Satya Graha (wartawan)

Satya Graha (bisa juga dituliskan sebagai Satyagraha; 5 Agustus 1931–8 Juni 2022) merupakan penerjemah dan jurnalis asal Indonesia, aktif sebagian besar pada masa kepemimpinan Soekarno pada tahun 1950an s.d 1960an di surat kabar Suluh Indonesia. Satya bekerja di surat kabar tersebut dari pertama kali berdiri dan ia akhirnya menjadi pemimpin redaksi sebelum surat kabar tersebut dilarang dan dirinya dipenjara pada 1965.

Satya Graha
Lahir(1931-08-05)5 Agustus 1931
Blitar, Hindia Belanda
Meninggal8 Juni 2022(2022-06-08) (umur 90)
PekerjaanJurnalis, Penerjemah

Biografi

sunting

Satya lahir di Kota Blitar pada 5 Agustus 1931[1]. Sebagai remaja pada masa Revolusi Nasional Indonesia, Satya bergabung dengan pasukan gerilya, sebagian besar masa tugasnya ia habiskan dibawah komando dari divisi Mayor Jenderal Moestopo pada bagian unit polisi militer dan intelijen[2]. Karier sebagai jurnalis dimulai pada 1951, saat ini bergabung dengan Majalah Pesat di Yogyakarta[3].

Pada 1953, Satya menjadi salah satu jurnalis pertama pada Surat Kabar Suluh Indonesia, yang berafiliasi dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). Menurut Satya, Suluh Indonesia hanya memiliki dirinya, pemimpin redaksi Sayuti Melik, dan Hasan Gayo saat dirinya bergabung. Ia kemudian menjadi koresponden Suluh Indonesia di Istana Presiden (karena Soekarno mengenal orang tuanya), dan bergabung dengan perjalanan luar negeri Soekarno. Meskipun hubungan personalnya dengan Soekarno, Satya dilarang sementara untuk meliput karena Suluh Indonesia mempublikasikan artikel Surastri Karma Trimurti karena mengkritisi pernikahan keempat Soekarno[4][5]. Walaupun Soekarno mengajukan keberatan, Satya juga membela publikasi Suluh Indonesia yang mengkritik Partai Komunis Indonesia[4].

Setelah Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955, Teuku Jusuf Muda Dalam menjadi pemimpin redaksi, meskipun penolakan Satya yang kuat karena asosiasinya Jusuf Muda Dalam dengan komunis. Ketika Dalam digantikan Mohammad Isnaeni pada 1957, Satya menjadi wakil pemimpin redaksi, dan ia menginisiasi majalah mingguan Berita Minggu. Majalah tersebut menjadi sangat populer dan mencapai titik puncak oplah sebanyak 350.000 eksemplar, keberhasilan ini memberikan surat kabar pemasukan untuk meneruskan publikasi[4]. Mengkapitalisasi kesuksesan Berita Minggu, Satya mewajibkan distributor surat kabar untuk membeli koran Suluh Indonesia sebagai bagian dari paket dengan Berita Minggu, mendorong popularitas[1]. Satya terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia pada 1959, menjabat sampai 1965[6].

Antara 1956 s.d 1965, Satya melakukan perjalanan ke Tiongkok sebanyak tiga kali. Ia menulis pengalaman perjalananya secara ekstensif, secara umum tulisnya memuji program Pemerintah Tiongkok seperti Komune rakyat[6]. Ia juga menuliskan mengenai keadaan kontras antara kesatuan politik di Tiongkok dengan keadaan politik domestik yang tidak stabil di Indonesia[1] dan membandingkan kondisi yang tidak menguntungkan orang Tionghoa Indonesia dengan Tionghoa daratan.[1]

Pada Juli 1965, karena konflik internal dengan PNI, Isnaeni diturunkan sebagai pemimpin redaksi, dan Satya kemudian ditunjuk sebagai penggantinya oleh ketua umum partai Ali Sastroamidjojo[5]. Karena peristiwa Gerakan 30 September, Suluh Indonesia dilarang oleh pemerintah dan mempublikasikan edisi terakhirnya pada 2 Oktober 1965. Satya ditahan pada 18 Oktober dan ditahan tanpa pengadilan di Salemba[4]. Ketika investigator menyatakan bahwa Satya tidak terafiliasi dengan PKI, ia tetap ditahan karena kedekatannya dengan Soekarno, dan berbagi sel tahanan dengan penulis dan jurnalis seperti Pramoedya Ananta Toer dan Sitor Situmorang[7]. Ia kemudian dilepaskan pada akhir 1970, dan bekerja di perusahaan yang dimiliki oleh Taufiq Kiemas sebagai penerjemah karena dirinya dilarang untuk kembali menjadi jurnalis. Ia kemudian tinggal di Kota Bekasi dan meneruskan bekerja sebagai penerjemah [4][7]. Satya wafat pada 8 Juni 2022[2].

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d "Ketika Suluh Indonesia Merajai Pers Indonesia". Merdeka. 23 October 2021. Diakses tanggal 18 April 2022. 
  2. ^ a b "Satya Graha: Jurnalis yang pernah Jadi Gerilyawan Cilik Bernyali Besar". Merdeka. 3 July 2022. Diakses tanggal 22 August 2022. 
  3. ^ Rahardjo, Iman Toto K. (2001). Bung Karno, bapakku, guruku, sahabatku, pemimpinku: kenangan 100 tahun Bung Karno. Gramedia Widiasarana Indonesia. hlm. 1048. ISBN 978-979-695-394-3. 
  4. ^ a b c d e "Satyagraha Berkisah tentang Suluh Indonesia dan Bung Karno". koransulindo.com. 27 September 2021. Diakses tanggal 18 April 2022. 
  5. ^ a b "Akhir Tragis Koran Marhaenis". Historia. 27 September 2017. Diakses tanggal 18 April 2022. 
  6. ^ a b Liu, Hong (2011). China and the Shaping of Indonesia, 1949-1965 (dalam bahasa Inggris). NUS Press. hlm. 94. ISBN 978-9971-69-381-7. 
  7. ^ a b "Cerita dan Kesaksian Wartawan era Bung Karno". Merdeka. 9 February 2022. Diakses tanggal 18 April 2022.