Sayyid Usman Syahabuddin
Sayyid Usman Syahabuddin bin Abdurrahman Banahsan Assegaf (Arab:السيد عثمان أصحاب الدين بن عبدالرحمن) atau Said Usman adalah seorang ulama yang pernah menjabat sebagai mufti, penasehat pribadi sultan dan panglima perang di Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Tuan Besar Siak | |
---|---|
Gelar | Asy-Syeikh As-Sayyid Asy-Syarif |
Kun-yah | Said Usman, Engku Usman |
Nama | Sayyid Syarif Usman Syahabuddin bin Abdurrahman Assegaf |
Lahir | Hadramaut, Yaman |
Dimakamkan di | Komplek Pemakaman Marhum Pekan, Masjid Raya Senapelan, Pekanbaru |
Mazhab Fikih | Syafi'i |
Mazhab Akidah | Al-Asy'ari Al-Maturidi |
Istri | Tengku Embung Badariyah binti Sultan Alamuddin Syah |
Keturunan | |
Orang tua | Sayyid Abdurrahman bin Sa'id Assegaf |
Dia adalah kakek dari semua sultan berdarah Sayyid yang memerintah Kesultanan Siak, Pelalawan dan Tebing Tinggi Selat Panjang. Salah satu keturunannya adalah Sultan Syarif Kasim II.
Latar Belakang
suntingSaid Usman merupakan salah satu dari 4 (empat) orang penyiar agama Islam penganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermadzhab Syafi’i dari Hadramaut yang berangkat menuju timur jauh (Asia Tenggara) dengan tujuan dakwah. Setelah memperoleh izin dari gurunya, bersama-sama mereka berlayar.
Mereka berjumlah 4 orang, yakni Sayyid Husein Al Qadri yang menurunkan Raja-Raja di Pontianak Kalimantan Barat, Sayyid Idrus bin Abdurrahman Alaydrus yang menurunkan Raja-Raja Kubu, Sayyid Usman Syahabuddin bin Abdurrahman Assegaf yang menurunkan Raja-Raja Siak Sri Indrapura dan Pelalawan di Riau, dan Sayyid Abdullah Al Qudsi.
Selain berdakwah Sayyid Usman juga dikenal sebagai ahli strategi perang, militer, ahli politik, ahli diplomasi dan juga ahli ekonomi. Beliau menjabat sebagai Diplomat dan Mufti Kerajaan di Kesultanan Siak yang bergelar "Tuan Besar Siak".
Keluarga
suntingSaid Usman menikah dengan Tengku Embung Badariyah putri dari Sultan Siak ke-4, Sultan Alamuddin Syah bin Raja Kecik bin Sultan Mahmud Syah II dan menurunkan :
- Sultan Syarif Ali, Sultan ke-7 Kerajaan Siak Sri Indrapura
- Sultan Syarif Abdurrahman, Sultan ke-1 Kesultanan Pelalawan
- Tengku Busu Said Ahmad, Yang Dipertuan Muda Tebing Tinggi.
Nasab Silsilah
suntingSayyid Usman bin Abdurrahman Assegaf bin Sa'id bin Ali bin Muhammad bin Hasan bin Umar bin Hasan bin Ali bin Abubakar As Sakran bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghoyyur bin Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasim bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Ar-Rumiy bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-Uraidhiy bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Hussein dari Fatimah az-Zahra Putri Rasulullah ﷺ.
Peranan di Kesultanan Siak
suntingKetika Raja Alam dinobatkan menjadi Sultan Siak ke-4 , situasi Kerajaan begitu kalut dan ekonomi sedang terpuruk parah akibat peperangan terus menerus dengan Belanda. Jalur pelayaran di Kuala Siak diblokade Belanda yang mengakibatkan perniagaan ke Siak terganggu dan akibatnya ekonomi Kerajaan terancam lumpuh.
Sementara di dalam istana Siak sendiri juga terjadi pecah belah akibat sikap Pembesar Kerajaan masih belum bulat dalam mendukung Raja Alam sebagai Sultan. Sebagian masih tetap loyal kepada Sultan Ismail, meski yang bersangkutan sendiri telah menyerahkan takhtanya kepada Raja Alam. Dalam situasi demikian, Raja Alam memerlukan pemikiran yang sangat teliti dan jernih untuk menentukan sikap terbaik agar segala kekalutan itu dapat teratasi.
Saat inilah tampil Sayyid Usman sebagai menantu Sultan yang sekaligus menjadi penasihat pribadi Sultan, beliau menyampaikan buah pikirannya sebagai tokoh yang sarat dengan pengalaman dan buah pikiran yang amat tepat dan bernas. Langkah pertama yang diambilnya adalah memadukan semua kekuatan yang ada di Siak, terutama di kalangan Istana dan pembesar Kerajaan. Untuk itu beliau menyarankan kepada Sultan agar bersikap lunak kepada bekas pengikut setia Sultan Ismail, dan tidak melucuti jabatan yang ada pada mereka.
Salah satunya Sayyid Usman ketika itu memberi masukan kepada Sultan untuk memindahkan ibukota kerajaan dari Mempura (Siak) ke Senapelan (Pekanbaru sekarang) yang lebih jauh ke hulu sungai Siak dengan pertimbangan antara lain ;
- Supaya lebih jauh dari loji Belanda di Kuala Siak (Pulau Guntung), sehingga kalaupun Belanda berniat hendak menyerang Siak, akan memakan waktu lama untuk menuju hulu.
- Supaya lebih dekat ke Tapung di hulu Siak yang pada masa itu menjadi penghasil kekayaan hasil hutan terbesar seperti kayu gaharu, damar, rotan, kemenyan dan perikanan sungai.
- Supaya dapat menghimpun kekuatan baru dengan menggalang Askar pasukan perang yang diambil dari masyarakat suku asli yang tersebar di sekitar pendalaman Siak hingga kehulunya.
- Membuka jalur dagang baru di bagian hulu Siak yang juga berdekatan dengan hulu Kampar dan hulu Rokan sehingga menghidupkan jalur perniagaan baru setelah Kuala Siak diblokade Belanda.
Pada tahun 1762 saran tersebut dilakukan, dimana ibukota kerajaan Siak dipindahkan ke Senapelan yang nantinya daerah ini menjadi cikal bakal kota Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau saat ini. Disinilah beliau mulai menyusun kekuatan dan memulihkan perekonomian Kerajaan. Langkah tersebut berdampak sangat positif bagi Kesultanan Siak. Dengan adanya jalur perdagangan dan pusat perdagangan baru, ekonomi kerajaan Siak sangat meningkat, setelah sebelumnya terjebak didalam kekalutan demi kekalutan.
Dengan keahliannya, Sayyid Usman memberikan perananan yang besar dalam perkembangan kerajaan Siak dengan berkali-kali memimpin pertempuran. Hal ini membuat Kesultanan Siak memiliki 12 daerah jajahan atau yang disebut dengan jajahan 12 negeri, yang mencakup Kota Pinang, Pagarawan, Negeri Bedagai, Negeri Kualuh, Panai, Bilah, Batubara, Negeri Asahan, Negeri Serdang, Negeri Deli, Negeri Langkat, hingga akhirnya berhasil mengambil alih Karang Temiang dari Kesultanan Aceh.
Tari Zapin
suntingPada awalnya seni tari dan musik zapin dijadikan sebagai hiburan bagi murid-murid setelah mengaji agama di lingkungan kerajaan. Namun setelah Tengku Embung Badariyah binti Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766 – 1780 M) menikah dengan Sayyid Usman Syahabuddin, keberadaan tari zapin makin berkembang di wilayah Great Tradition (Lingkungan Istana) dan berakulturasi dengan budaya lokal. Akhirnya, tari zapin menjadi seni hiburan di kalangan istana bahkan dalam acara seremonial kerajaan sehingga dikenal dengan sebutan Zapin Istana (Siak Sri Indraapura).
Peranan dalam dakwah
suntingSayyid Usman juga memiliki peran yang besar dalam perkembangan dakwah Islam di Siak dan sekitarnya. Dengan berkeliling dari kampung ke kampung, Sayyid Usman mendekati berbagai lapisan masyarakat dalam rangka menerangkan akidah islam yang sebenarnya. Dengan berbekal ilmu pengetahuan agamanya yang luas, cara bicara yang memikat, dan dengan membaur dengan adat Melayu setempat, membuat ia mampu menanamkan nilai-nilai luhur ajaran Islam kedalam seluruh lapisan masyarakat kala itu, hingga akhirnya masyarakat Melayu Riau dikenal sangat identik dengan Islam.
Sayyid Usman Syahabuddin mengembangkan ajaran Islam di sepanjang Sungai Siak, Sungai Rokan, dan Pesisir Timur Sumatera. Sebagai penyebar agama Islam, beliau dikenal namanya sebagai Tuan Said Osman atau Engku Said Osman. Said merupakan sebutan Sayyid bagi orang Melayu. Akibat keluasan ilmunya itu beliau digelari dengan "Syahabuddin".
Di dalam syair Cik Nakhoda Agam peranan beliau menyebarkan Islam diceritakan,
Tuan Sayyid Osman orang bertuah
Menyebarkan Islam tiada lengah
Budinya elok fiil pun indah
Mukanya manis mulutpun ramah
Engku Sayyid orang pilihan
Membawa Islam sampai ke Rokan
Mudik ke hulu memakai sampan
Banyaklah orang ikut berjalan
Dalam memasyarakatkan ajaran Islam kepada masyarakat Siak, Sayyid Usman turut menggunakan pendekatan seni budaya lokal Melayu sebagai media dakwah. Dengan dibantu istrinya Tengku Embung Badariyah, Sayyid Usman membuat beberapa Syair Melayu bernuansa Islam dan tarekat, diantaranya adalah Zapin Bismillah, Zapin Imam Berempat, Zapin Pulut Hitam, Zapin Siti Payung, Zapin Gunung Banang, Zapin Dunya Zaman dan lain-lain.
Wafat
suntingSayyid Usman syahid dalam peperangan melawan Belanda di Batubara, Sumatera Utara. Oleh anaknya, Sultan Syarif Ali, jenazah beliau dibawa ke Riau, dimakamkan di Kompleks Makam Marhum Pekan, Senapelan, Pekanbaru dan diberikan gelar Marhum Barat.
Rujukan
sunting- https://repository.uin-suska.ac.id/10376/2/Het%20Rijk%20Van%20Siak.pdf
- https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFKIP/article/view/10871/10526