Samarawijaya wilayah Panjalu. Airlangga sendiri turun tahta pada tahun 1043, kembali ke kehidupan pertapa dengan mengambil nama baru sebagai Resi Gentayu, yang diberikan oleh Mpu Bharada, seorang pertapa terkenal.
Pada masa pemerintahan Airlangga, sejak Kerajaan berdiri, Sanggramawijaya menjabat sebagai rakryan mahamantri alias putri mahkota. Gelar lengkapnya ialah Rakryan Mahamantri i Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Uttunggadewi. Nama ini terdapat dalam Prasasti Cane (1021) sampai Prasasti Turun Hyang I (1035).
Pada Prasasti Pucangan (1042) nama pejabat rakryan mahamantri sudah berganti Sri Samarawijaya. Saat itu pusat kerajaan sudah pindah ke Daha. Berdasarkan cerita rakyat, Sanggramawijaya mengundurkan diri dari Tahta Kahuripan dan menjadi pertapa di Gunung Pucangan bergelar Dewi Kili Suci.
Keistimewaan Dewi Kili Suci
suntingTokoh Dewi Kili Suci dalam Cerita Panji dikisahkan sebagai sosok agung yang sangat dihormati. Ia sering membantu kesulitan pasangan Panji Inu Kertapati dan Galuh Candrakirana, keponakannya.
Dewi Kili Suci juga dihubungkan dengan dongeng asal muasal terciptanya Gunung Kelud. Dikisahkan semasa muda ia dilamar oleh seorang manusia berkepala kerbau bernama Mahesasura. Dewi Kili Suci bersedia menerima lamaran itu asalkan Mahesasura mampu membuatkannya sebuah sumur raksasa.
Sumur raksasa pun tercipta berkat kesaktian Mahesasura. Namun sayang, Mahesasura jatuh ke dalam sumur itu karena dijebak Kili Suci. Para prajurit Kadiri atas perintah Dewi Kili Suci menimbun sumur itu dengan batu-batuan, Timbunan batu begitu banyak hingga menggunung, maka terciptalah Gunung Kelud. Oleh sebab itu, apabila Gunung Kelud meletus, daerah Kediri selalu menjadi korban, sebagai wujud kemarahan arwah Mahesasura.
Dewi Kili Suci juga terdapat dalam kisah Babad Tanah Jawi sebagai putri sulung Resi Gentayu raja Koripan. Kerajaan Koripan kemudian dibelah dua, menjadi Janggala dan Kadiri, yang masing-masing dipimpin oleh adik Dewi Kili Suci, yaitu Lembu Amiluhur dan Lembu Peteng.
Kisah ini sesuai dengan fakta sejarah, Raja Kerajaan Kahuripan yaitu Airlangga, setelah turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaannya dibagi dua, menjadi Kadiri di wilayah barat yang dipimpin Sri Samarawijaya, serta Janggala di wilayah timur yang dipimpin Mapanji Garasakan.
Kepustakaan
sunting- Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
- Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara